Respons Partai Perindo Soal Kasus Baiq Nuril
A
A
A
JAKARTA - Kasus yang menimpa mantan guru honorer di SMAN 7 Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), Baiq Nuril Maknun, menarik simpati banyak pihak. Tak terkecuali Partai Persatuan Indonesia (Perindo).
"Itulah anomali dari pembangunan hukum kita," kata Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Perindo, Yamin Tawary di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (17/11/2018).
Namun, Yamin Tawary enggan mengomentari keputusan hukum dari Mahkamah Agung (MA) kepada Baiq Nuril, karena setiap keputusan hukum harus dihormati. "Tetapi ini menjadi pelajaran berharga bagi semua penegak hukum, supaya lebih jeli lagi," ujar Anggota Tim Kampanye Nasional Koalisi Joko Widodo (Jokowi) - KH Ma'ruf Amin ini.
Menurut Yamin, hukum bukan sekadar benar atau salah seseorang, melainkan adil atau tidak. "Seorang korban pelecehan seksual, kemudian menyampaikan jeritan hatinya, lalu kemudian itu dianggap salah, padahal dia tidak ada tempat untuk mengadu, kecuali di situ," katanya.
Maka itu, dia mempertanyakan apakah hukuman bagi Baiq Nuril itu adil atau tidak. "Jadi ini mungkin pelajaran berharga bagi kita semuanya," pungkasnya.
Sekadar diketahui, Mahkamah Agung (MA) menghukum Nuril enam bulan penjara dan denda Rp500 juta karena melanggar Pasal 27 ayat 1 jo Pasal 45 ayat 1 UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Putusan itu menganulir putusan Pengadilan Negeri Mataram yang memvonis bebas Nuril. Dia didakwa melanggar UU ITE karena menyebar percakapan mengandung asusila.
Kasus ini bermula ketika Baiq Nuril merekam pembicaraan kepala sekolah yang berinisial M dengan dirinya pada tahun 2012 yang diduga mengandung muatan kesusilaan.
Belakangan, percakapan itu terbongkar dan beredar di masyarakat. M tidak terima dan melaporkan Nuril ke polisi pada 2015 dan disangkakan melanggar Pasal 27 ayat 1 UU ITE.
Sebelumnya, kuasa hukum Baiq Nuril, Joko Jumadi mengungkapkan Nuril merupakan korban dari perilaku M. Nuril merekam percakapan untuk membuktikan dirinya tidak memiliki hubungan dengan M.
Joko mengungkapkan kliennya sering mendapatkan perlakuan tidak senonoh dari M. Antara lain pernah mengajak Nuril selingkuh sampai menceritakan hubungan badannya dengan perempuan lain.
"Kalau dia tidak menerima telepon atau tidak menanggapinya, biasanya kepala sekolah akan marah, akan diberhentikan dan ancaman segala macam," kata Jumadi dalam wawancara dengan iNews TV, 14 November 2018.
"Itulah anomali dari pembangunan hukum kita," kata Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Perindo, Yamin Tawary di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (17/11/2018).
Namun, Yamin Tawary enggan mengomentari keputusan hukum dari Mahkamah Agung (MA) kepada Baiq Nuril, karena setiap keputusan hukum harus dihormati. "Tetapi ini menjadi pelajaran berharga bagi semua penegak hukum, supaya lebih jeli lagi," ujar Anggota Tim Kampanye Nasional Koalisi Joko Widodo (Jokowi) - KH Ma'ruf Amin ini.
Menurut Yamin, hukum bukan sekadar benar atau salah seseorang, melainkan adil atau tidak. "Seorang korban pelecehan seksual, kemudian menyampaikan jeritan hatinya, lalu kemudian itu dianggap salah, padahal dia tidak ada tempat untuk mengadu, kecuali di situ," katanya.
Maka itu, dia mempertanyakan apakah hukuman bagi Baiq Nuril itu adil atau tidak. "Jadi ini mungkin pelajaran berharga bagi kita semuanya," pungkasnya.
Sekadar diketahui, Mahkamah Agung (MA) menghukum Nuril enam bulan penjara dan denda Rp500 juta karena melanggar Pasal 27 ayat 1 jo Pasal 45 ayat 1 UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Putusan itu menganulir putusan Pengadilan Negeri Mataram yang memvonis bebas Nuril. Dia didakwa melanggar UU ITE karena menyebar percakapan mengandung asusila.
Kasus ini bermula ketika Baiq Nuril merekam pembicaraan kepala sekolah yang berinisial M dengan dirinya pada tahun 2012 yang diduga mengandung muatan kesusilaan.
Belakangan, percakapan itu terbongkar dan beredar di masyarakat. M tidak terima dan melaporkan Nuril ke polisi pada 2015 dan disangkakan melanggar Pasal 27 ayat 1 UU ITE.
Sebelumnya, kuasa hukum Baiq Nuril, Joko Jumadi mengungkapkan Nuril merupakan korban dari perilaku M. Nuril merekam percakapan untuk membuktikan dirinya tidak memiliki hubungan dengan M.
Joko mengungkapkan kliennya sering mendapatkan perlakuan tidak senonoh dari M. Antara lain pernah mengajak Nuril selingkuh sampai menceritakan hubungan badannya dengan perempuan lain.
"Kalau dia tidak menerima telepon atau tidak menanggapinya, biasanya kepala sekolah akan marah, akan diberhentikan dan ancaman segala macam," kata Jumadi dalam wawancara dengan iNews TV, 14 November 2018.
(maf)