Berbekal Parpol Koalisi, Mudahkan Langkah Jokowi di Pilpres
A
A
A
JAKARTA - Kalkulasi elektabilitas koalisi parpol pengusung Presiden Joko Widodo (Jokowi) tertinggi. Acuannya rilis hasil survei yang dikeluarkan oleh Lembaga Survei Indonesia (LSI) Denny JA.
LSI ini menempatkan tiga parpol sebagai kandidat pemenang Pemilu 2019. Dominasinya dipegang oleh koalisi parpol pengusung Jokowi.
"Ada tiga parpol yang akan bersaing ketat di Pemilu 2019. Mereka ini akan bertarung memperebutkan suara," ungkap Peneliti Senior LSI Rully Akbar, Jumat (27/7/2018).
Hasil survei yang dilakukan LSI menunjukan, tiga parpol diprediksi punya elektabilitas tinggi. Mereka adalah PDIP, Golkar, dan Gerindra. Ketiganya diprediksi akan mendulang banyak suara di Pemilu 2019.
Mengacu hasil survei LSI, elektabilitas tertinggi dimiliki PDIP dengan angka 21,1%. Posisi dua dimiliki Golkar dengan 15,8%, baru diikuti Gerindra 15,2% pada urutan tiga.
"Posisi tiga partai teratas memang diisi oleh PDIP, Golkar, dan Gerindra. Mereka ini bisa dikatakan masuk dalam divisi utama," tutur Rully.
Menariknya, elektabilitas parpol tersebut di Pemilu tidak terpengaruh oleh Pikada serentak 2018. Jadi, peta kekuatan parpol saat ini murni untuk Pemilu 2019. Sebab, komposisi parpol 'divisi utama' juga tidak mengalami perubahan sebelum pelaksanaan Pilkada.
Sebelum Pilkada serentak, PDIP memiliki elektabilitas 21,7%. Slot berikutnya diisi oleh Golkar dengan 15,3%, lalu diikuti Gerindra dengan 14,7%.
"Elektabilitas partai saat ini tidak terpengaruh oleh Pilkada yang dilakukan serentak. Untuk komposisi elektabilitas menuju 2019 tentu sangat riil. Hasilnya tentu menarik. Sebab, kekuatan elektoral partai ini tidak beranjak jauh dari perolehan partai sebelum Pilkada 2018," ujar Rully lagi.
Rully pun menambahkan, PDIP dan Gerindra memiliki prosentase kemenangan di bawah 50% dalam Pilkada 2018. Namun, pemilik suara ini memiliki kepercayaan lebih kepada mereka.
"Prosentase kedua parpol di Pilkada 2018 memang tidak istimewa. Namun, mereka memiliki massa dan pendukung yang kuat. Otomatis PDIP dan Gerindra stabil di level nasional," lanjutnya.
Terlepas dari komposisi parpol ‘divisi utama’, koalisi Jokowi juga masih unggul. Berada sebagai parpol kategori menengah, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) memiliki elektabilitas 7,2%. Angka ini unggul jauh atas Partai Demokrat yang memiliki angka 5,4%, lalu disusul PKS dengan 4,2%. LSI lalu beropini bila elektabilitas partai level akan naik bila terkoneksi dengan salah satu capres.
"Suara dari ketiga partai ini bisa melompat naik. Syaratnya terasosiasi dengan salah kandidat presiden di Pilpres 2019. Atau, minimal mereka memiliki program populer yang menyentuh pemilih mayoritas," tuturnya.
Selain di level atas dan menengah, koalisi parpol pengusung Jokowi juga kuat di bawah. Sebab, PPP ini memiliki elektabilitas 3,8%. Perindo punya angka 3,1%, lalu disusul Nasdem dengan 3%. Sebagai mitra koalisi Gerinda dan PKS, PAN pun memiliki angka 2,1%. Mereka masih berpotensi merangsek ke atas, asalkan melakukan branding besar secara nasional.
