Mudik Tak Sekadar Ritual Tahunan

Minggu, 03 Juni 2018 - 10:04 WIB
Mudik Tak Sekadar Ritual...
Mudik Tak Sekadar Ritual Tahunan
A A A
JAKARTA - Bagi para perantau yang tinggal sendirian di kota besar sudah bisa dipastikan akan pulang ke kampung halaman.

Tak peduli besarnya biaya yang diperlukan. Bahkan untuk mendapatkan moda transportasi, masyarakat rela berebut dan berdesakan. Lebaran selalu dikaitkan dengan kembali ke asal. Sesuai terjemahan dari Idul Fitri itu, juga berarti kembali ke asal.

Budayawan JJ Rizal mengatakan, mengunjungi kampung halaman seperti wajib dilakukan meskipun harus melewati berbagai rintangan di perjalanan, seperti kemacetan dan berdesak-desakan.

“Bahkan, sejak awal bulan puasa sudah ditandai dengan gerak mencari asal dalam bentuk ziarah kubur. Artinya kembali mengingat asal,” ungkapnya.

Pengamat sosial Astrid Novianti mengatakan mudik bagian dari tradisi, tradisi itu seperti akar. Jadi, manusia itu perlu akar untuk kembali. Istilahnya sejauh apa pun pergi, pasti pulang menjadi tujuannya.

“Kekerabatan Indonesia memang paling erat sehingga mudik dijadikan sebagai pengikat antarkeluarga. Mereka perlu satu hal yang mengikat meskipun terjadi hanya setahun sekali,” ujar Direktur Market Research di Kantar TNS ini. Hal lain, mudik kerap menjadi kebiasaan untuk diturunkan ke generasi penerus. Merekatkan generasi sebelumnya dengan generasi sekarang.

Mudik sudah menjadi budaya masyarakat Indonesia bukan hanya yang beragam islam namun juga nonmuslim. Mudik pun menjadi budaya bukan hanya masyarakat di Jawa, melainkan juga di luar Jawa. “Ini menjadi hajat nasional, pemerintah sudah harus menyiapkan sebaik mungkin sarana prasarana serta informasi mengenai mudik,” ujar sosiolog Sigit Rohadi.

Bahkan, kesuksesan pemerintahan setiap tahunnya dilihat dari pengelolaan arus mudik. Apalagi ada pergeseran budaya mudik setiap zaman. Pada era 1970-1980-an mengandalkan angkutan publik, kemudian pada 1990-an pemudik mulai adanya berangkat yang dibiayai oleh perusahaan.

“Mereka berkumpul sesama profesinya seperti sesama tukang jamu, tukang bangunan, buruh tekstil dan lainnya difasilitasi perusahaan yang selama ini mereka pasarkan produknya. Mereka Disewakan bus hal tersebut menjadi pintu masuk pengakuan perusahaan terhadap pekerja kasar,” ungkap Sigit.

Tahun 2000-an memasuki tahun di mana pemerintah melayani para pemudik dengan pembangunan infrastruktur yang lebih baik dan merata. Seperti menyediakan jalan tol disiapkan untuk pemudik. Presiden Joko Widodo sempat dikritik pada 2014 karena layanan mudik yang masih kurang. Akhirnya 2017 Jokowi mampu membuktikan dengan banyaknya pujian yang datang.

Tahun ini Sigit optimistis layanan mudik akan lebih baik lagi seiring dengan dibukanya sejumlah jalan tol. Infrastruktur yang bagus memanjakan kelas menengah untuk menggunakan kendaraan pribadi. Generasi masa kini dianggap tidak meneruskan aktivitas mudik, Sigit tidak setuju.

Animo masyarakat untuk mudik akan terus ada dan meningkat seiring dengan kemudahan akses perjalanan. Para pemudik masih rela menembus macet karena tujuan mudik bukan hanya sekadar bertemu orang tua ataupun keluarga, ada banyak hal lain yang dilakukan masyarakat.

Mudik bisa menjadi sarana baru untuk reuni dengan teman masa kecil. Ditambah jika pulang membawa kendaraan pribadi, tentu bisa jadi ajang eksistensi. Hal itu dianggap dapat menaikkan kelas mereka. “Juga tergantung barang yang dibawanya dari kota, seperti gadget terbaru,” jelas Sigit. Mudik juga dinilai sebagai sarana pelepas kejenuhan.

Tidak masalah menembus kondisi lalu lintas yang macet sepanjang jalur mudik, karena nantinya mereka akan berada di kampung halaman jauh dari aktivitas biasa yang membosankan di kota. “Kekesalan karena macet bisa hilang begitu saja karena ritual kesukaan seperti itu. Saling mengunjungi, makan kuliner daerah,” ujarnya.

Mudik juga membawa keuntungan bagi daerah tujuan pemudik. Di gerbang kota terkadang terlihat spanduk ucapan selamat datang. Ucapan tersebut diartikan sebagai penghargaan bagi masyarakat sukses di daerah lain.

Daerah pun senang karena para pemudik akan banyak melakukan konsumsi selama di daerah tersebut. “Pemudik akan menghabiskan waktu di kampungnya dengan mengunjungi tempat wisata, menikmati makanan khas juga berbelanja oleh-oleh. Tentu ini akan menambah kekuatan ekonomi daerah” pungkas Sigit. (Ananda Nararya)
(nfl)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9009 seconds (0.1#10.140)