Stunting Ancam Kualitas Anak Bangsa

Senin, 29 Oktober 2018 - 06:11 WIB
Stunting Ancam Kualitas Anak Bangsa
Stunting Ancam Kualitas Anak Bangsa
A A A
JAKARTA - Salah satu tantangan yang harus dihadapi di sisa 1 tahun pemerintahan Jokowi-JK adalah stunting (tumbuh pendek). Karena stunting merupakan prediktor rendahnya kualitas sumber daya manusia yang dampaknya menimbulkan risiko penurunan kemampuan produktif suatu bangsa.

Masalah sebenarnya bukan pada tubuh yang pendek, akan tetapi jika seseorang terkena stunting proses lain di dalam tubuh akan terhambat, termasuk pertumbuhan otak yang berdampak pada kecerdasan. Ini yang mengkhawatirkan. Dan, Indonesia merupakan negara nomor lima dengan angka stunting (kerdil) tertinggi di dunia. Lebih kurang sebanyak 9 juta anak balita Indonesia (37%) mengalami stunting.

Seperti yang diterangkan Asisten Deputi (Asdep) Ketahanan Gizi, Kesehatan Ibu dan Anak, dan Kesehatan Lingkungan, Kementerian Koordinator (Kemenko) Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Meida Octarina bahwa menurut hasil riset kesehatan dasar yang dilakukan setiap lima tahun sekali, jumlah anak Indonesia yang mengalami stunting sebesar 37,2%. Hal ini setara dengan 9 juta anak balita di seluruh Indonesia.

“Dengan jumlah ini, kita adalah penyumbang angka stunting kelima di dunia. Jumlah anak balita seluruh dunia yang stunting 150-an juta, kita salah satu penyumbangnya,” katanya.

Angka ini tentu sangat mengkhawatirkan. Mengingat stunting dapat mengancam masa depan bangsa. “Jika stunting tidak ditangani secara baik maka berdampak pada masa depan sumber daya manusia (SDM) Indonesia mendatang. Pasalnya jika mengalami stunting maka perkembangan otak tidaklah maksimal. Sehingga tidak dapat menjadi SDM unggul,”Jelasnya.

Dari sisi ekonomi, stunting juga menyebabkan pembiayaan yang tinggi. Bahkan dinyatakan kerugian akibat stunting mencapai hingga Rp300 triliun. Angka yang fantastis. “Dari segi ekonomi, pembiayaan kesehatan jadi tinggi. Karena sudah ada penelitian bahwa anak-anak yang stunting akan menjadi penderita penyakit tidak menular, seperti diabetes, hipertensi, stroke. Kerugian per tahunnya Rp300 triliun. Tapi kalau kita investasikan untuk pencegahan dan pengurangan bisa mendapatkan 48 kali lipat,” paparnya.

Lantas, Apa Penyebab Stunting?

Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan asupan gizi kurang dalam waktu cukup lama akibat pemberian makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi.Doddy Izwardy, Direktur Direktorat Gizi Masyarakat Kementerian Kesehatan menjelaskan, stunting merupakan kondisi gagal pertumbuhan pada anak, yakni pertumbuhan tubuh dan otak akibat kekurangan gizi dalam waktu yang lama.

Sehingga, anak lebih pendek dari anak normal seusianya dan memiliki keterlambatan dalam berpikir. Kekurangan gizi dalam waktu lama itu terjadi sejak janin dalam kandungan sampai awal kehidupan anak, yakni 1.000 hari pertama kelahiran.

“Biasanya, stunting baru terlihat setelah anak berusia dua tahun. Stunting ini berdampak pada tingkat kecerdasan, kerentanan terhadap penyakit dan menurunkan produktivitas,” ungkapnya.

Ada beberapa penyebab stunting menurut Doddy. Penyebab tersebut diantaranya rendahnya akses terhadap makanan bergizi, rendahnya asupan vitamin dan mineral, serta buruknya keragaman pangan dan sumber protein hewani. Selain itu, faktor ibu dan pola asuh yang kurang baik terutama pada perilaku dan praktik pemberian makan kepada anak juga menjadi penyebab anak stunting.

“Ibu yang masa remajanya kurang nutrisi, bahkan di masa kehamilan, dan laktasi akan sangat berpengaruh pada pertumbuhan tubuh dan otak anak. Faktor lain yang menyebabkan stunting adalah terjadi infeksi pada ibu, kehamilan remaja, gangguan mental pada ibu, jarak kelahiran anak yang pendek, dan hipertensi. Selain itu, rendahnya akses terhadap pelayanan kesehatan termasuk akses sanitasi dan air bersih menjadi salah satu faktor yang sangat mempengaruhi pertumbuhan anak,” jelas Doddy.
(akn)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5433 seconds (0.1#10.140)