Napi Korupsi Dinilai Tak Harus Dibawa ke Lapas Sukamiskin
A
A
A
JAKARTA - Peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Sustira Dirga menilai, terpidana kasus korupsi tak perlu selalu ditempatkan di Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin karena dapat membuka celah praktik suap napi koruptor terhadap oknum petugas lapas untuk mendapatkan fasilitas khusus.
Dirga mengatakan seharusnya para napi memiliki hak perlakuan yang sama selama di lapas, namun karena ada praktik seperti itu menimbulkan kesenjangan antara napi korupsi yang memiliki modal kuat dan napi lainnya.
"Dan itulah yang membuat bahwa Sukamiskin menjadi penjara yang berbeda pembinaannya sehingga ada jurang diskriminasi. Bayangin saja, dulu ada salah satu media juga pernah mengeluarkan topik khusus kan terkait ini, (Sukamiskin) ada saung-saung, fasilitas lapangan basket dan fasilitas lebih lainnya," kata Dirga kepada SINDOnews.com, Minggu (22/7/2018).
Dirga menegaskan, pada dasarnya negara telah memiliki sistem pembinaan pemasyarakatan yang telah dibangun agar semua narapidana bisa kembali berbaur dengan masyarakat. Maka dari itu, menurutnya, narapidana korupsi seharusnya bisa saja ditempatkan di lapas selain Sukamiskin.
"Kan nampaknya yang ada di Sukamiskin hanya diisi (mantan) pejabat-pejabat elite, yang (narapidana) orang-orang biasa adanya di Lapas Binjai misalkan, atau di Lapas Kebon Waru. Ini yang harus dievaluasi," ucapnya.
(Baca juga: Sudah Diingatkan, Kemenkumham Kaget OTT Kalapas Sukamiskin)
Dirga berpendapat, operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Kepala Lapas Sukamiskin, Wahid Husen membuktikan, bahwa pembinaan terhadap para petugas pemasyarakatan masih lemah.
"Yang pastinya dari Kementerian Hukum dan HAM (Hak Asasi Manusia) harus diambil tindakan yang tegas yang bukan pada level mutasi seperti biasanya yang pernah kita dengar," jelasnya.
"Kalau misalnya hanya ditangani dengan sanksi seperti biasanya mutasi dan mutasi lagi. Menurut kami itu enggak menyelesaikan masalah," tambahnya.
Dirga mengatakan seharusnya para napi memiliki hak perlakuan yang sama selama di lapas, namun karena ada praktik seperti itu menimbulkan kesenjangan antara napi korupsi yang memiliki modal kuat dan napi lainnya.
"Dan itulah yang membuat bahwa Sukamiskin menjadi penjara yang berbeda pembinaannya sehingga ada jurang diskriminasi. Bayangin saja, dulu ada salah satu media juga pernah mengeluarkan topik khusus kan terkait ini, (Sukamiskin) ada saung-saung, fasilitas lapangan basket dan fasilitas lebih lainnya," kata Dirga kepada SINDOnews.com, Minggu (22/7/2018).
Dirga menegaskan, pada dasarnya negara telah memiliki sistem pembinaan pemasyarakatan yang telah dibangun agar semua narapidana bisa kembali berbaur dengan masyarakat. Maka dari itu, menurutnya, narapidana korupsi seharusnya bisa saja ditempatkan di lapas selain Sukamiskin.
"Kan nampaknya yang ada di Sukamiskin hanya diisi (mantan) pejabat-pejabat elite, yang (narapidana) orang-orang biasa adanya di Lapas Binjai misalkan, atau di Lapas Kebon Waru. Ini yang harus dievaluasi," ucapnya.
(Baca juga: Sudah Diingatkan, Kemenkumham Kaget OTT Kalapas Sukamiskin)
Dirga berpendapat, operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Kepala Lapas Sukamiskin, Wahid Husen membuktikan, bahwa pembinaan terhadap para petugas pemasyarakatan masih lemah.
"Yang pastinya dari Kementerian Hukum dan HAM (Hak Asasi Manusia) harus diambil tindakan yang tegas yang bukan pada level mutasi seperti biasanya yang pernah kita dengar," jelasnya.
"Kalau misalnya hanya ditangani dengan sanksi seperti biasanya mutasi dan mutasi lagi. Menurut kami itu enggak menyelesaikan masalah," tambahnya.
(maf)