Perlu Inovasi dalam Menyampaikan Pendidikan Kebangsaan
A
A
A
JAKARTA - Mahasiswa dinilai sebagai aset bangsa yang sangat berharga. Oleh karena itu, perlu dijaga keberadaannya dari bahaya paham radikalisme dan terorisme.
Di sini peran tenaga pendidik di lingkungan perguruan tinggi yang harus bertanggung jawab dalam mendidik para pemuda Indonesia khususnya mahasiswa agar tidak terpapar paham radikalisme.
Hal tersebut diungkapan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Komisaris Jenderal Polisi Suhardi Alius saat memberikan kuliah umum dengan tema Resonansi Kebangsaan dan Bahaya radikalisme, di auditorium di Univeristas Negeri Padang (UNP), Padang, beberapa waktu lalu. Kepala BNPT pun mengawali kuliah umum dengan wawasan kebangsaan agar mahasiswa tidak melupakan sejarah lahirnya negara ini.
“Mahasiswa merupakan ujung tombak bangsa ini dikemudian hari dalam menjaga keutuhan NKRI. Untuk itu, di setiap saya memulai kuliah umum, saya selalu mulai dengan wawasan kebangsaan. Karena jika wawasan kebangsaan sudah mulai tergerus tentu akan sulit saat mengajak semua lapisan masyarakat dalam menolak paham radikal terorisme," tuturnya.
Menurut dia, negara Indonesia berdiri karena idealisme dari para pemuda pada saat itu. Wawasan kebangsaan dikatakanya perlu untuk selalu diingatkan dan disampaikan ke seluruh tenaga pendidik dan mahasiswa yang nantinya akan menjadi sumber informasi bagi masyarakat di sekitarnya.
"Identitas diri jangan sampai hilang dari bangsa ini, jangan pernah dilupakan sumpah pemuda, kita merdeka dengan modal idealisme yang kuat dan bermodalkan bambu runcing,” tuturnya.
Menurut dia, anak sekarang tidak bisa didoktrin wawasan kebangsaan hanya dengan pola-pola lama. Untuk itu pola pendidikan kebangsaan perlu disampaikan dengan cara-cara yang lebih inovatif.
Untuk mendalami wawasan kebangsaan tidak hanya menggunakan akal dan logika, tapi juga hati. “Termasuk dalam penanganan terorisme juga perlu mendapatakan sentuhan hati yang lembut dan ikhlas. Seperti sebuah kegiatan Silaturahmi Kebangsaan Satukan NKRI yang mempertemukan para mantan narapidana aksi terorisme dengan para penyintas beberapa waktu lalu, itu kita lakukan dengan hati,” ujarnya.
Dia menyebutkan kegiatan silaturahmi yang mendapatkan apresiasi dari kalangan internasional tersebut bisa terjadi karena menggunakan pendekatan hati, bukan intervensi. Karena sumber masalah orang-orang yang termakan oleh paham radikal sangat kompleks, mulai dari masalah pendidikan, sosial, agama, dan lain sebagainya.
“Oleh karena itu penanganannya juga harus secara semesta sengan melibatkan seluruh kementerian. Apalagi saat ini BNPT sudah mendapatkan arahan dari Presiden untuk mengoordinasikan 36 kementerian dan lembaga terkait penanggulangan terorisme,” ujarnya.
Rektor UNP Prof Ganefri Ph.D yang membuka kuliah umum tersebut mengingatkan provinsi Sumatera Barat yang terlihat adem dari masalah radikal terorisme belum tentu steril dari bahaya paham ini. Karena dengan kecanggihan teknologi yang ada saat ini semua bisa diakses termasuk propaganda kelompok radikal terorisme.
“Tujuan kami yang pertama melihat kerja BNPT dalam menanggulangi terorisme sangat inovatif, ami Wilayah Sumatera Barat yang terlihat adem tidak tertutup terbebas dari virus-virus radikalisme. Untuk itu kami sampaikan terima kasih atas kehadiran kepala BNPT. Karena sudah lama ingin mengundang untuk memberikan pencerahan kepada mahasiswa UNP,” tutur Ganefri.
Dia menilai aksi BNPT yang bisa mempertemukan para mantan narapidana terorisme dengan para penyintas maupun keluarga sangat luar biasa. Begitu juga dengan beberapa inovasi-inovasi lain pola kerja BNPT yang menggunakan metode soft approuch.
“Kami sangat mengapresiasi pola tersebut. Berbeda dengan penanggulangan di negara lain yang kebanyakan main ‘sikat saja’," tandasnya.
Para hadirin yang mengikuti kuliah umum tersebut terlihat antusias dengan apa yang telah disampaikan Kepala BNPT. Terbukti dengan banyaknya peserta yang ingin bertanya langsung kepada pimpinan tertinggi Lembaga Negara yang khusus menangani permasalahan terorisme tersebut.
