Kasus Baiq Nuril, HNW Dorong UU ITE Digugat ke MK
A
A
A
JAKARTA - Anggota Komisi I DPR Hidayat Nur Wahid (HNW) mendorong agar Undang-Undang (UU) tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Dorongan HNW itu menyikapi kasus yang menimpa mantan pegawai honorer SMAN 7 Mataram, Baiq Nuril Maknun.
"Bagi pihak-pihak yang dapatkan fakta-fakta tentang ITE, lalu digunakan untuk kepentingan langgar hukum atau tidak menghadirkan keadilan hukum, maka ajukan judicial review," ujar HNW di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (21/11/2018).
Menurut dia, kasus Baiq Nuril menjadi momentum untuk memperbaiki Undang-undang tersebut. "Saya kira itu salah satu momentumnya, ketika ada kasus ini ajukan aja ke MK," ujar wakil ketua MPR ini.
Dia pun mengaku termasuk yang tidak setuju jika Baiq Nuril menjalani hukuman. Sebab, dia melihat Baiq Nuril merupakan korban pelecehan seksual dari pihak atasan.
"Seharusnya masalah ini segera diselesaikan dalam konteks keadilan publik karena enggak menhhendaki orang yang jadi korban kok malah dihukum," ujar wakil ketua majelis syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu.
Diketahui, Mahkamah Agung (MA) menjatuhkan vonis hukuman 6 bulan penjara dan denda Rp500 juta subsider 3 bulan bui kepada Baiq Nuril. Nuril dianggap melanggar Pasal 27 Ayat 1 UU ITE karena menyebarkan informasi elektronik bermuatan materi asusila.
Putusan MA itu menganulir putusan Pengadilan Negeri Mataram yang memvonis bebas Nuril. Kasus ini bermula ketika Baiq Nuril merekam pembicaraan kepala sekolah yang berinisial M dengan dirinya pada tahun 2012 yang diduga mengandung muatan kesusilaan.
Belakangan, percakapan itu terbongkar dan beredar di masyarakat. M tidak terima dan melaporkan Nuril ke polisi pada 2015 dan disangkakan melanggar Pasal 27 Ayat 1 UU ITE.
"Bagi pihak-pihak yang dapatkan fakta-fakta tentang ITE, lalu digunakan untuk kepentingan langgar hukum atau tidak menghadirkan keadilan hukum, maka ajukan judicial review," ujar HNW di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (21/11/2018).
Menurut dia, kasus Baiq Nuril menjadi momentum untuk memperbaiki Undang-undang tersebut. "Saya kira itu salah satu momentumnya, ketika ada kasus ini ajukan aja ke MK," ujar wakil ketua MPR ini.
Dia pun mengaku termasuk yang tidak setuju jika Baiq Nuril menjalani hukuman. Sebab, dia melihat Baiq Nuril merupakan korban pelecehan seksual dari pihak atasan.
"Seharusnya masalah ini segera diselesaikan dalam konteks keadilan publik karena enggak menhhendaki orang yang jadi korban kok malah dihukum," ujar wakil ketua majelis syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu.
Diketahui, Mahkamah Agung (MA) menjatuhkan vonis hukuman 6 bulan penjara dan denda Rp500 juta subsider 3 bulan bui kepada Baiq Nuril. Nuril dianggap melanggar Pasal 27 Ayat 1 UU ITE karena menyebarkan informasi elektronik bermuatan materi asusila.
Putusan MA itu menganulir putusan Pengadilan Negeri Mataram yang memvonis bebas Nuril. Kasus ini bermula ketika Baiq Nuril merekam pembicaraan kepala sekolah yang berinisial M dengan dirinya pada tahun 2012 yang diduga mengandung muatan kesusilaan.
Belakangan, percakapan itu terbongkar dan beredar di masyarakat. M tidak terima dan melaporkan Nuril ke polisi pada 2015 dan disangkakan melanggar Pasal 27 Ayat 1 UU ITE.
(maf)