Datangi Sukamiskin, Fahri Hamzah Ingin Napi Dapat Fasilitas Zaman Now
A
A
A
BANDUNG - Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah didampingi anggota Komisi III DPR Agun Gunanjar mendatangi Lapas Sukamiskin di Jalan AH Nasution, Kota Bandung, Sabtu (28/7/2018). Usai melihat kondisi lapas, Fahri meminta pemerintah memperlakukan para napi lebih manusiawi dengan memberikan fasilitas yang layak.
Fahri mengatakan, Lapas Sukamiskin sudah berusia 100 tahun. Ia menilai kondisi gedung dan fasilitas di dalamnya yang merupakan standar Pemerintah Kolonial Belanda, sudah tidak layak sebagai tempat memenjarakan orang Indonesia.
"Saya juga tadi melihat kamar sel yang pernah ditempati Bung Karno. Karena itu, kalau ada orang mengganti dari closet jongkok ke closet duduk, wajar. Kalau masa Belanda 100 tahun lalu kita pakai kloset jongkok, tentu sudah tidak layak lagi sekarang. Kondisinya sudah rusak, bocor, dan hancur. Masa kita enggak boleh pakai closet duduk," ujar Fahri.
Meski begitu, dari segi kapasitas Fahri menilai Lapas Sukamiskin ini masih ideal walaupun sudah berusia 100 tahun. Sementara lapas-lapas dan rumah tangan lain sudah overload. Jumlah napi di Indonesia ini hampir sebanyak 300.000 orang, sedangkan daya tampung lapas dan rutan di Indonesia hanya 100.000. Artinya ada kelebihan kapasitas di beberapa lapas.
"Waktu saya masih di Komisi III, saya keliling Indonesia, mengunjungi rutan dan lapas. Di luar daerah itu, ada orang yang tidur berdiri. Ada yang tidur di selokan. Ada orang mendapat perlakuan buruk sekali. Pa Laoly (Menkum HAM) pernah mengatakan, lapas-Lapas di kita itu seperti neraka. Ini yang harus diperbaiki. Hak asasi manusia dan kemanusiaan harus diperhatikan," ujar dia.
Menurut Fahri, Lapas Sukamiskin seharusnya menjadi contoh, jangan justru disalahkan, difitnah, dan menyebarkan kabar bohong. KPK, kata dia, jangan mengintenvensi terlalu jauh apa yang sudah ada di Lapas Sukamiskin.
Fahri juga menilai pola pembinaan napi di Lapas Sukamiskin paling baik di seluruh Indonesia. Di sana terdapat guru besar dan orang-orang pintar. Mereka tetap ingin membaca buku dan menulis, sehingga tidak boleh dilarang.
"Mungkin KPK kaget kok ada pengajian. Mungkin dia (KPK) punya pikiran, ini orang kan orang jahat enggak perlu pengajian. Ini orangkan koruptor enggak perlu baca buku. Mungkin begitu pikirannya. Tapi itu mentalitas yang umurnya dua abad yang lalu. Sekarang itu era demokrasi, hak asasi manusia, human right, itu sudah beda. Mentalitas KPK yang salah, perlu diperbaiki. Cara melihat manusia sudah salah. Sekali lagi kita harus membantu memperbaiki citra Lapas Sukamiskin," katanya.
Fahri memastikan akan meneruskan temuan mereka itu dengan mengundang pimpinan KPK dan Kemenkum HAM untuk mendalami masalah ini agar jangan terus menerus menjadi kampanye yang merugikan.
Ditanya soal keberadaan kulkas dan AC di dalam kamar sel napi korupsi, Fahri menilai lemari pendingin tersebut dibutuhkan karena ada napi yang sakit dan harus menyimpan obat. "Kalau tidak minum obat, nanti meninggal dunia. Memang orang di luar sana ingin ya kalau bisa koruptor itu mati aja enggak usah minum obat," katanya.
Disinggung soal pemiskinan koruptor, Fahri menjawab dengan nada tinggi. "Tidak ada Itu, tidak ada. Kamu jangan bikin hukum. Hukum ada dalam undang-undang. Kamu jangan bikin pasal sendiri, hukum ada. Jangan dendam kalian, mau memaksa-maksa orang dan mengambil tindakan melebihi hukum," tuturnya..
Fahri juga menyayangkan pembongaran saung di Lapas Sukamiskin. Sebab saung itu dibangun untuk menerima tamu, kunjungan keluarga, dan menggelar berbagai acara. Sementara tempat di Lapas Sukamiskin sangat kurang.
"Di sini orang dikunjungi oleh begitu banyak keluarganya. Ada orang bikin pengajian, kumpul-kumpul, kajian, diskusi ilmiah, buka puasa bersama dan sebagainya bisa digelar di saung. Tadinya itu bagus atas inisiatif masing-masing napi, tapi tiba-tiba disuruh dibongkar. Akhirnya tadi saya lihat, keluarga-keluarga para napi itu gelar karpet di lorong-lorong. Kita mungkin dengan perasaan dendam, rasain. Engak boleh begitu. Manusia, ya manusia, hak-hak manusia harus kita jaga," tandasnya.
