Bom Surabaya, HT Ajak Masyarakat Jaga Persatuan Bangsa
A
A
A
JAKARTA - Rentetan aksi terorisme yang mengguncang Kota Surabaya dan daerah-daerah lain dalam satu pekan terakhir membuktikan begitu besarnya bahaya yang mengancam bangsa ini. Sejumlah tokoh agama dan tokoh nasional mengajak masyarakat untuk melawan aksi teror tersebut.
Ketua Umum Partai Perindo Hary Tanoesoedibjo (HT) meminta seluruh elemen bangsa untuk menjaga keamanan dan persatuan bangsa guna melawan tindakan terorisme. "Seluruh rakyat Indonesia harus rapatkan barisan menjaga keamanan, persatuan dan kesatuan bangsa," tulis HT di Twitter, Minggu (13/5/2018).
HT mengungkapkan rasa belasungkawa dari segenap keluarga besar Partai Perindo bagi para korban pengeboman yang menyasar tiga gereja di Surabaya.
Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu'ti menambahkan, aparatur keamanan hendaknya tidak terburu-buru menyampaikan pernyataan publik sebelum melakukan penelitian komprehensif sehingga tidak menimbulkan kesimpangsiuran. Dia juga meminta masyarakat tidak berspekulasi dan mengaitkan peristiwa pengeboman dengan gerakan politik dan kelompok agama tertentu.
"Muhammadiyah berkomitmen penuh untuk mencegah terorisme. Masalah terorisme harus diselesaikan dengan pendekatan semesta dan partisipatif. Masalah terorisme harus diselesaikan dari hulu hingga akarnya. Jika penyelesaian ini tidak dilakukan, aksi terorisme oleh aktor lain di tempat berbeda hanya persoalan waktu saja," ungkapnya.
Rangkaian aksi terorisme yang terjadi dalam beberapa hari terakhir, menurut Ketua DPR Bambang Soesatyo (Bamsoet), menunjukkan Indonesia sudah masuk kategori darurat terorisme. "Saya mengingatkan, Indonesia sudah memasuki darurat terorisme. Sebab, serangan demi serangan terorisme masih terus terjadi di beberapa wilayah Indonesia," katanya.
Bamsoet berharap tidak ada lagi ruang subur bagi para terorisme di Indonesia. Karenanya, politikus Golkar ini meminta Badan Intelijen Negara (BIN) dan aparat kepolisian segera mengusut motif dan pelaku pengeboman di Surabaya. "Negara kita tidak memberikan ruang toleransi bagi para pelaku tindakan kekerasan dan terorisme. Apalagi ini bisa mengganggu kerukunan dan keharmonisan dalam masyarakat," katanya.
Pola Baru
Soal pola dan modus baru menggunakan anak sebagai pelaku bunuh diri ini juga diakui sosiolog dari Universitas Airlangga, Bagong Suyanto. Jika dulu calon pengantin bom bunuh diri selalu didominasi laki-laki, sekarang dengan percepatan informasi melalui media sosial serta perubahan pola gerakan radikal menjadi masif.
"Ini pola baru, mereka (pelaku bom bunuh diri) di Surabaya sepertinya ingin meniru di luar negeri," ujarnya.
Tugas polisi, kata Bagong, saat ini semakin sulit dengan berkembangnya jaringan teroris yang multisektor. Pelaku bom bunuh diri bisa dilakukan semua jenis gender, umur, dan latar belakang lainnya.
Rektor UGM Panut Mulyono menilai universitasnya mendukung pemerintah untuk secara terstruktur melakukan langkah deradikalisasi dan mencegah munculnya radikalisme. "UGM mendorong pemerintah untuk mengembangkan sistem pendidikan di setiap jenjang yang mengedepankan nilai-nilai toleransi, keberagaman, dan komitmen keindonesiaan," ucapnya.
Sebagai contoh, UGM saat ini melarang segala bentuk kegiatan di lingkungan kampus yang memberi peluang bagi tumbuhnya paham dan gerakan radikal serta hal-hal yang bertentangan dengan konstitusi.
Ketua Umum Partai Perindo Hary Tanoesoedibjo (HT) meminta seluruh elemen bangsa untuk menjaga keamanan dan persatuan bangsa guna melawan tindakan terorisme. "Seluruh rakyat Indonesia harus rapatkan barisan menjaga keamanan, persatuan dan kesatuan bangsa," tulis HT di Twitter, Minggu (13/5/2018).
HT mengungkapkan rasa belasungkawa dari segenap keluarga besar Partai Perindo bagi para korban pengeboman yang menyasar tiga gereja di Surabaya.
Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu'ti menambahkan, aparatur keamanan hendaknya tidak terburu-buru menyampaikan pernyataan publik sebelum melakukan penelitian komprehensif sehingga tidak menimbulkan kesimpangsiuran. Dia juga meminta masyarakat tidak berspekulasi dan mengaitkan peristiwa pengeboman dengan gerakan politik dan kelompok agama tertentu.
"Muhammadiyah berkomitmen penuh untuk mencegah terorisme. Masalah terorisme harus diselesaikan dengan pendekatan semesta dan partisipatif. Masalah terorisme harus diselesaikan dari hulu hingga akarnya. Jika penyelesaian ini tidak dilakukan, aksi terorisme oleh aktor lain di tempat berbeda hanya persoalan waktu saja," ungkapnya.
Rangkaian aksi terorisme yang terjadi dalam beberapa hari terakhir, menurut Ketua DPR Bambang Soesatyo (Bamsoet), menunjukkan Indonesia sudah masuk kategori darurat terorisme. "Saya mengingatkan, Indonesia sudah memasuki darurat terorisme. Sebab, serangan demi serangan terorisme masih terus terjadi di beberapa wilayah Indonesia," katanya.
Bamsoet berharap tidak ada lagi ruang subur bagi para terorisme di Indonesia. Karenanya, politikus Golkar ini meminta Badan Intelijen Negara (BIN) dan aparat kepolisian segera mengusut motif dan pelaku pengeboman di Surabaya. "Negara kita tidak memberikan ruang toleransi bagi para pelaku tindakan kekerasan dan terorisme. Apalagi ini bisa mengganggu kerukunan dan keharmonisan dalam masyarakat," katanya.
Pola Baru
Soal pola dan modus baru menggunakan anak sebagai pelaku bunuh diri ini juga diakui sosiolog dari Universitas Airlangga, Bagong Suyanto. Jika dulu calon pengantin bom bunuh diri selalu didominasi laki-laki, sekarang dengan percepatan informasi melalui media sosial serta perubahan pola gerakan radikal menjadi masif.
"Ini pola baru, mereka (pelaku bom bunuh diri) di Surabaya sepertinya ingin meniru di luar negeri," ujarnya.
Tugas polisi, kata Bagong, saat ini semakin sulit dengan berkembangnya jaringan teroris yang multisektor. Pelaku bom bunuh diri bisa dilakukan semua jenis gender, umur, dan latar belakang lainnya.
Rektor UGM Panut Mulyono menilai universitasnya mendukung pemerintah untuk secara terstruktur melakukan langkah deradikalisasi dan mencegah munculnya radikalisme. "UGM mendorong pemerintah untuk mengembangkan sistem pendidikan di setiap jenjang yang mengedepankan nilai-nilai toleransi, keberagaman, dan komitmen keindonesiaan," ucapnya.
Sebagai contoh, UGM saat ini melarang segala bentuk kegiatan di lingkungan kampus yang memberi peluang bagi tumbuhnya paham dan gerakan radikal serta hal-hal yang bertentangan dengan konstitusi.
(amm)