Metode Pengobatan Sudah Seharusnya Berkembang dari Waktu ke Waktu
A
A
A
JAKARTA - Metode cuci otak dengan Digital Subtraction Angiography (DSA) yang dilakukan dokter Terawan dalam pengobatan stroke menarik perhatian anggota Komisi IX DPR yang juga berprofesi sebagai dokter, Adang Sudrajat.
Adang menilai metode dari dokter Terawan bisa dianggap terlalu jauh dalam konteks radiologi intervensi, karena melakukan tindakan terapi yang selama ini tidak ada dalam wewenang profesi radiolog.
Namun, kata dia, ada pengecualian untuk tindakan radiotherapy sangat perlu dilakukan dengan adanya rujukan dari ahli onkologi, baik penyakit dalam maupun bedah. Sedangkan dokter Terawan melakukan tindakan therapeutik tanpa adanya rujukan dari neurolog ataupun neurosurgeon.
Dia menjelaskan, pertanggungjawaban keabsahan metodologi dokter Terawan bisa diuji dengan Evidence Base Clinical Trial. Selama hasilnya bisa dipertanggungjawabkan, secara cost and benefit maka komunitas kesehatan harus bisa menerimanya sebagai sebuah metode pengobatan yang memberikan manfaat bagi peningkatan kualitas kesehatan masyarakat.
“Tidak ada satu pun metode pengobatan yang sempurna. Artinya paling efektif menyembuhkan tapi tanpa resiko sama sekali. Setiap metode diukur dengan potensi manfaat dengan potensi risiko yang mungkin terjadi,” kata dokter Adang.
Dengan demikian, lanjut Adang, mungkin perlu dibuka kembali suasana dialogis yang dapat menghasilkan suasana keterbukaan satu sama lain. Dengan lebih membuka diri pada sesuatu hal yang baru, yang rujukan tex book-nya belum di dapatkan.
Menurut dia, apabila sebuah metode memiliki manfaat besar dengan risiko yang jauh lebih kecil serta clinical trial yang dapat dipertanggungjawabkan, kenapa tidak dapat menerimanya.
“Pemerintah mulai saat ini semestinya memberikan fasilitas anak-anak bangsa yang berpotensi besar membesarkan bangsa. Seandainya Clinical trial ini memakan biaya tinggi, sudah seharusnya pemerintah mengalokasikan anggaran, agar hasil karya anak bangsa terus berkembang. Bukan hal yang mustahil Indonesia akan menjadi salah satu negara pelopor dalam pengembangan metode pengobatan baru. Bukan hanya sebagai pengekor seperti selama ini,” kata Adang.
Adang menilai metode dari dokter Terawan bisa dianggap terlalu jauh dalam konteks radiologi intervensi, karena melakukan tindakan terapi yang selama ini tidak ada dalam wewenang profesi radiolog.
Namun, kata dia, ada pengecualian untuk tindakan radiotherapy sangat perlu dilakukan dengan adanya rujukan dari ahli onkologi, baik penyakit dalam maupun bedah. Sedangkan dokter Terawan melakukan tindakan therapeutik tanpa adanya rujukan dari neurolog ataupun neurosurgeon.
Dia menjelaskan, pertanggungjawaban keabsahan metodologi dokter Terawan bisa diuji dengan Evidence Base Clinical Trial. Selama hasilnya bisa dipertanggungjawabkan, secara cost and benefit maka komunitas kesehatan harus bisa menerimanya sebagai sebuah metode pengobatan yang memberikan manfaat bagi peningkatan kualitas kesehatan masyarakat.
“Tidak ada satu pun metode pengobatan yang sempurna. Artinya paling efektif menyembuhkan tapi tanpa resiko sama sekali. Setiap metode diukur dengan potensi manfaat dengan potensi risiko yang mungkin terjadi,” kata dokter Adang.
Dengan demikian, lanjut Adang, mungkin perlu dibuka kembali suasana dialogis yang dapat menghasilkan suasana keterbukaan satu sama lain. Dengan lebih membuka diri pada sesuatu hal yang baru, yang rujukan tex book-nya belum di dapatkan.
Menurut dia, apabila sebuah metode memiliki manfaat besar dengan risiko yang jauh lebih kecil serta clinical trial yang dapat dipertanggungjawabkan, kenapa tidak dapat menerimanya.
“Pemerintah mulai saat ini semestinya memberikan fasilitas anak-anak bangsa yang berpotensi besar membesarkan bangsa. Seandainya Clinical trial ini memakan biaya tinggi, sudah seharusnya pemerintah mengalokasikan anggaran, agar hasil karya anak bangsa terus berkembang. Bukan hal yang mustahil Indonesia akan menjadi salah satu negara pelopor dalam pengembangan metode pengobatan baru. Bukan hanya sebagai pengekor seperti selama ini,” kata Adang.
(dam)