(dam)
Di sini peran tenaga pendidik di lingkungan perguruan tinggi yang harus bertanggung jawab dalam mendidik para pemuda Indonesia khususnya mahasiswa agar tidak terpapar paham radikalisme.
Hal tersebut diungkapan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Komisaris Jenderal Polisi Suhardi Alius saat memberikan kuliah umum dengan tema Resonansi Kebangsaan dan Bahaya radikalisme, di auditorium di Univeristas Negeri Padang (UNP), Padang, beberapa waktu lalu. Kepala BNPT pun mengawali kuliah umum dengan wawasan kebangsaan agar mahasiswa tidak melupakan sejarah lahirnya negara ini.
“Mahasiswa merupakan ujung tombak bangsa ini dikemudian hari dalam menjaga keutuhan NKRI. Untuk itu, di setiap saya memulai kuliah umum, saya selalu mulai dengan wawasan kebangsaan. Karena jika wawasan kebangsaan sudah mulai tergerus tentu akan sulit saat mengajak semua lapisan masyarakat dalam menolak paham radikal terorisme," tuturnya.
Menurut dia, negara Indonesia berdiri karena idealisme dari para pemuda pada saat itu. Wawasan kebangsaan dikatakanya perlu untuk selalu diingatkan dan disampaikan ke seluruh tenaga pendidik dan mahasiswa yang nantinya akan menjadi sumber informasi bagi masyarakat di sekitarnya.
"Identitas diri jangan sampai hilang dari bangsa ini, jangan pernah dilupakan sumpah pemuda, kita merdeka dengan modal idealisme yang kuat dan bermodalkan bambu runcing,” tuturnya.
Menurut dia, anak sekarang tidak bisa didoktrin wawasan kebangsaan hanya dengan pola-pola lama. Untuk itu pola pendidikan kebangsaan perlu disampaikan dengan cara-cara yang lebih inovatif.
Untuk mendalami wawasan kebangsaan tidak hanya menggunakan akal dan logika, tapi juga hati. “Termasuk dalam penanganan terorisme juga perlu mendapatakan sentuhan hati yang lembut dan ikhlas. Seperti sebuah kegiatan Silaturahmi Kebangsaan Satukan NKRI yang mempertemukan para mantan narapidana aksi terorisme dengan para penyintas beberapa waktu lalu, itu kita lakukan dengan hati,” ujarnya.
Dia menyebutkan kegiatan silaturahmi yang mendapatkan apresiasi dari kalangan internasional tersebut bisa terjadi karena menggunakan pendekatan hati, bukan intervensi. Karena sumber masalah orang-orang yang termakan oleh paham radikal sangat kompleks, mulai dari masalah pendidikan, sosial, agama, dan lain sebagainya.
“Oleh karena itu penanganannya juga harus secara semesta sengan melibatkan seluruh kementerian. Apalagi saat ini BNPT sudah mendapatkan arahan dari Presiden untuk mengoordinasikan 36 kementerian dan lembaga terkait penanggulangan terorisme,” ujarnya.
Rektor UNP Prof Ganefri Ph.D yang membuka kuliah umum tersebut mengingatkan provinsi Sumatera Barat yang terlihat adem dari masalah radikal terorisme belum tentu steril dari bahaya paham ini. Karena dengan kecanggihan teknologi yang ada saat ini semua bisa diakses termasuk propaganda kelompok radikal terorisme.
“Tujuan kami yang pertama melihat kerja BNPT dalam menanggulangi terorisme sangat inovatif, ami Wilayah Sumatera Barat yang terlihat adem tidak tertutup terbebas dari virus-virus radikalisme. Untuk itu kami sampaikan terima kasih atas kehadiran kepala BNPT. Karena sudah lama ingin mengundang untuk memberikan pencerahan kepada mahasiswa UNP,” tutur Ganefri.
Dia menilai aksi BNPT yang bisa mempertemukan para mantan narapidana terorisme dengan para penyintas maupun keluarga sangat luar biasa. Begitu juga dengan beberapa inovasi-inovasi lain pola kerja BNPT yang menggunakan metode soft approuch.
“Kami sangat mengapresiasi pola tersebut. Berbeda dengan penanggulangan di negara lain yang kebanyakan main ‘sikat saja’," tandasnya.
Para hadirin yang mengikuti kuliah umum tersebut terlihat antusias dengan apa yang telah disampaikan Kepala BNPT. Terbukti dengan banyaknya peserta yang ingin bertanya langsung kepada pimpinan tertinggi Lembaga Negara yang khusus menangani permasalahan terorisme tersebut.
(dam)