"Partai-partai tersebut masih bisa mendapatkan suara maksimal, asalkan terus melakukan branding. Mereka juga mengoptimalkan peran caleg yang memiliki magnet elektoral, lalu menggerakan mesin partai sejak dini. Sebab, mereka juga harus menjaga dari garis Parliamentary Threshold," tegasnya.
LSI ini menempatkan tiga parpol sebagai kandidat pemenang Pemilu 2019. Dominasinya dipegang oleh koalisi parpol pengusung Jokowi.
"Ada tiga parpol yang akan bersaing ketat di Pemilu 2019. Mereka ini akan bertarung memperebutkan suara," ungkap Peneliti Senior LSI Rully Akbar, Jumat (27/7/2018).
Hasil survei yang dilakukan LSI menunjukan, tiga parpol diprediksi punya elektabilitas tinggi. Mereka adalah PDIP, Golkar, dan Gerindra. Ketiganya diprediksi akan mendulang banyak suara di Pemilu 2019.
Mengacu hasil survei LSI, elektabilitas tertinggi dimiliki PDIP dengan angka 21,1%. Posisi dua dimiliki Golkar dengan 15,8%, baru diikuti Gerindra 15,2% pada urutan tiga.
"Posisi tiga partai teratas memang diisi oleh PDIP, Golkar, dan Gerindra. Mereka ini bisa dikatakan masuk dalam divisi utama," tutur Rully.
Menariknya, elektabilitas parpol tersebut di Pemilu tidak terpengaruh oleh Pikada serentak 2018. Jadi, peta kekuatan parpol saat ini murni untuk Pemilu 2019. Sebab, komposisi parpol 'divisi utama' juga tidak mengalami perubahan sebelum pelaksanaan Pilkada.
Sebelum Pilkada serentak, PDIP memiliki elektabilitas 21,7%. Slot berikutnya diisi oleh Golkar dengan 15,3%, lalu diikuti Gerindra dengan 14,7%.
"Elektabilitas partai saat ini tidak terpengaruh oleh Pilkada yang dilakukan serentak. Untuk komposisi elektabilitas menuju 2019 tentu sangat riil. Hasilnya tentu menarik. Sebab, kekuatan elektoral partai ini tidak beranjak jauh dari perolehan partai sebelum Pilkada 2018," ujar Rully lagi.
Rully pun menambahkan, PDIP dan Gerindra memiliki prosentase kemenangan di bawah 50% dalam Pilkada 2018. Namun, pemilik suara ini memiliki kepercayaan lebih kepada mereka.
"Prosentase kedua parpol di Pilkada 2018 memang tidak istimewa. Namun, mereka memiliki massa dan pendukung yang kuat. Otomatis PDIP dan Gerindra stabil di level nasional," lanjutnya.
Terlepas dari komposisi parpol ‘divisi utama’, koalisi Jokowi juga masih unggul. Berada sebagai parpol kategori menengah, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) memiliki elektabilitas 7,2%. Angka ini unggul jauh atas Partai Demokrat yang memiliki angka 5,4%, lalu disusul PKS dengan 4,2%. LSI lalu beropini bila elektabilitas partai level akan naik bila terkoneksi dengan salah satu capres.
"Suara dari ketiga partai ini bisa melompat naik. Syaratnya terasosiasi dengan salah kandidat presiden di Pilpres 2019. Atau, minimal mereka memiliki program populer yang menyentuh pemilih mayoritas," tuturnya.
Selain di level atas dan menengah, koalisi parpol pengusung Jokowi juga kuat di bawah. Sebab, PPP ini memiliki elektabilitas 3,8%. Perindo punya angka 3,1%, lalu disusul Nasdem dengan 3%. Sebagai mitra koalisi Gerinda dan PKS, PAN pun memiliki angka 2,1%. Mereka masih berpotensi merangsek ke atas, asalkan melakukan branding besar secara nasional.
"Partai-partai tersebut masih bisa mendapatkan suara maksimal, asalkan terus melakukan branding. Mereka juga mengoptimalkan peran caleg yang memiliki magnet elektoral, lalu menggerakan mesin partai sejak dini. Sebab, mereka juga harus menjaga dari garis Parliamentary Threshold," tegasnya.
(maf)