Politikus PAN Pertanyakan Dasar Penerbitan Perpres TKA
A
A
A
JAKARTA - Wakil Ketua Komisi IX DPR Saleh Partaonan Daulay mengkritik penerbitan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA).
"Dikeluarkannya perpres 20 tahun 2018 dinilai sebagai kebijakan yang kurang tepat," ujar Saleh dalam keterangan tertulisnya, Jumat (6/4/2018).
Menurut dia, publik tetap perlu mempelajari dan mengkritisi perpres tersebut. Terutama dari aspek keberpihakan pemerintah pada pekerja lokal.
Dia juga tidak sependapat dengan pertimbangan dikeluarkannya perpres untuk menarik investasi asing dan memperbaiki perekonomian nasional. "Alasan ini kelihatannya tidak mendasar, sebab selama ini orang asing yang mau berinvestasi selalu mendapat tempat dan dilindungi," tuturnya.
Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) ini mengungkapkan ada banyak perusahaan asing yang beroperasi di Indonesia tanpa mengalami kendala sama sekali.
Dia khawatir justru kemudahan bagi masuknya TKA berdampak negatif, termasuk keterbatasan kemampuan pemerintah dalam melakukan pengawasan.
"Bisa saja, orang-orang yang masuk itu juga diiringi dengan masuknya barang-barang ilegal, termasuk narkoba. Tidak tertutup kemungkinan para TKA itu menyebarkan ideologi yang tidak sesuai dengan ideologi kita,” katanya.
Menutu Saleh, tidak ada jaminan masuknya TKA dapat menciptakan lapangan pekerjaan bagi angkatan kerja Indonesia. Apalagi, lanjut dia, jumlah pengangguran di Indonesia masih menjadi persoalan besar.
Dia menuturkan, jika TKA dipermudah, berarti persoalan pengangguran belum terselesaikan. “Yang baik itu jika investor asing datang dan merekrut pekerja lokal. Mereka dapat untung dengan usahanya, kita untung dengan adanya lapangan pekerjaan yang diciptakan,” katanya.
Dalam situs setkab. go.id, dijelaskan Presiden Jokowi pada 26 Maret 2018 telah menandatangani Perpres 20 Tahun 2018. Terbitnya perpres tersebut untuk mendukung perekonomian nasional dan perluasan kesempatan kerja melalui peningkatan investasi.
Dalam perpres tersebut disebutkan, penggunaan TKA dilakukan oleh pemberi kerja TKA dalam hubungan kerja untuk jabatan tertentu dan waktu tertentu, yang dilakukan dengan memerhatikan kondisi pasar tenaga kerja dalam negeri.
Setiap pemberi kerja TKA, menurut perpres ini, wajib mengutamakan penggunaan tenaga kerja Indonesia pada semua jenis jabatan yang tersedia. Dalam hal jabatan sebagaimana dimaksud belum dapat diduduki oleh tenaga kerja Indonesia, jabatan tersebut dapat diduduki oleh TKA.
“TKA dilarang menduduki jabatan yang mengurusi personalia dan/atau jabatan tertentu yang ditetapkan oleh Menteri,” bunyi Pasal 4 ayat (1,2) perpres tersebut.
Perpres ini juga menegaskan pemberi kerja TKA pada sektor tertentu dapat mempekerjakan TKA yang sedang dipekerjakan oleh pemberi kerja TKA yang lain dalam jabatan yang sama, paling lama sampai dengan berakhirnya masa kerja TKA sebagaimana kontrak kerja TKA dengan pemberi kerja TKA pertama.
Sementara jenis jabatan, sektor, dan tata cara penggunaan TKA sebagaimana dimaksud, menurut perpres ini, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri.
"Dikeluarkannya perpres 20 tahun 2018 dinilai sebagai kebijakan yang kurang tepat," ujar Saleh dalam keterangan tertulisnya, Jumat (6/4/2018).
Menurut dia, publik tetap perlu mempelajari dan mengkritisi perpres tersebut. Terutama dari aspek keberpihakan pemerintah pada pekerja lokal.
Dia juga tidak sependapat dengan pertimbangan dikeluarkannya perpres untuk menarik investasi asing dan memperbaiki perekonomian nasional. "Alasan ini kelihatannya tidak mendasar, sebab selama ini orang asing yang mau berinvestasi selalu mendapat tempat dan dilindungi," tuturnya.
Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) ini mengungkapkan ada banyak perusahaan asing yang beroperasi di Indonesia tanpa mengalami kendala sama sekali.
Dia khawatir justru kemudahan bagi masuknya TKA berdampak negatif, termasuk keterbatasan kemampuan pemerintah dalam melakukan pengawasan.
"Bisa saja, orang-orang yang masuk itu juga diiringi dengan masuknya barang-barang ilegal, termasuk narkoba. Tidak tertutup kemungkinan para TKA itu menyebarkan ideologi yang tidak sesuai dengan ideologi kita,” katanya.
Menutu Saleh, tidak ada jaminan masuknya TKA dapat menciptakan lapangan pekerjaan bagi angkatan kerja Indonesia. Apalagi, lanjut dia, jumlah pengangguran di Indonesia masih menjadi persoalan besar.
Dia menuturkan, jika TKA dipermudah, berarti persoalan pengangguran belum terselesaikan. “Yang baik itu jika investor asing datang dan merekrut pekerja lokal. Mereka dapat untung dengan usahanya, kita untung dengan adanya lapangan pekerjaan yang diciptakan,” katanya.
Dalam situs setkab. go.id, dijelaskan Presiden Jokowi pada 26 Maret 2018 telah menandatangani Perpres 20 Tahun 2018. Terbitnya perpres tersebut untuk mendukung perekonomian nasional dan perluasan kesempatan kerja melalui peningkatan investasi.
Dalam perpres tersebut disebutkan, penggunaan TKA dilakukan oleh pemberi kerja TKA dalam hubungan kerja untuk jabatan tertentu dan waktu tertentu, yang dilakukan dengan memerhatikan kondisi pasar tenaga kerja dalam negeri.
Setiap pemberi kerja TKA, menurut perpres ini, wajib mengutamakan penggunaan tenaga kerja Indonesia pada semua jenis jabatan yang tersedia. Dalam hal jabatan sebagaimana dimaksud belum dapat diduduki oleh tenaga kerja Indonesia, jabatan tersebut dapat diduduki oleh TKA.
“TKA dilarang menduduki jabatan yang mengurusi personalia dan/atau jabatan tertentu yang ditetapkan oleh Menteri,” bunyi Pasal 4 ayat (1,2) perpres tersebut.
Perpres ini juga menegaskan pemberi kerja TKA pada sektor tertentu dapat mempekerjakan TKA yang sedang dipekerjakan oleh pemberi kerja TKA yang lain dalam jabatan yang sama, paling lama sampai dengan berakhirnya masa kerja TKA sebagaimana kontrak kerja TKA dengan pemberi kerja TKA pertama.
Sementara jenis jabatan, sektor, dan tata cara penggunaan TKA sebagaimana dimaksud, menurut perpres ini, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri.
(dam)