Pemerintah Diminta Beri Kepastian Sertifikasi Jaminan Produk Halal
A
A
A
JAKARTA - Direktur Eksekutif Indonesia Halal Watch (IHW), Ikhsan Abdullah menganggap peran Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPH JPH) belum maksimal dalam memberikan Jaminan Produk Halal (JPH) kepada kalangan dunia usaha dan Industri.
Padahal, BPH JPH sudah dibekali Undang-Undang (UU) Nomor 33 Tahun 2014 untuk menerbitkan sertifikasi halal tersebut. Ikhsan menilai, tarik-menarik kepentingan antara kementerian terkait dalam pembahasan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) menyebabkan terhambatnya penerbitan PP karena memang harus sinkron dan harmoni.
Menurut dia, macetnya pembahasan PP tidak perlu sikhawatirkan berlebihan akan menimbulkan persoalan baru dalam pelaksanaan UU JPH yang berimplikasi pada JPH di Indonesia.
"Karena UU JPH telah memiliki exit close untuk mengantusipasi keadaan ini," ujar Ikhsan dalam seminar 'Mandatory Sertifikasi halal oleh BPH JPH' di Hotel Green Alia Cikini, Jakarta, Senin (16/4/2018).
Ikhsan berharap, diperlukan kejelasan dan kejujuran dari pemerintah agar tidak menimbulkan keraguan bagi usaha dan industri, apakah mandatory sertifikasi halal dapat dijalankan melalui BPH JPH pada saat ini atau sementara tetap dilakukan oleh LPPOM.
Menurut dia, jika BPH JPH belum siap, mandatori sertifikasi harus tetap dijalankan dengan berbagai skema kemudahan bagi dunia usaha dan industri, misalnya pemberian pentahapan waktu bagi sektor industri tertentu, penguatan LPPOM MUI dari segi kelembagaan, organisasi, jumlah auditor dan sarana laboratorium.
Menurutnya, kejelasan dan kejujuran pemerintah sangat diperlukan guna menghindari ketidakpastian penyelenggara sistem jaminan halal dan ketersediaan produk halal di masyarakat sesuai amanat UU JPH.
"Jangan sampai menimbulkan ketidakpastian bagi menurunnya daya saing dunia usaha dan industri dan berdampak pada perekonomian nasional," pungkasnya.
Padahal, BPH JPH sudah dibekali Undang-Undang (UU) Nomor 33 Tahun 2014 untuk menerbitkan sertifikasi halal tersebut. Ikhsan menilai, tarik-menarik kepentingan antara kementerian terkait dalam pembahasan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) menyebabkan terhambatnya penerbitan PP karena memang harus sinkron dan harmoni.
Menurut dia, macetnya pembahasan PP tidak perlu sikhawatirkan berlebihan akan menimbulkan persoalan baru dalam pelaksanaan UU JPH yang berimplikasi pada JPH di Indonesia.
"Karena UU JPH telah memiliki exit close untuk mengantusipasi keadaan ini," ujar Ikhsan dalam seminar 'Mandatory Sertifikasi halal oleh BPH JPH' di Hotel Green Alia Cikini, Jakarta, Senin (16/4/2018).
Ikhsan berharap, diperlukan kejelasan dan kejujuran dari pemerintah agar tidak menimbulkan keraguan bagi usaha dan industri, apakah mandatory sertifikasi halal dapat dijalankan melalui BPH JPH pada saat ini atau sementara tetap dilakukan oleh LPPOM.
Menurut dia, jika BPH JPH belum siap, mandatori sertifikasi harus tetap dijalankan dengan berbagai skema kemudahan bagi dunia usaha dan industri, misalnya pemberian pentahapan waktu bagi sektor industri tertentu, penguatan LPPOM MUI dari segi kelembagaan, organisasi, jumlah auditor dan sarana laboratorium.
Menurutnya, kejelasan dan kejujuran pemerintah sangat diperlukan guna menghindari ketidakpastian penyelenggara sistem jaminan halal dan ketersediaan produk halal di masyarakat sesuai amanat UU JPH.
"Jangan sampai menimbulkan ketidakpastian bagi menurunnya daya saing dunia usaha dan industri dan berdampak pada perekonomian nasional," pungkasnya.
(maf)