KPK Minta OJK Perketat Pengawasan Transaksi Uang Korupsi
A
A
A
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendesak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperketat pengawasan transaksi uang yang dipakai untuk korupsi dan uang hasil korupsi.
Wakil Ketua KPK Laode Muhamad Syarif menegaskan, dari berbagai kasus (perkara) korupsi yang ditangani para penegak hukum termasuk KPK, sudah terungkap sejumlah modus yang dilakukan para pelaku korupsi saat melakukan transaksi uang. Baik uang untuk korupsi maupun uang hasil korupsi.
Sejumlah modus tersebut terjadi karena didukung dan dibantu pegawai dan/atau pejabat penyedia jasa keuangan. Mulai dari bank, asuransi, maupun money changer.
"KPK berharap ada aturan pengetatan transaksi tunai. Termasuk setor tunai dan ambil tunai dalam jumlah besar. Hal ini sudah KPK sampaikan pada BI (Bank Indonesia) dan OJK. Intinya KPK berharap ada aturan hukum melarang transaksi tunai yang besar," tegas Syarif kepada SINDOnews, Minggu (4/10/2018).
Dia mengungkapkan, berbagai modus tersebut tidak sekadar terkait korupsi tapi juga Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Karenanya Syarif menggariskan, dengan melihat berbagai modus tersebut maka pengetatan pengawasan atas transaksi uang korupsi harus dilakukan agar modus serupa tidak terulang. Baik pada bank maupun institusi nonbank.
Konteks pengawasan dan pengetatannya, tutur Syarif, harus dilakukan oleh OJK sesuai dengan kewenangan OJK. "OJK memperketat pengawasan pada bank dan institusi non-bank dan memberikan sanksi pada bank yang memfasilitasi transaksi korupsi dan dan TPPU," tegasnya.
Selain itu, Syarif menggariskan, ada langkah ketiga yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi transaksi uang untuk korupsi dan hasil korupsi serta TPPU. Penyedia jasa keuangan harus bersikap proaktif melaporkan ke OJK maupun Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) atau KPK jika terdapat transaksi mencurigakan.
"(KPK) meminta kepada bank atau jasa keuangan lain untuk segera melaporkan pada OJK atau PPATK atau KPK jika mereka mencurigai ada transaksi yang kelihatan. Intinya, prinsip 'know your custumer' harus dijalankan dengan baik," ucapnya.
Wakil Ketua KPK Laode Muhamad Syarif menegaskan, dari berbagai kasus (perkara) korupsi yang ditangani para penegak hukum termasuk KPK, sudah terungkap sejumlah modus yang dilakukan para pelaku korupsi saat melakukan transaksi uang. Baik uang untuk korupsi maupun uang hasil korupsi.
Sejumlah modus tersebut terjadi karena didukung dan dibantu pegawai dan/atau pejabat penyedia jasa keuangan. Mulai dari bank, asuransi, maupun money changer.
"KPK berharap ada aturan pengetatan transaksi tunai. Termasuk setor tunai dan ambil tunai dalam jumlah besar. Hal ini sudah KPK sampaikan pada BI (Bank Indonesia) dan OJK. Intinya KPK berharap ada aturan hukum melarang transaksi tunai yang besar," tegas Syarif kepada SINDOnews, Minggu (4/10/2018).
Dia mengungkapkan, berbagai modus tersebut tidak sekadar terkait korupsi tapi juga Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Karenanya Syarif menggariskan, dengan melihat berbagai modus tersebut maka pengetatan pengawasan atas transaksi uang korupsi harus dilakukan agar modus serupa tidak terulang. Baik pada bank maupun institusi nonbank.
Konteks pengawasan dan pengetatannya, tutur Syarif, harus dilakukan oleh OJK sesuai dengan kewenangan OJK. "OJK memperketat pengawasan pada bank dan institusi non-bank dan memberikan sanksi pada bank yang memfasilitasi transaksi korupsi dan dan TPPU," tegasnya.
Selain itu, Syarif menggariskan, ada langkah ketiga yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi transaksi uang untuk korupsi dan hasil korupsi serta TPPU. Penyedia jasa keuangan harus bersikap proaktif melaporkan ke OJK maupun Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) atau KPK jika terdapat transaksi mencurigakan.
"(KPK) meminta kepada bank atau jasa keuangan lain untuk segera melaporkan pada OJK atau PPATK atau KPK jika mereka mencurigai ada transaksi yang kelihatan. Intinya, prinsip 'know your custumer' harus dijalankan dengan baik," ucapnya.
(pur)