Fraksi PKS Sebut PSI Tak Paham Falsafah Pancasila
A
A
A
JAKARTA - Penolakan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) terhadap peraturan daerah (perda) syariah dan Injil dikritik Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di DPR.
Ketua Fraksi PKS di DPR Jazuli Juwaini menilai penolakan PSI itu sebagai bentuk ketidakpahaman terhadap falsafah dan dasar negara Pancasila dan konstitusi UUD 1945.
Fraksi PKS menyarankan agar PSI memahami konstitusi dan Pancasila secara utuh. Sebagai sikap politik, kata Jazuli, itu sah-sah saja. Namun sebagai sesama warga bangsa, Jazuli perlu mengingatkan dan mengoreksi sikap PSI.
"PSI tidak paham utuh Pancasila dan UUD 1945 yang menempatkan agama dalam posisi yang penting, yang menjiwai semangat kebangsaan, dan yang terpenting menjadi landasan moral dalam kehidupan berbangsa dan bernegara," ujar anggota Komisi I DPR ini dalam keterangan tertulisnya, Senin (19/11/2018). (Baca juga: Ini Penjelasan
Jazuli menganggap, sikap PSI seperti phobia agama yang bisa saja bertendensi memisahkan nilai-nilai agama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. "Kita perlu tanya dengan jelas kepada PSI apa yang mereka maksud dengan perda-perda agama yang mereka tolak," kata legislator asal Banten ini.
Sebab, kata Jazuli, umumnya Perda-perda tersebut mengatur ketertiban hidup bermasyarakat. "Lebih dari itu bertujuan untuk menjaga moral dan akhlak masyarakat. Apa ini yang mereka tolak?" tanya Jazuli.
Dia melanjutkan, PSI harus membaca semangat Pancasila dan UUD 1945. Karena, sambung dia, jelas sekali nilai-nilai agama menjadi acuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Bukan hanya secara implisit, kata Jazuli, tapi eksplisit dalam pembukaan UUD 1945, sila pertama Pancasila, Pasal 29 yang menyatakan negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa dan jaminan kebebasan beragama.
Kemudian, Pasal 28J bahwa pelaksanaan hak asasi tidak boleh bertentangan dengan nilai agama, hingga Pasal 31 tentang visi pendidikan nasional untuk menghasilkan SDM yang beriman, bertakwa dan berakhlak mulia.
"Oleh karena itu perda-perda bahkan undang-undang bukan saja menyerap nilai agama akan tetapi wajib mengambil nilai-nilai tersebut," tuturnya.
Lebih lanjut dia menerangkan, negara melalui perangkat aturannya wajib menjamin pelaksanaan nilai agama dilaksanakan secara konsekuen.
"Itulah mengapa lahir UU Peradilan Agama, UU Haji, UU Zakat, UU Perbankan Syariah, UU Jaminan Produk Halal dan kita terima melalui proses bernegara antara DPR dan Pemerintah. Apa ini ditolak juga oleh PSI?" tuturnya.
Maka itu, dia berpesan agar PSI tidak mengambil posisi diametral atau bertentangan dengan semangat Pancasila dan UUD 1945.
Sebaliknya, dia mengajak bersama-sama mengokohkan semangat keberagamaan di republik ini agar Indonesia semakin diberkahi Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa.
Dia pun menilai PSI termasuk partai anak-anak muda, yang bisa jadi waktu saat SMP dan SMA sudah tidak lagi belajar PMP, sehingga kemungkinan tidak bisa memahami dasar negara dan konstitusi secara utuh.
Oleh karena itu, dia juga meminta kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan agar memasukkan kembali pelajaran PMP mulai dari SD sampai SMA agar anak bangsa ini memahami dasar negara dan konstitusinya secara utuh.
Ketua Fraksi PKS di DPR Jazuli Juwaini menilai penolakan PSI itu sebagai bentuk ketidakpahaman terhadap falsafah dan dasar negara Pancasila dan konstitusi UUD 1945.
Fraksi PKS menyarankan agar PSI memahami konstitusi dan Pancasila secara utuh. Sebagai sikap politik, kata Jazuli, itu sah-sah saja. Namun sebagai sesama warga bangsa, Jazuli perlu mengingatkan dan mengoreksi sikap PSI.
"PSI tidak paham utuh Pancasila dan UUD 1945 yang menempatkan agama dalam posisi yang penting, yang menjiwai semangat kebangsaan, dan yang terpenting menjadi landasan moral dalam kehidupan berbangsa dan bernegara," ujar anggota Komisi I DPR ini dalam keterangan tertulisnya, Senin (19/11/2018). (Baca juga: Ini Penjelasan
Jazuli menganggap, sikap PSI seperti phobia agama yang bisa saja bertendensi memisahkan nilai-nilai agama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. "Kita perlu tanya dengan jelas kepada PSI apa yang mereka maksud dengan perda-perda agama yang mereka tolak," kata legislator asal Banten ini.
Sebab, kata Jazuli, umumnya Perda-perda tersebut mengatur ketertiban hidup bermasyarakat. "Lebih dari itu bertujuan untuk menjaga moral dan akhlak masyarakat. Apa ini yang mereka tolak?" tanya Jazuli.
Dia melanjutkan, PSI harus membaca semangat Pancasila dan UUD 1945. Karena, sambung dia, jelas sekali nilai-nilai agama menjadi acuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Bukan hanya secara implisit, kata Jazuli, tapi eksplisit dalam pembukaan UUD 1945, sila pertama Pancasila, Pasal 29 yang menyatakan negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa dan jaminan kebebasan beragama.
Kemudian, Pasal 28J bahwa pelaksanaan hak asasi tidak boleh bertentangan dengan nilai agama, hingga Pasal 31 tentang visi pendidikan nasional untuk menghasilkan SDM yang beriman, bertakwa dan berakhlak mulia.
"Oleh karena itu perda-perda bahkan undang-undang bukan saja menyerap nilai agama akan tetapi wajib mengambil nilai-nilai tersebut," tuturnya.
Lebih lanjut dia menerangkan, negara melalui perangkat aturannya wajib menjamin pelaksanaan nilai agama dilaksanakan secara konsekuen.
"Itulah mengapa lahir UU Peradilan Agama, UU Haji, UU Zakat, UU Perbankan Syariah, UU Jaminan Produk Halal dan kita terima melalui proses bernegara antara DPR dan Pemerintah. Apa ini ditolak juga oleh PSI?" tuturnya.
Maka itu, dia berpesan agar PSI tidak mengambil posisi diametral atau bertentangan dengan semangat Pancasila dan UUD 1945.
Sebaliknya, dia mengajak bersama-sama mengokohkan semangat keberagamaan di republik ini agar Indonesia semakin diberkahi Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa.
Dia pun menilai PSI termasuk partai anak-anak muda, yang bisa jadi waktu saat SMP dan SMA sudah tidak lagi belajar PMP, sehingga kemungkinan tidak bisa memahami dasar negara dan konstitusi secara utuh.
Oleh karena itu, dia juga meminta kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan agar memasukkan kembali pelajaran PMP mulai dari SD sampai SMA agar anak bangsa ini memahami dasar negara dan konstitusinya secara utuh.
(dam)