Cara Instan Dulang Suara lewat Jasa Artis
A
A
A
JAKARTA - Ajang Pemilihan Kepala Daerah atau Pilkada serentak 2018 semakin dekat. Meskipun belum ada jadwal kampanye politik, pasangan calon pemimpin sudah mulai ancang-acang mengatur strategi kampanye. Mulai dari penggunaan media sosial hingga mengunakan artis sebagai pendulang suara (vote getter).
Pengaruh sosial media dalam Pemilihan Umum (Pemilu) atau Pilkada sudah mulai tren sejak Pemilu Presiden era Jokowi-Jusuf Kalla (JK) dan Prabowo Subianto-Hatta Radjasa. Waktu itu, keduanya sama-sama perang twibbon foto. Pendukung Jokowi-JK mengedit foto mereka dengan twibbon I Stand on the Right Side. Sedangkan pendukung Prabowo-Hatta, ramai-ramai menggunakan twibbon bertuliskan Pilih Satu Karena Saya Cinta Indonesia. Tren ini akhirnya dilanjutkan saat Pemilihan Gubernur (Pilgub) DKI Jakarta tahun 2017, di mana media sosial begitu berpengaruh dalam mengalang isu dan massa yang terlibat dalam proses dukung mendukung pasangan calon.
Selain penggunaan media sosial, kampanye Pilkada juga tidak lepas dari jasa para publik figur. Hal ini bisa dilihat, dalam beberapa minggu terakhir ini, beberapa calon kepala daerah mulai menggaet artis untuk mendukung sosialisasi mereka. Di Jawa Timur Pasangan Saifullah Yusuf-Puti Guntur Soekarno yang diusung PKB, PDIP, Gerindra, dan PKS lebih dulu merangkul penyanyi dangdut Via Vallen dan Nela Kharisma. Kedua penyanyi yang lagi naik daun ini begitu menjadi idola masyarakat melalui suara merdu dan paras yang menawan.
Di kubu lainnya, Khofifah Indar Parawansa-Emil Dardak memilih Sigit Purnomo atau Pasha Ungu serta Anang Hermansyah sebagai juru kampanye (jurkam). Mereka akan memimpin barisan artis lainnya seperti Hendro Eko Purnomo atau Eko Patrio, Dessy Ratnasari, Lucky Hakim, dan Primus Yustisio.
Begitu pula di Pilgub Jabar. Pasangan Ridwan Kamil dan Uu (Ruzhanul Ulum) kemungkinan bakal menggaet artis dan penyanyi papan atas seperti Rossa, Syahrini, Rafi Ahmad dan Cakra Khan untuk tampil sebagai penyanyi dan jurkam pasangan yang mengusung nama Rindu itu.
Sementara itu pasangan Deddy Mizwar-Dedi Mulyadi atau Duo DM pun akan menerjunkan sejumlah artis terkenal. Terlebih sosok Deddy Mizwar selama ini dikenal sebagai sosok aktor senior. Tidak hanya itu, Dedi Mulyadi yang banyak berkecimpung dalam dunia seni dan budaya pun dikenal dekat dengan kalangan artis. Di antara nama yang disiapkan adalah penyanyi Charly Van Houten, Nassar hingga Ohang (komedian Sunda).
Tak mau kalah, pasangan Sudrajat-Ahmad Syaikhu yang mengusung nama Asyik bahkan akan mengerahkan cukup banyak artis terkenal. Terlebih banyak kader salah satu parpol pengusungnya, yakni PAN, berprofesi sebagai artis. Mereka akan dikerahkan untuk mengenalkan Asyik kepada masyarakat Jabar, di antaranya Lucky Hakim, Desy Ratnasari, Eko Patrio, dan Primus Yustisio.
Pasangan Tubagus Hasanudin-Anton Charliyan yang diusung PDIP juga dipastikan bakal menggandeng sejumlah artis. Terlebih sejumlah kader PDIP berlatar belakang sebagai artis di antaranya Rieke Dyah Pitaloka alias Oneng dan Niko Siahaan.
Ketua Badan Pemenangan Pemilu Partai Amanat Nasional (PAN) Viva Yoga Mauladi mengungkapkan, sosok artis yang melekat popularitasnya tentu misa mendatangkan efek positif maupun efek negatif. Dalam konteks itu, partai atau pasangan calon di pilkada tentu hanya akan mengoptimalkan sosok artis ketika dianggap positif tidak hanya dalam konteks opini, tetapi juga yang diharapkan bisa mempengaruhi publik.
"Jadi, kampanye dengan artis tidak otomatis akan menaikkan suara elektoral. Karena masyarakat sudah semakin cerdas dan rasional dalam menentukan preferensi pilihannya," katanya.
