Kader Sekelas Kotak Kosong
A
A
A
PEMILIHAN kepala daerah (pilkada) dengan calon tunggal kembali tak terelakkan. Tahun ini, ada 11 daerah setingkat kabupaten/kota yang menggelar pilkada tunggal. Sebelumnya, pada 2015, ada 3 pilkada dengan calon tunggal dari 269 daerah dan 2017, ada 9 dari 101 pilkada. Bertaburnya calon tunggal yang bakal melawan kotak kosong ini oleh banyak kalangan disebut sebagai kegagalan pengkaderan oleh partai politik. Namun, ada juga yang bilang, semua itu berurusan dengan fulus.
Setidaknya itu yang diakui Bupati Tasikmalaya Uu Ruzhanul Ulum yang sukses mengalahkan kotak kosong pada Pilkada Tasik pada 2015 silam. Uu yang kini mengadu peruntungan untuk naik kelas menjadi calon gubernur Jawa Barat pun mengakui, untuk mengikuti pilkada itu memerlukan biaya juga dukungan logistik. "Omong kosong event politik tidak ada cost politik," ujarnya kepada SINDO Weekly di penghujung 2016.
Pada Pilkada 2015 itu, Uu maju untuk jabatan kedua bersama wakilnya, Ade Sugiarto. Pasangan ini tak memiliki lawan alias melawan kotak kosong. Politikus Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu pun memenangkan pilkada dengan persentase 67,42%. Kemenangan itu, katanya, tak lepas dari strateginya yang terus-menerus memopulerkan diri selama menjadi bupati pada periode pertama. "Dengan jalan silaturahmi kepada masyarakat," ucapnya.
Sebelum menjabat sebagai bupati, Uu sudah punya modal politik yang kuat. Sejumlah jabatan strategis pernah diembannya, seperti Ketua DPRD Tasikmalaya 2004–2009 dan Ketua DPW PPP Jabar. Pada Pemilihan Bupati 2011, ia menuturkan, untuk meningkatkan popularitas dan elektabilitasnya, ia memilih jalan sering menjadi mubalig ke masjid-masjid. Bukannya mendapatkan honor, melainkan malah dirinya yang menyumbang sekitar Rp250 ribu di tiap masjid yang ia sambangi. Pada Pilkada 2011 dan 2015, ia mengaku menghabiskan jumlah uang yang sama, yakni sekitar Rp2,5–3 miliar. "Tidak semua diuangkan. Kalau semua diuangkan, itu tidak terhingga," katanya.
Suami Lina Marlina itu mengaku, sepanjang memimpin Tasikmalaya, ia kerap turun ke tengah masyarakat. Dua hal yang dilakukannya: menjelaskan mengenai berbagai pembangunan dan mendengar aspirasi dari masyarakat. Namun, tak jelas apa perubahan dan pembangunan yang telah terjadi di Kabupaten Tasikmalaya. Ia mengklaim kesuksesannya pada hal-hal nonfisik, seperti laporan keuangan Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya mendapatkan wajar tanpa pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan. "Prestasi saya hari ini, mampu menyelamatkan kepemimpinan saya sampai akhir masa jabatan," ungkapnya.
Apa saja faktor yang menyebabkan terjadinya calon tunggal dalam Pilkada Serentak? Simak laporan selengkapnya di Majalah SINDO Weekly Edisi 47/VI/2017 yang terbit Senin (22/01/2018).
Setidaknya itu yang diakui Bupati Tasikmalaya Uu Ruzhanul Ulum yang sukses mengalahkan kotak kosong pada Pilkada Tasik pada 2015 silam. Uu yang kini mengadu peruntungan untuk naik kelas menjadi calon gubernur Jawa Barat pun mengakui, untuk mengikuti pilkada itu memerlukan biaya juga dukungan logistik. "Omong kosong event politik tidak ada cost politik," ujarnya kepada SINDO Weekly di penghujung 2016.
Pada Pilkada 2015 itu, Uu maju untuk jabatan kedua bersama wakilnya, Ade Sugiarto. Pasangan ini tak memiliki lawan alias melawan kotak kosong. Politikus Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu pun memenangkan pilkada dengan persentase 67,42%. Kemenangan itu, katanya, tak lepas dari strateginya yang terus-menerus memopulerkan diri selama menjadi bupati pada periode pertama. "Dengan jalan silaturahmi kepada masyarakat," ucapnya.
Sebelum menjabat sebagai bupati, Uu sudah punya modal politik yang kuat. Sejumlah jabatan strategis pernah diembannya, seperti Ketua DPRD Tasikmalaya 2004–2009 dan Ketua DPW PPP Jabar. Pada Pemilihan Bupati 2011, ia menuturkan, untuk meningkatkan popularitas dan elektabilitasnya, ia memilih jalan sering menjadi mubalig ke masjid-masjid. Bukannya mendapatkan honor, melainkan malah dirinya yang menyumbang sekitar Rp250 ribu di tiap masjid yang ia sambangi. Pada Pilkada 2011 dan 2015, ia mengaku menghabiskan jumlah uang yang sama, yakni sekitar Rp2,5–3 miliar. "Tidak semua diuangkan. Kalau semua diuangkan, itu tidak terhingga," katanya.
Suami Lina Marlina itu mengaku, sepanjang memimpin Tasikmalaya, ia kerap turun ke tengah masyarakat. Dua hal yang dilakukannya: menjelaskan mengenai berbagai pembangunan dan mendengar aspirasi dari masyarakat. Namun, tak jelas apa perubahan dan pembangunan yang telah terjadi di Kabupaten Tasikmalaya. Ia mengklaim kesuksesannya pada hal-hal nonfisik, seperti laporan keuangan Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya mendapatkan wajar tanpa pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan. "Prestasi saya hari ini, mampu menyelamatkan kepemimpinan saya sampai akhir masa jabatan," ungkapnya.
Apa saja faktor yang menyebabkan terjadinya calon tunggal dalam Pilkada Serentak? Simak laporan selengkapnya di Majalah SINDO Weekly Edisi 47/VI/2017 yang terbit Senin (22/01/2018).
(amm)