Perpres TKA Memudahkan, Bukan Membebaskan
A
A
A
KEPUTUSAN pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing telah menuai reaksi pro dan kontra. Ada pihak yang menyebut aturan itu bertabrakan dengan konstitusi dasar. Pasal 22, misalnya, dinilai telah memberi kemudahan bagi tenaga kerja asing untuk bekerja hanya dengan visa tinggal sementara.
Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri berpendapat beleid itu merupakan upaya pemerintah mempermudah izin tenaga kerja asing dengan tujuan menciptakan lapangan kerja melalui investasi. "Semua regulasi terkait investasi harus kita perbaiki untuk memastikan investasinya meningkat yang pada akhirnya perekonomian tumbuh dan lapangan kerja semakin banyak," ungkapnya kepada SINDO Weekly dalam sejumlah kesempatan. Berikut petikan wawancaranya.
Apa harapan dari Perpres ini?
Pada dasarnya, ini dalam kaitannya untuk mempermudah perizinan bagi pemberi kerja dan tenaga asing. Kami menilainya sebagai suatu hal positif dalam rangka untuk perluasan kerja dan peningkatan investasi. Namun, kan ini lebih kepada tenaga profesional. Artinya, yang punya kemampuan atau keahlian lebih. Jadi, bukan pekerja kasar. Kalau itu, tidak diizinkan.
Ada kritik bahwa Perpres itu justru sangat membebaskan masuknya tenaga asing?
Kami mempermudah bukan berarti membebaskan tenaga asing bekerja di sini. Tetap pada dasarnya kami juga melindungi tenaga kerja lokal. Memudahkan di sini artinya lebih pada sisi birokrasi. Namun, kalau dari segi prosedur dan mekanismenya, tetap tidak menghilangkan syarat kualitatif dari TKA itu sendiri. Kan disesuaikan dengan kualitasnya dan jabatan tertentu. Jadi, tidak sembarangan dan enggak mengambil jatah pekerja lokal karena isinya juga mewajibkan perusahaan atau pemberi kerja untuk menyerap tenaga lokal. Jika dirasakan ada kebutuhan tenaga yang kurang bisa dipenuhi dari lokal, baru bisa diberikan ke TKA.
Apalagi, tidak dimungkiri, saat ini kita masih kekurangan "pekerja skill" atau pekerja profesional, terutama yang berkaitan dengan kualitas pekerja dan persebarannya di seluruh wilayah Indonesia. Sebagai contoh, ketika investasi masuk ke daerah dan kemudian memerlukan 200 insinyur untuk melakukan pekerjaan, sulit untuk memenuhi jumlah tenaga profesional yang dibutuhkan. Walaupun ada ditemukan beberapa, tetapi sisanya gimana? Berapa yang bisa dipenuhi di daerah itu? Ini yang menjadi peluang buat TKA.
Adanya TKA makin membuka persaingan ketat dalam dunia kerja. Bagaimana mengatasi agar lokal tidak kalah saing? Simak wawancara selengkapnya di Majalah SINDO Weekly Edisi 07/VII/2018 yang terbit Senin (16/4/2018) hari ini.
Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri berpendapat beleid itu merupakan upaya pemerintah mempermudah izin tenaga kerja asing dengan tujuan menciptakan lapangan kerja melalui investasi. "Semua regulasi terkait investasi harus kita perbaiki untuk memastikan investasinya meningkat yang pada akhirnya perekonomian tumbuh dan lapangan kerja semakin banyak," ungkapnya kepada SINDO Weekly dalam sejumlah kesempatan. Berikut petikan wawancaranya.
Apa harapan dari Perpres ini?
Pada dasarnya, ini dalam kaitannya untuk mempermudah perizinan bagi pemberi kerja dan tenaga asing. Kami menilainya sebagai suatu hal positif dalam rangka untuk perluasan kerja dan peningkatan investasi. Namun, kan ini lebih kepada tenaga profesional. Artinya, yang punya kemampuan atau keahlian lebih. Jadi, bukan pekerja kasar. Kalau itu, tidak diizinkan.
Ada kritik bahwa Perpres itu justru sangat membebaskan masuknya tenaga asing?
Kami mempermudah bukan berarti membebaskan tenaga asing bekerja di sini. Tetap pada dasarnya kami juga melindungi tenaga kerja lokal. Memudahkan di sini artinya lebih pada sisi birokrasi. Namun, kalau dari segi prosedur dan mekanismenya, tetap tidak menghilangkan syarat kualitatif dari TKA itu sendiri. Kan disesuaikan dengan kualitasnya dan jabatan tertentu. Jadi, tidak sembarangan dan enggak mengambil jatah pekerja lokal karena isinya juga mewajibkan perusahaan atau pemberi kerja untuk menyerap tenaga lokal. Jika dirasakan ada kebutuhan tenaga yang kurang bisa dipenuhi dari lokal, baru bisa diberikan ke TKA.
Apalagi, tidak dimungkiri, saat ini kita masih kekurangan "pekerja skill" atau pekerja profesional, terutama yang berkaitan dengan kualitas pekerja dan persebarannya di seluruh wilayah Indonesia. Sebagai contoh, ketika investasi masuk ke daerah dan kemudian memerlukan 200 insinyur untuk melakukan pekerjaan, sulit untuk memenuhi jumlah tenaga profesional yang dibutuhkan. Walaupun ada ditemukan beberapa, tetapi sisanya gimana? Berapa yang bisa dipenuhi di daerah itu? Ini yang menjadi peluang buat TKA.
Adanya TKA makin membuka persaingan ketat dalam dunia kerja. Bagaimana mengatasi agar lokal tidak kalah saing? Simak wawancara selengkapnya di Majalah SINDO Weekly Edisi 07/VII/2018 yang terbit Senin (16/4/2018) hari ini.
(amm)