Keahlian Membuat Pinisi Diakui UNESCO

Kamis, 29 Maret 2018 - 08:07 WIB
Keahlian Membuat Pinisi...
Keahlian Membuat Pinisi Diakui UNESCO
A A A
JAKARTA - Bangsa ini pantas berbangga. Seni pembuatan perahu pinisi akhirnya diakui UNESCO menjadi warisan budaya tak benda (WBTB).

Setelah pinisi, pemerintah juga akan memperjuangkan sejumlah warisan budaya lain agar mendapat pengakuan lembaga di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tersebut, dalam hal ini pantun dan pencak silat. Dengan penetapan pinisi ini, Indonesia telah memiliki delapan elemen budaya dalam daftar WBTB UNESCO.

Tujuh elemen yang telah terdaftar sebelumnya adalah wayang (2008), keris (2008), batik (2009), angklung (2010), tari saman (2011), noken Papua (2012), tiga genre tari tradisional Bali (2015), serta satu program pendidikan dan pelatihan tentang batik di Museum Batik Pekalongan (2009).

Direktur Warisan dan Diplomasi Budaya Kemendikbud Nadjamuddin Ramly mengatakan, seni pembuatan perahu pinisi resmi disahkan menjadi WBTB UNESCO pada 7 Desember 2017 lalu di Kepulauan Jeju, Korsel. Pada Selasa (27/3) Kemendikbud secara resmi menyerahkan sertifikat pinisi kepada Pemprov Sulawesi Selatan (Sulsel) dan Kabupaten Bulukumba, Sulsel.

“Perahu pinisi adalah mahakarya bangsa kita. Kebudayaan yang merupakan DNA bangsa Indonesia. Potensi yang dimiliki Indonesia harus dapat dioptimalkan agar dapat bersaing dengan negara lain,” ujar Nadjamuddin di Kantor Kemendikbud kemarin.

Sebagaimana dilansir Gocelebes. com, kapal pinisi merupakan satu-satunya kapal kayu besar karya masa lampau yang masih diproduksi hingga saat ini.

Kapal tradisional ini merupakan kapal kebanggaan masyarakat Sulsel yang sudah terkenal di jagat maritim sejak abad ke-14 karena kapal tersebut sudah menjelajah samudra di seluruh dunia. Pusat produksi kapal ini berada di Bulukumba yang di kenal sebagai bumi para ahli pembuat perahu. Keahlian membuat pinisi dimiliki suku-suku yang tinggal di daerah pesisir, dalam hal ini suku Bugis Makaasar.

Mereka mendapatkan keahlian secara turun-temurun. Kapal ini dinilai istimewa karena dibuat oleh tangan manusia tanpa bantuan peralatan modern. Seluruh bagian kapal terbuat dari kayu dan di rangkai tanpa menggunakan kayu. Kendati demikian, kapal ini mampu menghadapi terjangan ombak dan badai di laut lepas. Adapun sebagai penggeraknya adalah angin yang menggerakkan layar.

Kapal pinisi punya dua tiang setinggi 35 meter di bagian tengah kapal, dengan 7 buah layar jenis sekunar yang terpisah-pisah dari depan sampai belakang. Nadjamuddin menuturkan, usulan perahu pinisi sebagai WBTB ini dimulai sejak 2013. Saat itu Ditjen Kebudayaan menyusun tim ahli yang terdiri atas para pakar seperti Muklis Paeni, Prudentia, Damar Jati, dan pakar kapal dari Jerman Horst Liebner.

Tim ini mengusulkan aspek filosofi dari perahu pinisi karena pembuatan perahu ini dilatar belakangi banyak hal seperti nilai spiritual, etika, estetika hingga ikatan tradisi yang tidak boleh ditinggalkan.

Akademisi dari Universitas Tadulako itu menjelaskan, pemerintah tentu tidak berpuas diri setelah berhasil mendapatkan sertifikat tersebut.

Untuk mendukung keberlangsungan tradisi pembuatan perahu itu, menurutnya, pemerintah akan membangun SMK yang akan mempelajari pembuatan perahu pinisi dan perahu lainnya yang modern. Kemendikbud berencana membangun SMK tersebut langsung di jantung kawasan pembuatan perahu pinisi, yakni di Bonto Bahari, Bulukumba, Sulsel.

Menurut dia, para guru SMK itu nantinya akan di rekrut dari maestro-maestro pem buat perahu pinisi. Adapun silabusnya juga akan mengutamakan budaya pembuatan kapal yang berlaku khas di kawasan tersebut.

“Kita ingin membangun kaderisasi pelanjutan pembuatan perahu pinisi kepada generasi muda. Sembari menunggu SMK ini dibangun akan digelar festival pinisi untuk menggairahkan pemangku kepentingan dan para maestro di sana agar pinisi tetap lestari,” katanya.

