Pilkada Usai, Saatnya Rajut Rekonsiliasi Kebangsaan
A
A
A
JAKARTA - Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2018 telah terlaksana dengan baik, aman, dan damai, sesuai dengan nilai-nilai demokrasi.
Kenyataan ini dinilai membuktikan Indonesia telah mampu menghayati dan menerapkan nilai demokrasi dalam kehidupan nyata.Setelah sempat terjadi perbedaan pandangan dan pilihan selama masa kampanye pilkada serentak, kini saatnya bangsa Indonesia kembali merajut rekonsiliasi kebangsaan sebagai bukti kemenangan demokrasi di Indonesia.
“Tidak ada untungnya bagi siapa pun, pertikaian dan permusuhan yang menodai kedamaian dan persatuan kita sebagai bangsa. Kita merdeka untuk maju bersama dan kedamaian menjadi salah satu kuncinya. Ayo berdamai, bersaudara, untuk membangun Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),” tutur Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD, di Jakarta, Rabu 4 Juli 2018.
Rekonsiliasi, kata Mahfud, harus diarahkan pada pemikiran untuk memperkuat persaudaraan dan persatuan untuk Indonesia damai. Persaudaraan yang dibangun bangsa ini dikatakannya telah lama terjalin sebagai bagian dari kultur bangsa ini.
“Jangan hanya karena perbedaan dalam momentum pemilihan pemimpin yang satu kali dalam lima tahun membuat persaudaraan itu menjadi rusak. Jangan korbankan persaudaraan hanya untuk kepentingan lima tahun," tuturnya.
Dia menilai pelaksanaan pilkada serentak telah berjalan dengan damai dan berkualitas. Kesuksesan ini menjadi bukti bahwa rakyat Indonesia adalah rakyat telah matang dalam berdemokrasi. Namun, ke depan kualitas demokrasi di Indonesia harus terus ditingkatkan, terutama menyongsong pemilu dan Pilpres 2019. Pada momentum itu gesekan politik pasti akan lebih kencang.
“Pilkada serentak telah berjalan damai dan bebas dari isu money politics yang masif. Tidak ada teror, serta tidak ada penghadangan seperti yang dikhawatirkan banyak pihak. Aparat yang semula dikhawatirkan tidak netral malah berjalan sangat netral, tidak ada laporan mengenai aparat yang tidak netral,” katanya.
Dia juga memberikan apresiasi kepada seluruh perangkat institusi penyelenggara pilkada yang telah bertugas secara profesional. Aparat Kepolisian, KPU, Bawaslu dan DKPP bersikap netral serta tidak mempunyai kecenderungan untuk memihak salah satu pasangan calon. Mahfud yakin Pemilu 2019 mendatang akan berjalan lancar.
Untuk itu, Guru Besar Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta ini meminta aparat ke depan membuat semacam cyber army. Keberadaan cyber army ini menjadi penting untuk mengimbangi provokasi yang bersifat hoaks, terutama black campaign (kampanye hitam) yang lazimnya selalu masif tersebar dalam momentum kontestasi politik.
“Berbeda dengan black campaign, negative campaign dibolehkan asalkan berupa fakta-fakta yang menunjukkan kelemahan dan kejelekan si calon. Sementara black campaign adalah fitnah dan mengada-ada,” kata Mahfud
Dia menilai, penyebaran black campaign secara masif akan mencederai proses demokrasi yang telah dibangun bangsa ini. Lebih berbahaya lagi bila terjadi penyebaran hoaks dan fitnah yang dieksploitasi kepentingan politik yang berpotensi membuat ketegangan dan konflik di tengah masyarakat.
Tidak hanya penyelenggara, Mahfud meminta masyarakat juga menjadi kunci untuk memotong akses penyebaran hoaks dan kampanye hitam.
“Masyarakat harus memiliki ketahanan terhadap penyebaran hoaks, karena di mana ‘pemain-pemain’ hoaks adalah orang terdidik, sementara penyebarnya kurang terdidik. Di sinilah dibutuhkan orang-orang waras untuk memberantas hoaks dan kampanye hitam tersebut,” kata Mahfud.
