Ketum Fatayat NU: Ini Konbes Paling Keren yang Saya Tahu
A
A
A
AMBON - Konferensi Besar (Konbes) XVI Fatayat NU di Ambon berakhir hari ini. Event yang digelar sejak Kamis 26 April 2018 lalu itu diikuti seluruh perwakilan pengurus wilayah Fatayat NU se-Indonesia. Agendanya banyak dan variatif. Tidak hanya berdiskusi persoalan global dan evaluasi internal, event ini juga diramaikan dengan kegiatan seni budaya dan sosial.
Beberapa menteri Kabinet Kerja turut hadir, salah satunya Menristek Dikti, M Natsir yang secara resmi membuka acara Konbes. Menpora Imam Nahrawi hadir meresmikan pameran fotografi dan mural kebangsaan. Sementara Mendes PDTT Eko Putro Sanjoyo mengisi seminar tentang strategi optimasi penggunaan dana desa dengan melibatkan peran organisasi masyarakat.
Banyak pesan yang disampaikan selama perhelatan Konbes berlangsung. Pesan sosial, pesan budaya, politik dan kebangsaan. Semua terangkum atas inspirasi perempuan berdaya dari Timur Indonesia.
"Saya bangga sekali ini event Konbes Fatayat NU paling keren yang saya tahu. Senangnya lagi ada beberapa ide original yang muncul di Ambon ini," kata Ketua Umum Fatayat NU Anggia Ermarini dalam pidato penutupannya.
Dalam konbes juga terlontar ide inovatif yakni pembuatan Fatayat TV. TV ini nantinya mengakomodir seluruh kegiatan Fatayat dari pusat sampai akar rumput, sekaligus menjadi media pemberdayaan bagi anak dan perempuan.
"Jadi sekarang kita tahu perempuan Indonesia timur itu sebenarnya hebat-hebat dan potensinya besar. Tapi kenapa nggak banyak orang tahu? Ya itu karena kurangnya media yang mengakomodir dan mempromosikan," tambahnya.
Ada empat rekomendasi utama yang dihasilkan dalam Konbes ini. Pertama, rekomendasi advokasi dan hukum, kesehatan, ekonomi dan politik. Dengan makin tingginya angka kekerasan terhadap anak dan perempuan Fatayat NU meminta pemerintah dan pihak berwenang lainnya agar lebih tegas lagi payung hukumnya. Sehingga kedepannya, Indonesia bisa mengurangi angka itu.
Kedua, pemerintah juga diminta lebih serius menangani masalah kesehatan ibu dan anak. Bagaimana upaya menangani kasus tumbuh kembang atau stunting yang saat ini masih 37% dialami oleh anak Indonesia. Termasuk upaya pencegahan lainnya melalui gerakan sadar sehat.
Ketiga, pemerintah diminta untuk membuka peluang ekonomi seluas-luasnya bagi perempuan. Termasuk di dalamnya peraturan atau kebijakan yang diproduksi harus ramah perempuan.
Keempat, Fatayat NU mendorong peran perempuan yang lebih aktif dan partisipatif dalam kancah politik. Perempuan yang memiliki potensi baik harus mau masuk ke jajaran pengambil kebijakan di sektor publik demi mengurangi tingginya angka ketertinggalan perempuan di banyak hal.
Anggia juga sempat menyinggung konstelasi politik Indonesia akhir-akhir ini. Geliat tahun politik sudah mulai naik temperatur. Anggia berharap Fatayat NU dan perempuan Indonesia lainnya mau menjadi agen perdamaian.
"Karena ini sangat sensitif, masalah politik saja bisa sampai bikin orang marahan dan nggak nyapa. Saya yakin perempuan memiliki skill komunikasi yang lebih luwes. Tujuannya untuk meredam potensi konflik dari scope terkecil yaitu keluarga," jelasnya.
Anggia juga menyampaikan harapan besarnya negeri ini dapat dipimpin oleh mayoritas santri. Menurutnya, pemimpin suatu daerah yang memiliki latar belakang pesantren pasti mempunyai kelebihan atau nilai plus.
"Kalau soal leadership, manajemen, cara diplomasi atau komunikasi saya pikir semua orang bisa tetapi akan beda kalau nilai plusnya seorang pemimpin itu juga menguasai ilmu agama. Ya kan antara nilai-nilai bangsa dan agama menyatu dan nggak bisa dipisahkan," imbuhnya.
