KPK Berwenang Lakukan Pencegahan Kerugian Negara, Termasuk BUMN
A
A
A
JAKARTA - Langkah-langkah yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberikan bantuan informasi terhadap Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bukan termasuk upaya tipu muslihat, bahkan surat yang diberikan KPK dapat menjadi alat bukti yang sah dan benar.
Demikian kesimpulan yang disampaikan oleh guru besar hukum pidana dari UGM, Prof Eddy OS Hiariej, dan mantan hakim agung Dr Susanti Adi Nugroho SH MH, yang diajukan sebagai saksi ahli oleh BUMN panas bumi PT Geo Dipa Energi (Persero), di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Senin (20/8/2018).
Dalam sidang sebelumnya, pihak Bumigas yang bersengketa dengan Geo Dipa menuding adanya tipu muslihat dalam keputusan Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) dan mempersoalkan surat yang dikeluarkan oleh KPK.
Berkaitan dengan adanya surat KPK, Eddy menyatakan bahwa adanya surat KPK tidak memenuhi kategori adanya tipu muslihat karena KPK mempunyai berbagai kewenangan yang sangat luas.
"Termasuk melakukan pengawasan, pencegahan, dan penyelidikan, serta memberikan informasi yang diperlukan yang diajukan oleh BUMN karena kegiatan BUMN ada dalam ranah pengawasan KPK," katanya.
Bahkan, secara hukum surat KPK harus dianggap sah dan benar (asas het vermoeden van rechmatigheid) kecuali dapat dibuktikan sebaliknya melalui proses Pengadilan yang berwenang, bukan PN Jakarta Selatan dalam perkara ini.
"Singkatnya, adanya Surat KPK tidak dapat dikategorikan terdapat tipu muslihat," kata Eddy.
Lebih lanjut, terkait dengan Surat KPK, bagi Eddy, selama itu dikeluarkan oleh institusi resmi dan dalam bentuk resmi, tidak mungkin dianggap tipu muslihat. Sebaliknya surat itu memiliki nilai kekuatan sesuai dengan isinya.
Sementara itu, Susanti juga menyatakan tidak dapat dikatakan terdapat tipu muslihat apabila suatu pihak mengajukan dokumen pada masa sidang pembuktian di lembaga arbitrase, termasuk surat yang dikeluarkan oleh KPK.
"Jadi adanya surat KPK tidak dapat dikategorikan adanya tipu muslihat, apalagi oleh BUMN yang berada dalam ranah pengawasan KPK," kata mantan hakim agung RI tersebut.
Demikian kesimpulan yang disampaikan oleh guru besar hukum pidana dari UGM, Prof Eddy OS Hiariej, dan mantan hakim agung Dr Susanti Adi Nugroho SH MH, yang diajukan sebagai saksi ahli oleh BUMN panas bumi PT Geo Dipa Energi (Persero), di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Senin (20/8/2018).
Dalam sidang sebelumnya, pihak Bumigas yang bersengketa dengan Geo Dipa menuding adanya tipu muslihat dalam keputusan Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) dan mempersoalkan surat yang dikeluarkan oleh KPK.
Berkaitan dengan adanya surat KPK, Eddy menyatakan bahwa adanya surat KPK tidak memenuhi kategori adanya tipu muslihat karena KPK mempunyai berbagai kewenangan yang sangat luas.
"Termasuk melakukan pengawasan, pencegahan, dan penyelidikan, serta memberikan informasi yang diperlukan yang diajukan oleh BUMN karena kegiatan BUMN ada dalam ranah pengawasan KPK," katanya.
Bahkan, secara hukum surat KPK harus dianggap sah dan benar (asas het vermoeden van rechmatigheid) kecuali dapat dibuktikan sebaliknya melalui proses Pengadilan yang berwenang, bukan PN Jakarta Selatan dalam perkara ini.
"Singkatnya, adanya Surat KPK tidak dapat dikategorikan terdapat tipu muslihat," kata Eddy.
Lebih lanjut, terkait dengan Surat KPK, bagi Eddy, selama itu dikeluarkan oleh institusi resmi dan dalam bentuk resmi, tidak mungkin dianggap tipu muslihat. Sebaliknya surat itu memiliki nilai kekuatan sesuai dengan isinya.
Sementara itu, Susanti juga menyatakan tidak dapat dikatakan terdapat tipu muslihat apabila suatu pihak mengajukan dokumen pada masa sidang pembuktian di lembaga arbitrase, termasuk surat yang dikeluarkan oleh KPK.
"Jadi adanya surat KPK tidak dapat dikategorikan adanya tipu muslihat, apalagi oleh BUMN yang berada dalam ranah pengawasan KPK," kata mantan hakim agung RI tersebut.
(pur)