Kenyataan ini dinilai membuktikan Indonesia telah mampu menghayati dan menerapkan nilai demokrasi dalam kehidupan nyata.Setelah sempat terjadi perbedaan pandangan dan pilihan selama masa kampanye pilkada serentak, kini saatnya bangsa Indonesia kembali merajut rekonsiliasi kebangsaan sebagai bukti kemenangan demokrasi di Indonesia.
“Tidak ada untungnya bagi siapa pun, pertikaian dan permusuhan yang menodai kedamaian dan persatuan kita sebagai bangsa. Kita merdeka untuk maju bersama dan kedamaian menjadi salah satu kuncinya. Ayo berdamai, bersaudara, untuk membangun Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),” tutur Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD, di Jakarta, Rabu 4 Juli 2018.
Rekonsiliasi, kata Mahfud, harus diarahkan pada pemikiran untuk memperkuat persaudaraan dan persatuan untuk Indonesia damai. Persaudaraan yang dibangun bangsa ini dikatakannya telah lama terjalin sebagai bagian dari kultur bangsa ini.
“Jangan hanya karena perbedaan dalam momentum pemilihan pemimpin yang satu kali dalam lima tahun membuat persaudaraan itu menjadi rusak. Jangan korbankan persaudaraan hanya untuk kepentingan lima tahun," tuturnya.
Dia menilai pelaksanaan pilkada serentak telah berjalan dengan damai dan berkualitas. Kesuksesan ini menjadi bukti bahwa rakyat Indonesia adalah rakyat telah matang dalam berdemokrasi. Namun, ke depan kualitas demokrasi di Indonesia harus terus ditingkatkan, terutama menyongsong pemilu dan Pilpres 2019. Pada momentum itu gesekan politik pasti akan lebih kencang.
“Pilkada serentak telah berjalan damai dan bebas dari isu money politics yang masif. Tidak ada teror, serta tidak ada penghadangan seperti yang dikhawatirkan banyak pihak. Aparat yang semula dikhawatirkan tidak netral malah berjalan sangat netral, tidak ada laporan mengenai aparat yang tidak netral,” katanya.
Dia juga memberikan apresiasi kepada seluruh perangkat institusi penyelenggara pilkada yang telah bertugas secara profesional. Aparat Kepolisian, KPU, Bawaslu dan DKPP bersikap netral serta tidak mempunyai kecenderungan untuk memihak salah satu pasangan calon. Mahfud yakin Pemilu 2019 mendatang akan berjalan lancar.
Untuk itu, Guru Besar Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta ini meminta aparat ke depan membuat semacam cyber army. Keberadaan cyber army ini menjadi penting untuk mengimbangi provokasi yang bersifat hoaks, terutama black campaign (kampanye hitam) yang lazimnya selalu masif tersebar dalam momentum kontestasi politik.
“Berbeda dengan black campaign, negative campaign dibolehkan asalkan berupa fakta-fakta yang menunjukkan kelemahan dan kejelekan si calon. Sementara black campaign adalah fitnah dan mengada-ada,” kata Mahfud
Dia menilai, penyebaran black campaign secara masif akan mencederai proses demokrasi yang telah dibangun bangsa ini. Lebih berbahaya lagi bila terjadi penyebaran hoaks dan fitnah yang dieksploitasi kepentingan politik yang berpotensi membuat ketegangan dan konflik di tengah masyarakat.
Tidak hanya penyelenggara, Mahfud meminta masyarakat juga menjadi kunci untuk memotong akses penyebaran hoaks dan kampanye hitam.
“Masyarakat harus memiliki ketahanan terhadap penyebaran hoaks, karena di mana ‘pemain-pemain’ hoaks adalah orang terdidik, sementara penyebarnya kurang terdidik. Di sinilah dibutuhkan orang-orang waras untuk memberantas hoaks dan kampanye hitam tersebut,” kata Mahfud.
(dam)