Jaksa Agung Diminta Percepat Eksekusi Mati Gembong Narkoba

Rabu, 28 Maret 2018 - 22:02 WIB
Jaksa Agung Diminta Percepat Eksekusi Mati Gembong Narkoba
Jaksa Agung Diminta Percepat Eksekusi Mati Gembong Narkoba
A A A
JAKARTA - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) khususnya Komisi III meminta Jaksa Agung HM Prasetyo mempercepat penanganan perkara eksekusi terhadap terpidana mati narkoba.

Wakil Ketua Komisi III DPR, Mulfachri Harahap mendesak Jaksa Agung HM Prasetyo untuk memberi atensi khusus melakukan percepatan penyelesaian tindak pidana khusus dan tindak pidana umum yang menarik perhatian masyarakat dengan menetapkan batas waktu penyelesaian.

"Termasuk pelaksanaan eksekusi terhadap terpidana mati narkoba guna memberikan kepastian hukum kepada masyarakat serta membantu negara dalam memerangi kejahatan Narkoba," ujarnya dalam rapat kerja bersama Jaksa Agung di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (28/3/2018).

Begitupun dengan Anggota Komisi III DPR Junimart Girsang yang mengatakan para terpidana mati kasus narkoba yang kasusnya sudah inkrah harus segera dieksekusi oleh Kejaksaan Agung (Kejagung). Argumen Hak Asasi Manusia (HAM) dinilai tak bisa menghalangi eksekusi lantaran narkoba sudah merusak anak bangsa.

"Tidak ada alasan bagi Jaksa Agung untuk tidak melakukan eksekusi mati terhadap terpidana kasus narkoba yang sudah inkrah. Narkoba sudah menjadi musuh utama anak bangsa ini. Narkoba sudah marak sampai ke dusun-dusun," ucapnya.

Walau dunia internasional menentang pemberlakuan hukuman mati karena alasan penegakan HAM, sambungnya, tapi dunia juga perlu tahu, korban narkoba di Indonesia sudah terlalu banyak berjatuhan akibat ulah para bandar, baik Warga Negara Indonesia (WNI) maupun Warga Negara Asing (WNA).

Junimart mengungkapkan, ada orang yang diberi permen ternyata narkoba dan akhirnya menjadi ketergantungan. Fakta miris ini perlu dipahami juga oleh dunia internasional agar tak melulu mengusung HAM dalam menentang eksekusi mati kasus narkoba.

"Kita setuju dengan Kapolri yang ingin menembak di tempat pelaku yang melawan. Atau kalau dia sudah menjadi target polisi, bila masih melawan bisa ditembak mati di tempat. Tidak alasan berbicara HAM lagi. Sementara anak bangsa ini rusak karena narkoba. Boleh saja dunia internasional menentang hukuman mati, tapi mereka juga harus tahu dampak narkoba di negeri ini. Ada yang diberi permen ternyata kecanduan narkoba. Apakah dunia tahu itu," jelasnya.

Para bandar yang tertangkap, lanjut Junimart, kerap berlindung di balik istilah ‘pemakai’ bila tertangkap untuk mendapat keringanan hukuman. Pengedar dan pemakai, tegasnya, sama saja hukumannya dan harus segera diambil tindakan. Peninjauan Kembali (PK) juga tak menghalangi eksekusi. Apalagi, eksekusi bagi WNA yang menjadi bandar atau pengedar

Sementara itu, Jaksa Agung HM Prasetyo mengungkapkan kendala eksekusi mati terus tertunda lantaran adanya putusan MK (Mahkamah Konstitusi). Bahwa grasi tidak ada lagi dibatasi tenggat waktu pengajuannya. Dulu, dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2010 itu dibatasi waktunya hanya satu tahun paling lambat setelah perkaranya inkrah.

"Sekarang tidak dibatasi lagi, kapan saja dia nyatakan grasi, kemudian tidak ada batas lagi kapan dia akan mengajukan permohonan grasi, itu kan jadi masalah," ucapnya dalam agenda yang sama.

Selain grasi, Peninjauan Kembali (PK) bisa diajukan oleh terpidana mati lebih dari satu kali. Hal ini, menjadi kendala untuk pelaksanaan hukuman mati.

"Untuk hukuman mati, ini aspek yuridisnya harus dipenuhi dulu. Jadi, begitu mudah orang untuk berpraduga kenapa jaksa tidak segera mengeksekusi. Tapi sebenarnya, itu kendalanya kendala yuridis," jelasnya.

Kritik eksekusi mati datang bukan hanya dari dalam negeri maupun negara internasional. Pasalnya, saat melakukan eksekusi mati pemerintah selalu dianggap melanggar HAM.

"Bila semua unsur yuridis terpenuhi, eksekusi mati bandar narkoba secara teknis tidak sulit untuk dilakukan oleh jaksa. Kalau teknisnya mudah saja. Kalau semuanya terpenuhi. Tinggal ditembak aja, sesuai dengan tata cara proses hukuman mati di negara kita. Kita enggak ada hambatan untuk melakukan itu," katanya.
(kri)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4909 seconds (0.1#10.140)