Kasus Korupsi Tidak Berefek di Pilkada
A
A
A
JAKARTA - Kasus dugaan korupsi dan status tersangka kasus korupsi tidak berefek dalam proses pelaksanaan kontestasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2018.
Hal itu terbukti dengan adanya dua tersangka kasus dugaan korupsi yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memenangi pilkada. Mereka adalah Bupati Kabupaten Kepulauan Sula periode 2005-2010 sekaligus calon Gubernur Maluku Utara Ahmad Hidayat Mus (AHM) dan Bupati Tulungagung periode 2013- 2018 yang maju sebagai calon bupati petahana, Syahri Mulyo.
Sebelumnya, pada Pilkada Serentak 2017, Bupati Buton, Sulawesi Tenggara periode 2012-2017 Syamsu Umar Abdul Samiun alias Umar Samiun yang berpasangan dengan La Bakry (calon wakil bupati petahana) memenangi Pilkada Serentak 2017 di Kabupaten Buton melawan kotak kosong.
Saat itu Umar bahkan sudah duduk sebagai terdakwa di Pengadilan Tipikor Jakarta, majelis hakim bahkan mengizinkan Umar Samiun mengikuti pelantikan sebagai bupati Buton periode 2017-2022 di Kantor Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Umar kini sudah menjadi terpidana tiga tahun sembilan bulan penjara dan diberhentikan dari jabatannya sebagai bupati Buton periode 2017-2022.
“Ada anomali pada pilkada ini. Di Maluku Utara, sampai hitung cepat sekarang, calon yang kami usung (Ahmad Hidayat Mus) yang juga tersangka di KPK, alhamdulillah menang di Maluku Utara,” ucap Ketua DPP Golkar Bidang Media dan Penggalangan Opini Tb Ace Hasan Syadzily dalam diskusi Polemik MNC Trijaya Network di Warung Daun, Cikini, Jakarta, kemarin.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengaku sudah mendengar informasi dan melihat pemberitaan media massa bahwa ada tersangka kasus dugaan korupsi yang ditangani KPK dan menjadi calon kepala daerah malah terpilih dan menang dalam Pilkada Serentak 2018.
Menurut Febri, keterpilihan tersebut merupakan hasil dari pilihan masyarakat. “Karena itu, KPK tetap menghormati pilihan tersebut,” ujar dia. Pada sisi berbeda, Febri menggariskan, KPK tetap memisahkan antara proses politik termasuk pilkada dengan proses penegakan hukum yang dilakukan KPK.
Proses pilkada berjalan, tentu proses hukum juga demikian. Febri menggariskan, sebagai komitmen untuk penegakan hukum dan menjalankan proses hukum tersebut, KPK pun sudah menjadwalkan ulang pemeriksaan Ahmad Hidaya Mus dan Zainal Mus sebagai tersangka pada Senin (2/7). Berdasarkan hasil cepat KPU di Pilkada Serentak 2018 untuk calon gubernur-wakil gubernur Provinsi Maluku Utara hingga Jumat (29/6/2018), Ahmad Hidayat Mus bersama Rivai Umar mengungguli perolehan suara dengan 176.019 suara pemilih 31,94%.
Padahal dia sudah menjadi tersangka dugaan korupsi pengadaan pembebasan lahan Bandara Bobon pada APBD 2009 di Kabupaten Kepulauan Sula, Maluku Utara. Adapun di Tulungagung, petahana Syahri Mulyo berpasangan dengan calon Wakil Bupati petahana Maryoto Bhirowo memenangi Pilkada Tulungagung. Berdasarkan hasil perhitungan 100% formulir C-1, pasangan ini meraih mengantongi 355.966 suara pemilih atau 59,8%. Padahal, Syahri Mulyo juga merupakan tersangka kasus korupsi dalam delik penerimaan suap dan kini menjadi tahanan KPK. (Sabir Laluhu)
Hal itu terbukti dengan adanya dua tersangka kasus dugaan korupsi yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memenangi pilkada. Mereka adalah Bupati Kabupaten Kepulauan Sula periode 2005-2010 sekaligus calon Gubernur Maluku Utara Ahmad Hidayat Mus (AHM) dan Bupati Tulungagung periode 2013- 2018 yang maju sebagai calon bupati petahana, Syahri Mulyo.
Sebelumnya, pada Pilkada Serentak 2017, Bupati Buton, Sulawesi Tenggara periode 2012-2017 Syamsu Umar Abdul Samiun alias Umar Samiun yang berpasangan dengan La Bakry (calon wakil bupati petahana) memenangi Pilkada Serentak 2017 di Kabupaten Buton melawan kotak kosong.
Saat itu Umar bahkan sudah duduk sebagai terdakwa di Pengadilan Tipikor Jakarta, majelis hakim bahkan mengizinkan Umar Samiun mengikuti pelantikan sebagai bupati Buton periode 2017-2022 di Kantor Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Umar kini sudah menjadi terpidana tiga tahun sembilan bulan penjara dan diberhentikan dari jabatannya sebagai bupati Buton periode 2017-2022.
“Ada anomali pada pilkada ini. Di Maluku Utara, sampai hitung cepat sekarang, calon yang kami usung (Ahmad Hidayat Mus) yang juga tersangka di KPK, alhamdulillah menang di Maluku Utara,” ucap Ketua DPP Golkar Bidang Media dan Penggalangan Opini Tb Ace Hasan Syadzily dalam diskusi Polemik MNC Trijaya Network di Warung Daun, Cikini, Jakarta, kemarin.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengaku sudah mendengar informasi dan melihat pemberitaan media massa bahwa ada tersangka kasus dugaan korupsi yang ditangani KPK dan menjadi calon kepala daerah malah terpilih dan menang dalam Pilkada Serentak 2018.
Menurut Febri, keterpilihan tersebut merupakan hasil dari pilihan masyarakat. “Karena itu, KPK tetap menghormati pilihan tersebut,” ujar dia. Pada sisi berbeda, Febri menggariskan, KPK tetap memisahkan antara proses politik termasuk pilkada dengan proses penegakan hukum yang dilakukan KPK.
Proses pilkada berjalan, tentu proses hukum juga demikian. Febri menggariskan, sebagai komitmen untuk penegakan hukum dan menjalankan proses hukum tersebut, KPK pun sudah menjadwalkan ulang pemeriksaan Ahmad Hidaya Mus dan Zainal Mus sebagai tersangka pada Senin (2/7). Berdasarkan hasil cepat KPU di Pilkada Serentak 2018 untuk calon gubernur-wakil gubernur Provinsi Maluku Utara hingga Jumat (29/6/2018), Ahmad Hidayat Mus bersama Rivai Umar mengungguli perolehan suara dengan 176.019 suara pemilih 31,94%.
Padahal dia sudah menjadi tersangka dugaan korupsi pengadaan pembebasan lahan Bandara Bobon pada APBD 2009 di Kabupaten Kepulauan Sula, Maluku Utara. Adapun di Tulungagung, petahana Syahri Mulyo berpasangan dengan calon Wakil Bupati petahana Maryoto Bhirowo memenangi Pilkada Tulungagung. Berdasarkan hasil perhitungan 100% formulir C-1, pasangan ini meraih mengantongi 355.966 suara pemilih atau 59,8%. Padahal, Syahri Mulyo juga merupakan tersangka kasus korupsi dalam delik penerimaan suap dan kini menjadi tahanan KPK. (Sabir Laluhu)
(nfl)