Dengan pertimbangan seperti itu, kata Viva, maka partai politik atau pasangan calon juga tentunya akan semakin hati-hati dalam menentukan figure artis yang akan diajak keliling kampanye. Mereka yang dipilih untuk menjadi tim, kata Viva, hanya yang dari sisi citra menampilkan tone positif. "Jika calon pemilih mempunyai actris/actor identity, maksudnya tingkat ngefans-nya tinggi, tentu posisi artis akan menguntungkan dalam menaikkan suara elektoral partai/paslon. Begitu juga sebaliknya," ungkapnya.
Pakar politik Universitas Trunojoyo Madura Moechtar W Oetomo menuturkan, fungsi utama artis sebenarnya bukan pengumpul suara, tapi mereka adalah pengumpul massa yang paling efektif. Sebagai figur, para artis popular di kalangan masyarakat. Artis bisa dijadikan alat untuk mengumpulkan massa dalam jumlah besar dan tempo yang cepat. Secara substansi, katanya, kehadiran artis tetap memiliki andil besar dalam pengumpulan massa untuk mendulang suara. Setelah massa terkumpul, tugas kandidat dan jurkam yang sesungguhnya untuk masuk dalam pikiran massa dengan berbagai teknik komunikasi politik.
"Semua ini biar massa memberikan dukungan dan suaranya pada paslon. Jadi fungsi pengumpul suara tetap ada pada kandidat paslon dan jurkamnya, bukan pada artisnya," ujar Moechtar kepada KORAN SINDO.
Ia melanjutkan, dalam pelaksanaannya memang lebih mudah dan strategis menggandeng artis dalam memengaruhi massa yang besar dan sedang berkumpul. Cara itu lebih efektif dari pada massa yang terpisah-pisah dan tidak terdeteksi. "Maka di sini sebenarnya letak pentingnya menggunakan artis sebagai pengumpul massa," ucapnya.
Direktur Surabaya Survei Center (SSC) itu melanjutkan, tipologi masyarakat yang mayoritas tinggal di perdesaan seperti di Jatim memang masih mudah dikumpulkan oleh artis. Mereka bisa memberikan hiburan serta menjadi magnet tersendiri bagi masyarakat. "Namun untuk sampai pada tahap mudah dipengaruhi atau diajak saya rasa tidak. Tetap semua ajakan kandidat dan jurkam yang kompetenlah yang lebih berpengaruh kepada masyarakat Jatim," ungkapnya.
Bahkan, katanya, survei SSC membuktikan ajakan tokoh agama seperti kiai serta tokoh-tokoh lokal lebih berpengaruh kepada publik dari pada ajakan artis. Kondisi itu menunjukkan bahwa masyarakat sudah cerdas dalam memilih pemimpinnya.
Pengaruh sosial media dalam Pemilihan Umum (Pemilu) atau Pilkada sudah mulai tren sejak Pemilu Presiden era Jokowi-Jusuf Kalla (JK) dan Prabowo Subianto-Hatta Radjasa. Waktu itu, keduanya sama-sama perang twibbon foto. Pendukung Jokowi-JK mengedit foto mereka dengan twibbon I Stand on the Right Side. Sedangkan pendukung Prabowo-Hatta, ramai-ramai menggunakan twibbon bertuliskan Pilih Satu Karena Saya Cinta Indonesia. Tren ini akhirnya dilanjutkan saat Pemilihan Gubernur (Pilgub) DKI Jakarta tahun 2017, di mana media sosial begitu berpengaruh dalam mengalang isu dan massa yang terlibat dalam proses dukung mendukung pasangan calon.
Selain penggunaan media sosial, kampanye Pilkada juga tidak lepas dari jasa para publik figur. Hal ini bisa dilihat, dalam beberapa minggu terakhir ini, beberapa calon kepala daerah mulai menggaet artis untuk mendukung sosialisasi mereka. Di Jawa Timur Pasangan Saifullah Yusuf-Puti Guntur Soekarno yang diusung PKB, PDIP, Gerindra, dan PKS lebih dulu merangkul penyanyi dangdut Via Vallen dan Nela Kharisma. Kedua penyanyi yang lagi naik daun ini begitu menjadi idola masyarakat melalui suara merdu dan paras yang menawan.
Di kubu lainnya, Khofifah Indar Parawansa-Emil Dardak memilih Sigit Purnomo atau Pasha Ungu serta Anang Hermansyah sebagai juru kampanye (jurkam). Mereka akan memimpin barisan artis lainnya seperti Hendro Eko Purnomo atau Eko Patrio, Dessy Ratnasari, Lucky Hakim, dan Primus Yustisio.
Begitu pula di Pilgub Jabar. Pasangan Ridwan Kamil dan Uu (Ruzhanul Ulum) kemungkinan bakal menggaet artis dan penyanyi papan atas seperti Rossa, Syahrini, Rafi Ahmad dan Cakra Khan untuk tampil sebagai penyanyi dan jurkam pasangan yang mengusung nama Rindu itu.