Fahri mengatakan, Lapas Sukamiskin sudah berusia 100 tahun. Ia menilai kondisi gedung dan fasilitas di dalamnya yang merupakan standar Pemerintah Kolonial Belanda, sudah tidak layak sebagai tempat memenjarakan orang Indonesia.
"Saya juga tadi melihat kamar sel yang pernah ditempati Bung Karno. Karena itu, kalau ada orang mengganti dari closet jongkok ke closet duduk, wajar. Kalau masa Belanda 100 tahun lalu kita pakai kloset jongkok, tentu sudah tidak layak lagi sekarang. Kondisinya sudah rusak, bocor, dan hancur. Masa kita enggak boleh pakai closet duduk," ujar Fahri.
Meski begitu, dari segi kapasitas Fahri menilai Lapas Sukamiskin ini masih ideal walaupun sudah berusia 100 tahun. Sementara lapas-lapas dan rumah tangan lain sudah overload. Jumlah napi di Indonesia ini hampir sebanyak 300.000 orang, sedangkan daya tampung lapas dan rutan di Indonesia hanya 100.000. Artinya ada kelebihan kapasitas di beberapa lapas.
"Waktu saya masih di Komisi III, saya keliling Indonesia, mengunjungi rutan dan lapas. Di luar daerah itu, ada orang yang tidur berdiri. Ada yang tidur di selokan. Ada orang mendapat perlakuan buruk sekali. Pa Laoly (Menkum HAM) pernah mengatakan, lapas-Lapas di kita itu seperti neraka. Ini yang harus diperbaiki. Hak asasi manusia dan kemanusiaan harus diperhatikan," ujar dia.
Menurut Fahri, Lapas Sukamiskin seharusnya menjadi contoh, jangan justru disalahkan, difitnah, dan menyebarkan kabar bohong. KPK, kata dia, jangan mengintenvensi terlalu jauh apa yang sudah ada di Lapas Sukamiskin.
Fahri juga menilai pola pembinaan napi di Lapas Sukamiskin paling baik di seluruh Indonesia. Di sana terdapat guru besar dan orang-orang pintar. Mereka tetap ingin membaca buku dan menulis, sehingga tidak boleh dilarang.
"Mungkin KPK kaget kok ada pengajian. Mungkin dia (KPK) punya pikiran, ini orang kan orang jahat enggak perlu pengajian. Ini orangkan koruptor enggak perlu baca buku. Mungkin begitu pikirannya. Tapi itu mentalitas yang umurnya dua abad yang lalu. Sekarang itu era demokrasi, hak asasi manusia, human right, itu sudah beda. Mentalitas KPK yang salah, perlu diperbaiki. Cara melihat manusia sudah salah. Sekali lagi kita harus membantu memperbaiki citra Lapas Sukamiskin," katanya.
Fahri memastikan akan meneruskan temuan mereka itu dengan mengundang pimpinan KPK dan Kemenkum HAM untuk mendalami masalah ini agar jangan terus menerus menjadi kampanye yang merugikan.
Ditanya soal keberadaan kulkas dan AC di dalam kamar sel napi korupsi, Fahri menilai lemari pendingin tersebut dibutuhkan karena ada napi yang sakit dan harus menyimpan obat. "Kalau tidak minum obat, nanti meninggal dunia. Memang orang di luar sana ingin ya kalau bisa koruptor itu mati aja enggak usah minum obat," katanya.
Disinggung soal pemiskinan koruptor, Fahri menjawab dengan nada tinggi. "Tidak ada Itu, tidak ada. Kamu jangan bikin hukum. Hukum ada dalam undang-undang. Kamu jangan bikin pasal sendiri, hukum ada. Jangan dendam kalian, mau memaksa-maksa orang dan mengambil tindakan melebihi hukum," tuturnya..
Fahri juga menyayangkan pembongaran saung di Lapas Sukamiskin. Sebab saung itu dibangun untuk menerima tamu, kunjungan keluarga, dan menggelar berbagai acara. Sementara tempat di Lapas Sukamiskin sangat kurang.
"Di sini orang dikunjungi oleh begitu banyak keluarganya. Ada orang bikin pengajian, kumpul-kumpul, kajian, diskusi ilmiah, buka puasa bersama dan sebagainya bisa digelar di saung. Tadinya itu bagus atas inisiatif masing-masing napi, tapi tiba-tiba disuruh dibongkar. Akhirnya tadi saya lihat, keluarga-keluarga para napi itu gelar karpet di lorong-lorong. Kita mungkin dengan perasaan dendam, rasain. Engak boleh begitu. Manusia, ya manusia, hak-hak manusia harus kita jaga," tandasnya.
(thm)