Perekaman Biometrik Visa ke Arab Saudi Diduga Disalahgunakan
A
A
A
JAKARTA - Perekaman biometrik (sidik jari dan wajah) sebagai syarat permohonan visa ke Saudi Arabia diduga terjadi pelanggaran hukum. Perusahaan VFS/TasHeel sebagai penanggung jawab perekaman biometrik diduga memproses calon pekerja migran yang akan ditempatkan sebagai penata laksana rumah tangga (PLRT) ke Saudi. Padahal penempatan PLRT ke kawasan Timur Tengah, termasuk Saudi Arabia, dilarang pemerintah sejak diterbitkan Keputusan Menteri Ketenagakerjaan No 260/2015.
Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (APJATI) Ayub U Basalamah menyampaikan sinyalemen pelanggaran tersebut kepada media di Jakarta, Kamis (4/10/18). Ia menerima informasi dari beberapa pihak, banyak WNI perempuan yang diduga akan diberangkatkan sebagai PLRT melakukan perekaman biometrik untuk mendapatkan visa masuk ke Saudi.
“Jika informasi ini benar, polisi harus menangkap penanggungjawab perekaman biometrik. Siapapun yang terlibat memberangkatkan PMI (pekerja migran Indonesia) ilegal harus berhadapan dengan hukum. Polisi harus usut tuntas,” katanya.
Ayub menambahkan pelaksanaan kebijakan perekaman biometrik Saudi di Indonesia bisa mengganggu hubungan diplomatik Saudi-Indonesia yang selama ini harmonis. Longgarnya VFS/TasHeel memberikan akses kepada calon PLRT, menimbulkan dugaan sistem perekaman biometrik ini telah disusupi oknum-oknum pengirim PMI ilegal dan perdagangan manusia.
“Saya khawatir praktek perekaman biometrik yang diduga memproses calon-calon PLRT ini bisa mengganggu proses pembahasan bilateral Indonesia-Saudi bidang ketenagakerjaan yang hampir final. Bisa juga ini menciderai hubungan diplomatik kedua negara yang selama ini harmonis. Guna menghindarkan hal-hal yang lebih buruk, pemerintah sebaiknya bertindak tegas,” ujarnya.
Direktur Penempatan dan Perlindungan Tenaga kerja Luar Negeri (PPTKLN) Kementerian Ketenagakerjaan, Soes Hindharno mengaku belum mendapatkan informasi tersebut secara spesifik. Namun berkaca dari pengalaman yang terjadi selama ini, indikasi upaya pengiriman PMI ke Arab Saudi secara ilegal masih cukup besar. “Atas nama upaya melindungi pekerja migran, kami mendukung dilakukan pengusutan tersebut,” kata Soes.
Pengusutan tersebut, lanjut Soes, sama dengan upaya yang dilakukan polisi beberapa bulan lalu. Polisi mengusut pihak-pihak terkait penyedia jasa pemeriksaan kesehatan calon pekerja migran yang tidak sesuai prosedur.
Sebagaimana telah diumumkan oleh Kedutaan Besar Saudi Arabia di Jakarta beberapa hari lalu, semua pemohon jenis visa (umrah, haji, kerja, dan lainnya) untuk masuk ke Saudi harus menyertakan rekam biometrik. Kebijakan ini mulai diberlakukan 24 September 2018.
Untuk perekaman biometrik, seseorang harus mendatangi layanan perusahaan VFS/TasHeel yang ditunjuk pihak Saudi. Perusahaan ini memiliki 34 kantor cabang di Indonesia. Sebelumnya, perekaman biometrik dilakukan pada saat seseorang sudah mendarat di bandara Arab Saudi.
Lokasi perekaman biometrik di antaranya di Mall Cipinang Jakarta Timur, Epiwalk dan Pasaraya Blok M Jakarta Selatan. Semenjak kebijakan ini dilaksanakan, tempat-tempat itu ramai dikunjungi WNI yang akan mengurus visa ke Saudi.
Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (APJATI) Ayub U Basalamah menyampaikan sinyalemen pelanggaran tersebut kepada media di Jakarta, Kamis (4/10/18). Ia menerima informasi dari beberapa pihak, banyak WNI perempuan yang diduga akan diberangkatkan sebagai PLRT melakukan perekaman biometrik untuk mendapatkan visa masuk ke Saudi.
“Jika informasi ini benar, polisi harus menangkap penanggungjawab perekaman biometrik. Siapapun yang terlibat memberangkatkan PMI (pekerja migran Indonesia) ilegal harus berhadapan dengan hukum. Polisi harus usut tuntas,” katanya.
Ayub menambahkan pelaksanaan kebijakan perekaman biometrik Saudi di Indonesia bisa mengganggu hubungan diplomatik Saudi-Indonesia yang selama ini harmonis. Longgarnya VFS/TasHeel memberikan akses kepada calon PLRT, menimbulkan dugaan sistem perekaman biometrik ini telah disusupi oknum-oknum pengirim PMI ilegal dan perdagangan manusia.
“Saya khawatir praktek perekaman biometrik yang diduga memproses calon-calon PLRT ini bisa mengganggu proses pembahasan bilateral Indonesia-Saudi bidang ketenagakerjaan yang hampir final. Bisa juga ini menciderai hubungan diplomatik kedua negara yang selama ini harmonis. Guna menghindarkan hal-hal yang lebih buruk, pemerintah sebaiknya bertindak tegas,” ujarnya.
Direktur Penempatan dan Perlindungan Tenaga kerja Luar Negeri (PPTKLN) Kementerian Ketenagakerjaan, Soes Hindharno mengaku belum mendapatkan informasi tersebut secara spesifik. Namun berkaca dari pengalaman yang terjadi selama ini, indikasi upaya pengiriman PMI ke Arab Saudi secara ilegal masih cukup besar. “Atas nama upaya melindungi pekerja migran, kami mendukung dilakukan pengusutan tersebut,” kata Soes.
Pengusutan tersebut, lanjut Soes, sama dengan upaya yang dilakukan polisi beberapa bulan lalu. Polisi mengusut pihak-pihak terkait penyedia jasa pemeriksaan kesehatan calon pekerja migran yang tidak sesuai prosedur.
Sebagaimana telah diumumkan oleh Kedutaan Besar Saudi Arabia di Jakarta beberapa hari lalu, semua pemohon jenis visa (umrah, haji, kerja, dan lainnya) untuk masuk ke Saudi harus menyertakan rekam biometrik. Kebijakan ini mulai diberlakukan 24 September 2018.
Untuk perekaman biometrik, seseorang harus mendatangi layanan perusahaan VFS/TasHeel yang ditunjuk pihak Saudi. Perusahaan ini memiliki 34 kantor cabang di Indonesia. Sebelumnya, perekaman biometrik dilakukan pada saat seseorang sudah mendarat di bandara Arab Saudi.
Lokasi perekaman biometrik di antaranya di Mall Cipinang Jakarta Timur, Epiwalk dan Pasaraya Blok M Jakarta Selatan. Semenjak kebijakan ini dilaksanakan, tempat-tempat itu ramai dikunjungi WNI yang akan mengurus visa ke Saudi.
(poe)