Sementara itu pasangan Deddy Mizwar-Dedi Mulyadi atau Duo DM pun akan menerjunkan sejumlah artis terkenal. Terlebih sosok Deddy Mizwar selama ini dikenal sebagai sosok aktor senior. Tidak hanya itu, Dedi Mulyadi yang banyak berkecimpung dalam dunia seni dan budaya pun dikenal dekat dengan kalangan artis. Di antara nama yang disiapkan adalah penyanyi Charly Van Houten, Nassar hingga Ohang (komedian Sunda).
Tak mau kalah, pasangan Sudrajat-Ahmad Syaikhu yang mengusung nama Asyik bahkan akan mengerahkan cukup banyak artis terkenal. Terlebih banyak kader salah satu parpol pengusungnya, yakni PAN, berprofesi sebagai artis. Mereka akan dikerahkan untuk mengenalkan Asyik kepada masyarakat Jabar, di antaranya Lucky Hakim, Desy Ratnasari, Eko Patrio, dan Primus Yustisio.
Pasangan Tubagus Hasanudin-Anton Charliyan yang diusung PDIP juga dipastikan bakal menggandeng sejumlah artis. Terlebih sejumlah kader PDIP berlatar belakang sebagai artis di antaranya Rieke Dyah Pitaloka alias Oneng dan Niko Siahaan.
Ketua Badan Pemenangan Pemilu Partai Amanat Nasional (PAN) Viva Yoga Mauladi mengungkapkan, sosok artis yang melekat popularitasnya tentu misa mendatangkan efek positif maupun efek negatif. Dalam konteks itu, partai atau pasangan calon di pilkada tentu hanya akan mengoptimalkan sosok artis ketika dianggap positif tidak hanya dalam konteks opini, tetapi juga yang diharapkan bisa mempengaruhi publik.
"Jadi, kampanye dengan artis tidak otomatis akan menaikkan suara elektoral. Karena masyarakat sudah semakin cerdas dan rasional dalam menentukan preferensi pilihannya," katanya.
Dengan pertimbangan seperti itu, kata Viva, maka partai politik atau pasangan calon juga tentunya akan semakin hati-hati dalam menentukan figure artis yang akan diajak keliling kampanye. Mereka yang dipilih untuk menjadi tim, kata Viva, hanya yang dari sisi citra menampilkan tone positif. "Jika calon pemilih mempunyai actris/actor identity, maksudnya tingkat ngefans-nya tinggi, tentu posisi artis akan menguntungkan dalam menaikkan suara elektoral partai/paslon. Begitu juga sebaliknya," ungkapnya.
Pakar politik Universitas Trunojoyo Madura Moechtar W Oetomo menuturkan, fungsi utama artis sebenarnya bukan pengumpul suara, tapi mereka adalah pengumpul massa yang paling efektif. Sebagai figur, para artis popular di kalangan masyarakat. Artis bisa dijadikan alat untuk mengumpulkan massa dalam jumlah besar dan tempo yang cepat. Secara substansi, katanya, kehadiran artis tetap memiliki andil besar dalam pengumpulan massa untuk mendulang suara. Setelah massa terkumpul, tugas kandidat dan jurkam yang sesungguhnya untuk masuk dalam pikiran massa dengan berbagai teknik komunikasi politik.
"Semua ini biar massa memberikan dukungan dan suaranya pada paslon. Jadi fungsi pengumpul suara tetap ada pada kandidat paslon dan jurkamnya, bukan pada artisnya," ujar Moechtar kepada KORAN SINDO.
Ia melanjutkan, dalam pelaksanaannya memang lebih mudah dan strategis menggandeng artis dalam memengaruhi massa yang besar dan sedang berkumpul. Cara itu lebih efektif dari pada massa yang terpisah-pisah dan tidak terdeteksi. "Maka di sini sebenarnya letak pentingnya menggunakan artis sebagai pengumpul massa," ucapnya.
Direktur Surabaya Survei Center (SSC) itu melanjutkan, tipologi masyarakat yang mayoritas tinggal di perdesaan seperti di Jatim memang masih mudah dikumpulkan oleh artis. Mereka bisa memberikan hiburan serta menjadi magnet tersendiri bagi masyarakat. "Namun untuk sampai pada tahap mudah dipengaruhi atau diajak saya rasa tidak. Tetap semua ajakan kandidat dan jurkam yang kompetenlah yang lebih berpengaruh kepada masyarakat Jatim," ungkapnya.
Bahkan, katanya, survei SSC membuktikan ajakan tokoh agama seperti kiai serta tokoh-tokoh lokal lebih berpengaruh kepada publik dari pada ajakan artis. Kondisi itu menunjukkan bahwa masyarakat sudah cerdas dalam memilih pemimpinnya.
(amm)