DPR Apresiasi Pertemuan Dua Pemimpin Korea
A
A
A
JAKARTA - Ketua Grup Kerja Sama Bilateral (GKSB) DPR - Parlemen Korea Evita Nursanty mengungkapkan kegembiraannya terkait pertemuan dua pemimpin Korea, Kim Jong Un dan Moon Jae in.
"Ini merupakan pertama kali dalam sejarah seorang pemimpin Korea Utara melewati batas zona demiliterisasi dan berkunjung ke Korea Selatan," ucap Evita, Sabtu (28/4/2018).
Evita mengatakan, langkah ini merupakan tahap awal yang sangat mencerahkan sekaligus awal kerja keras dari sebuah perjalanan panjang proses perdamaian yang abadi di Semenanjung Korea.
Menurut dia, semua sadar konflik di Semenanjung Korea yang berusia 68 tahun sejak 1950, telah memengaruhi dinamika geopolitik di kawasan Asia Pasifik.
"Hari ini dunia melihat suatu titik cerah hadir dari Semenanjung Korea. Mereka sepakat untuk berhenti perang dan memulai babak baru, meski saya mengerti denuklirisasi yang menjadi titik perhatian saat ini tidak mudah," katanya.
Bagaimanapun karena ada sejumlah catatan kegagalan di masa lalu. Tapi , pertemuan ini adalah awal yang sangat baik, dan kita berharap langkah berikutnya baik itu dengan pertemuan tiga pihak dengan Amerika Serikat atau empat pihak dengan Amerika Serikat dan China bisa berjalan dengan produktif dan mendukung deklarasi Panmunjeon," kata Evita di Jakarta.
Dia mengatakan, denuklirisasi Semenanjung Korea bukan hal mudah bagi Korut, karenanya banyak pihak yang masih meragukan. Sebaliknya, banyak pihak juga yang melihat Korua Utara membutuhkan dukungan seperti humanitarian support, kelonggaran ekonomi, sipil, hubungan antarwarga dan lainnya. Itu sebabnya trust building harus dibangun bersama-sama dua Korea.
"Jadi ada tiga titik perhatian kita sekarang, denuklirisasi, humanitarian support, trust building. Di situ ada kepentingan masing dan harus bisa dijalin, perlu kerja keras, kesungguhan dan adanya trust tadi,” lanjut anggota Komisi I DPR ini.
Ketua Komite Luar Negeri, Bidang Politik, Hukum dan Keamanan DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini mengingatkan ada begitu banyak potensi kegagalan mengenai proses damai pasca pertemuan di Panmunjeon, Jumat lalu.
Dia pun berharap Kim Jong Un membuktikan niat baiknya seperti diungkapkan dalam pertemuan sebab perhatian dunia kini mengarah kepadanya.
Begitu juga faktor AS dan China harus ikut membangun kepercayaan, jangan sampai terkesan menjadi pengganggu, tapi sebaliknya mereka harus membangun kepercayaan di antara parapihak.
Dia meminta agar semua pihak kembali melihat kegagalan perundingan di masa lalu, terutama dari sisi Korea Utara. Ini dinilai penting untuk menguji kesungguhan dan juga mencegah sengketa baru yang tidak perlu. Sebab untuk menggelar pertemuan Korea Summit itupun bukan hal mudah karena bisa saja ada sengketa protokoler yang tidak perlu.
"Saya sangat berharap pertemuan yang sudah menjadi perhatian seluruh dunia ini, tidak hanya dijadikan waktu 'jeda' untuk selanjutnya melanjutkan perseteruan berikutnya. Ini harus berkelanjutan dan memperluas langkah baik menuju perkembangan berkelanjutan hubungan Korea, perdamaian dan kemakmuran di semenanjung dan reunifikasi, seperti bunyi deklarasi yang mereka setujui," ucap Evita.
Pertemuan kedua pemimpin Korea ini mmembuat banyak pihak terkejut karena pertemuan keduanya berlangsung sangat hangat.
Menurut Evita, sebenarnya hal itu tidak mengejutkan sebab sebelumnya sudah begitu banyak upaya dilakukan Korsel maupun Korut dalam membangun komunikasi, termasuk dengan hadirnya atlet Olimpiade Musim Dingin Korut ke Korsel beberapa waktu lalu, kemudian kehadiran delegasi seni budaya Korsel ke Korut sebelum pertemuan keduanya berlangsung.
Terkait dengan Indonesia, menurut Evita, tentu saja Indonesia sangat menaruh harapan tuntasnya konflik di Semenanjung Korea ini secara parmanen sehingga mengurangi tensi yang sangat besar seperti selama ini di kawasan.