Anggia juga menyematkan harapan agar ada seorang pemimpin negara yang berlatar Nahdliyin. Pasalnya, Indonesia dengan mayoritas penduduknya Islam dan NU. Maka, dia memgajak masyarakat Indonesia agar cerdas dan selektif dalam menentukan pilihan pemimpinnya.
Beberapa menteri Kabinet Kerja turut hadir, salah satunya Menristek Dikti, M Natsir yang secara resmi membuka acara Konbes. Menpora Imam Nahrawi hadir meresmikan pameran fotografi dan mural kebangsaan. Sementara Mendes PDTT Eko Putro Sanjoyo mengisi seminar tentang strategi optimasi penggunaan dana desa dengan melibatkan peran organisasi masyarakat.
Banyak pesan yang disampaikan selama perhelatan Konbes berlangsung. Pesan sosial, pesan budaya, politik dan kebangsaan. Semua terangkum atas inspirasi perempuan berdaya dari Timur Indonesia.
"Saya bangga sekali ini event Konbes Fatayat NU paling keren yang saya tahu. Senangnya lagi ada beberapa ide original yang muncul di Ambon ini," kata Ketua Umum Fatayat NU Anggia Ermarini dalam pidato penutupannya.
Dalam konbes juga terlontar ide inovatif yakni pembuatan Fatayat TV. TV ini nantinya mengakomodir seluruh kegiatan Fatayat dari pusat sampai akar rumput, sekaligus menjadi media pemberdayaan bagi anak dan perempuan.
"Jadi sekarang kita tahu perempuan Indonesia timur itu sebenarnya hebat-hebat dan potensinya besar. Tapi kenapa nggak banyak orang tahu? Ya itu karena kurangnya media yang mengakomodir dan mempromosikan," tambahnya.
Ada empat rekomendasi utama yang dihasilkan dalam Konbes ini. Pertama, rekomendasi advokasi dan hukum, kesehatan, ekonomi dan politik. Dengan makin tingginya angka kekerasan terhadap anak dan perempuan Fatayat NU meminta pemerintah dan pihak berwenang lainnya agar lebih tegas lagi payung hukumnya. Sehingga kedepannya, Indonesia bisa mengurangi angka itu.
Kedua, pemerintah juga diminta lebih serius menangani masalah kesehatan ibu dan anak. Bagaimana upaya menangani kasus tumbuh kembang atau stunting yang saat ini masih 37% dialami oleh anak Indonesia. Termasuk upaya pencegahan lainnya melalui gerakan sadar sehat.
Ketiga, pemerintah diminta untuk membuka peluang ekonomi seluas-luasnya bagi perempuan. Termasuk di dalamnya peraturan atau kebijakan yang diproduksi harus ramah perempuan.
Keempat, Fatayat NU mendorong peran perempuan yang lebih aktif dan partisipatif dalam kancah politik. Perempuan yang memiliki potensi baik harus mau masuk ke jajaran pengambil kebijakan di sektor publik demi mengurangi tingginya angka ketertinggalan perempuan di banyak hal.
Anggia juga sempat menyinggung konstelasi politik Indonesia akhir-akhir ini. Geliat tahun politik sudah mulai naik temperatur. Anggia berharap Fatayat NU dan perempuan Indonesia lainnya mau menjadi agen perdamaian.
"Karena ini sangat sensitif, masalah politik saja bisa sampai bikin orang marahan dan nggak nyapa. Saya yakin perempuan memiliki skill komunikasi yang lebih luwes. Tujuannya untuk meredam potensi konflik dari scope terkecil yaitu keluarga," jelasnya.
Anggia juga menyampaikan harapan besarnya negeri ini dapat dipimpin oleh mayoritas santri. Menurutnya, pemimpin suatu daerah yang memiliki latar belakang pesantren pasti mempunyai kelebihan atau nilai plus.
"Kalau soal leadership, manajemen, cara diplomasi atau komunikasi saya pikir semua orang bisa tetapi akan beda kalau nilai plusnya seorang pemimpin itu juga menguasai ilmu agama. Ya kan antara nilai-nilai bangsa dan agama menyatu dan nggak bisa dipisahkan," imbuhnya.
Anggia juga menyematkan harapan agar ada seorang pemimpin negara yang berlatar Nahdliyin. Pasalnya, Indonesia dengan mayoritas penduduknya Islam dan NU. Maka, dia memgajak masyarakat Indonesia agar cerdas dan selektif dalam menentukan pilihan pemimpinnya.
(poe)