Butuh Program Khusus Bentengi Mahasiswa dari Radikalisme

Kamis, 09 Agustus 2018 - 12:50 WIB
Butuh Program Khusus...
Butuh Program Khusus Bentengi Mahasiswa dari Radikalisme
A A A
JAKARTA - Mahasiswa baru yang masih labil dan memiliki keingintahuan tinggi sangat rentan disusupi radikalisme dan terorisme.

Bila tidak dibentengi, para generasi penerus bangsa ini bisa saja terjerumus dalam paham-paham tersebut. Karena itu, perguruan tinggi harus memberikan program khusus penguatan nasionalisme dan kebangsaan serta pembekalan tentang radikalisme dan terorisme di masa orientasi.

Hal tersebut diungkapka Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komisaris Jenderal Polisi Suhardi Alius saat memberikan pembekalan kepada sekitar 5.800 mahasiswa baru di Universitas Andalas (Unand) dan lebih dari 3.000 mahasiswa baru di Universitas Negeri Padang (UNP), Padang, Sumatera Barat, Rabu 8 Agustus 2018.

“Para mahasiswa baru adalah masa depan Indonesia, orang-orang pintar, kalian jadi target. Ini karena anak-anak muda yang masih labil, rasa ingin tahu yang tinggi sehingga jadi sasaran brain washing. Kalian harus hati-hati. Persiapkan diri kalian dengan baik, karena bangsa ini ke depan kalian yang akan pimpin,” ujar Suhardi di hadapan para mahasiswa baru di dua kampus tersebut.

Dia menjelaskan pentingnya program khusus dari universitas atau perguruan tinggi pada masa orientasi mahasiswa. Program itu berupa penguatan jiwa nasionalisme dan kebangsaan serta pembekalan terhadap paham radikal terorisme.

“Semua perguruan tinggi harus mengalokasikan pola untuk mengundang siapa pun itu untuk memberikan pemahaman dalam pencegahan bahaya radikalisme di lingkungan kampus dan harus terstruktur seluruhnya. Apakah perguruan tinggi negeri, swasta, di awal-awal penerimaan mahasiswa baru sebaiknya diprogramkan untuk diisi dengan ceramah-ceramah terkait pencegahan radikal terorisme," ujar mantan Kepala Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri ini.

Suhardi juga menyampaikan materi-materi yang harus dipahami para mahasiswa juga para tenaga pendidik dan semua sivitas akademika. Dia menjelaskan pentingnya pemahaman terhadap makna kata radikal.

“Hati-hati menggunakan istilah radikal. Radikalisme itu juga ada yang positif. Pahlawan zaman dahulu menggunakan istilah radikal agar bebas dari penjajah, itu baik. Tapi yang saya maksud di sini adalah radikal negatif, yaitu anti-NKRI, anti-Pancasila, intoleransi dan penyebar paham takfiri, yang suka mengkafir-kafirkan orang. Ini yang sangat berbahaya dan harus dilawan,” tuturnya.

Dia juga menjelaskan terkait tereduksinya nilai-nilai kebudayaan dan kearifan lokal. Alhasil, sering terjadi permusuhan dan pertikaian dalam masyarakat. Itu menjadi tantangan berat dalam masyarakat. Untuk itu ia ingin mengembalikan dan memompa semangat para generasi muda untuk cinta terhadap Tanah Air dan kebudayaan lokal tersebut.

“Nilai-nilai lokal, rasa persaudaraan kita sekarang tergerus, tereduksi. Seperti kata mantan Presiden Soekarno, “perjuangan kita lebih berat, karena menghadapi bangsa kita sendiri”. Kalau zaman dahulu kita hadapi penjajah dengan bambu runcing, zaman sekarang? Saudara kita sendiri yang memecah belah,” ujar Suhardi.

Menurut dia, masalah kebangsaan tidak bisa hanya diselesaikan dengan logika,sehingga perlu digunakan perasaan dan hati, sehingga bisa menyentuh akar masalahnya.

“Masalah kebangsaan, saya tidak pakai logika, saya pakai hati. Kalau berbicara dengan dengan logika tidak akan selesai, harus pakai perasaan. Ingat, Republik ini bukan hanya untuk kalian, tetapi anak cucu kalian, pertanyaannya apa yang kita wariskan? Kita harus merawat kebinekaan ini,” katanya.
(dam)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7342 seconds (0.1#10.140)