Nadjamuddin lantas menuturkan, tahun ini Kemendikbud akan mengusulkan pantun sebagai WBTB yang pengusulannya akan dilakukan bersama dengan Pemerintah Malaysia.

Dia menjelaskan, pantun diusulkan oleh Indonesia dan Malaysia karena kedua negara ini memiliki budaya pantun yang sama. Tahun depan, katanya, giliran pencak silat yang akan diusulkan menjadi warisan budaya dunia.

Dia memerinci lebih lanjut bah wa pencatatan warisan budaya benda sudah dilakukan ter hadap 11.627 benda tak bergerak dan 53.538 benda bergerak.

Adapun warisan budaya takbenda tercatat sebanyak 7.893 dari seluruh wilayah Indonesia.

Sementara itu Dirjen Kebudayaan Kemendikbud Hilmar Farid menjelaskan, arti penting pinisi merupakan teknik perkapalan tradisional yang di miliki nenek moyang bangsa Indonesia dan masih berkembang sampai saat ini serta menakjubkan bagi dunia.

“Berbeda dengan teknik yang berada di Barat, untuk mem buat kapal orang pakai kom puter, pakai hitung-hitungan, harus sekolah tinggi dulu, itu pun kerangkanya dulu baru badannya.

Kalau di sini orang turun-temurun membuat perahu mulai dari bungkusnya dan baru kemudian kerang kanya tanpa menggunakan komputer,” ungkap Hilmar pada penyerahan sertifikat pinisi di Pelabuhan Bira, Bulukumbu. Berdasarkan UU Nomor 5/2017 tentang Pemajuan Kebudayaan, Kemendikbud memiliki tugas pokok memajukan kebudayaan nasional Indonesia melalui langkah strategis berupa upaya perlindungan, pengembangan, pemanfaatan, dan pembinaan guna mewujudkan masyarakat yang berkepribadian dalam kebudayaan.

Wakil Bupati Bulukumba Tomy Satria Yulianto mengungkapkan kegembiraannya atas pengakuan pinisi sebagai WBTB UNESCO. Sebagai tindak lanjut pengakuan tersebut, pemkab berencana membuat museum pinisi. “Kami berterima kasih kepada Mendikbud karena telah hadir di Bulukumba berinteraksi dengan masyarakat Bulukumba yang telah menanti sejak lama peng akuan pinisi sebagai warisan dunia,” katanya.

Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sulsel Musaffar Syah juga mengaku bangga atas ditetapkannya seni pem buat an pinisi menjadi warisan dunia. Penetapan ini tentu menjadi bukti bahwa Indonesia sebagai negara maritim.

“Ini yang pertama di Indonesia dan ini menjadi kebanggaan kita semua. Kenapa pemerintah mendorong pinisi, karena Indonesia terbesar kedua setelah Kanada di kemaritiman,” tandasnya.

Adapun Gubernur Sulsel Syahrul Yasin Limpo menilai pinisi merupakan sebuah warisan kebudayaan Bugis Makassar yang memiliki filosofi sangat tinggi. “Artinya orang Bugis-Makassar memiliki integritas, kecerdasan, ketekunan, dan semangat tinggi. Dan itu tergambarkan melalui perahu pinisi,” ungkap orang nomor satu Sulsel ini.

Dia pun berpesan kepada masyarakat dan pemerintah daerah khususnya agar terus melestarikan dan menjaga pinisi agar terus menjadi kebanggaan Sulsel dan Indonesia di mata dunia.

Festival Tahunan
Saat ini Dinas Pariwisata Bulu kumba memiliki agenda tahunan Festival Pinisi untuk menarik minat wisatawan baik domestik maupun mancanegara. Kepala Dinas Pariwisata Bulukumba Muh Ali Saleng mengatakan, program ini adalah upaya pemerintah untuk meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan di Kabupaten Bulu kumba, khususnya Bira.

Apalagi event tahunan ini di gadang-gadang akan menjadi event nasional atau bahkan internasional. Dia mengaku, dalam setiap event Festival Pinisi terdapat beberapa kegiatan untuk memeriahkan event tahunan ini. Salah satunya lomba layang-layang yang diikuti peserta dari berbagai daerah di Tanah Air.

Dalam setiap pelaksanaannya, festival tahunan ini juga menyiapkan Pinisi Expo dan Trip Pinisi yang juga diikuti ratusan perahu dan beberapa kapal pinisi asli yang bergerak dari Pelabuhan Leppe’e dan finis di Pantai Bira. “Trip Pinisi bukan lomba kecepatan, tapi sekadar berlayar saja,” sebutnya. (Neneng Zubaidah/Syamsir/Anicolha)
(nfl)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1138 seconds (0.1#10.140)