Indonesia memiliki hubungan baik dengan Korea Selatan maupun Korea Utara, dan memiliki pandangan sama mengenai perlunya denuklirisasi.
"Ini merupakan pertama kali dalam sejarah seorang pemimpin Korea Utara melewati batas zona demiliterisasi dan berkunjung ke Korea Selatan," ucap Evita, Sabtu (28/4/2018).
Evita mengatakan, langkah ini merupakan tahap awal yang sangat mencerahkan sekaligus awal kerja keras dari sebuah perjalanan panjang proses perdamaian yang abadi di Semenanjung Korea.
Menurut dia, semua sadar konflik di Semenanjung Korea yang berusia 68 tahun sejak 1950, telah memengaruhi dinamika geopolitik di kawasan Asia Pasifik.
"Hari ini dunia melihat suatu titik cerah hadir dari Semenanjung Korea. Mereka sepakat untuk berhenti perang dan memulai babak baru, meski saya mengerti denuklirisasi yang menjadi titik perhatian saat ini tidak mudah," katanya.
Bagaimanapun karena ada sejumlah catatan kegagalan di masa lalu. Tapi , pertemuan ini adalah awal yang sangat baik, dan kita berharap langkah berikutnya baik itu dengan pertemuan tiga pihak dengan Amerika Serikat atau empat pihak dengan Amerika Serikat dan China bisa berjalan dengan produktif dan mendukung deklarasi Panmunjeon," kata Evita di Jakarta.
Dia mengatakan, denuklirisasi Semenanjung Korea bukan hal mudah bagi Korut, karenanya banyak pihak yang masih meragukan. Sebaliknya, banyak pihak juga yang melihat Korua Utara membutuhkan dukungan seperti humanitarian support, kelonggaran ekonomi, sipil, hubungan antarwarga dan lainnya. Itu sebabnya trust building harus dibangun bersama-sama dua Korea.
"Jadi ada tiga titik perhatian kita sekarang, denuklirisasi, humanitarian support, trust building. Di situ ada kepentingan masing dan harus bisa dijalin, perlu kerja keras, kesungguhan dan adanya trust tadi,” lanjut anggota Komisi I DPR ini.
Ketua Komite Luar Negeri, Bidang Politik, Hukum dan Keamanan DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini mengingatkan ada begitu banyak potensi kegagalan mengenai proses damai pasca pertemuan di Panmunjeon, Jumat lalu.
Dia pun berharap Kim Jong Un membuktikan niat baiknya seperti diungkapkan dalam pertemuan sebab perhatian dunia kini mengarah kepadanya.
Begitu juga faktor AS dan China harus ikut membangun kepercayaan, jangan sampai terkesan menjadi pengganggu, tapi sebaliknya mereka harus membangun kepercayaan di antara parapihak.
Dia meminta agar semua pihak kembali melihat kegagalan perundingan di masa lalu, terutama dari sisi Korea Utara. Ini dinilai penting untuk menguji kesungguhan dan juga mencegah sengketa baru yang tidak perlu. Sebab untuk menggelar pertemuan Korea Summit itupun bukan hal mudah karena bisa saja ada sengketa protokoler yang tidak perlu.
"Saya sangat berharap pertemuan yang sudah menjadi perhatian seluruh dunia ini, tidak hanya dijadikan waktu 'jeda' untuk selanjutnya melanjutkan perseteruan berikutnya. Ini harus berkelanjutan dan memperluas langkah baik menuju perkembangan berkelanjutan hubungan Korea, perdamaian dan kemakmuran di semenanjung dan reunifikasi, seperti bunyi deklarasi yang mereka setujui," ucap Evita.
Pertemuan kedua pemimpin Korea ini mmembuat banyak pihak terkejut karena pertemuan keduanya berlangsung sangat hangat.
Menurut Evita, sebenarnya hal itu tidak mengejutkan sebab sebelumnya sudah begitu banyak upaya dilakukan Korsel maupun Korut dalam membangun komunikasi, termasuk dengan hadirnya atlet Olimpiade Musim Dingin Korut ke Korsel beberapa waktu lalu, kemudian kehadiran delegasi seni budaya Korsel ke Korut sebelum pertemuan keduanya berlangsung.
Terkait dengan Indonesia, menurut Evita, tentu saja Indonesia sangat menaruh harapan tuntasnya konflik di Semenanjung Korea ini secara parmanen sehingga mengurangi tensi yang sangat besar seperti selama ini di kawasan.
Indonesia memiliki hubungan baik dengan Korea Selatan maupun Korea Utara, dan memiliki pandangan sama mengenai perlunya denuklirisasi.
(dam)