Bentuk Desk Pilkada, Daerah Wajib Laporan Setiap Hari
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) meminta daerah untuk membentuk desk pemilihan kepala daerah (pilkada). Desk ini berfungsi mengawal penyelenggaraan pilkada serentak. Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Sumarsono mengatakan, tugas dimaksud antara lain melakukan sosialisasi dan pemantauan pelaksanaan pilkada, menginventarisasi dan mengantisipasi masalah-masalah terkait pelaksanaan pilkada, dan memberikan saran-saran penyelesaian permasalahan pilkada.
Menurut dia, desk pilkada juga berkewajiban memberikan laporan perkembangan pilkada setiap hari. Laporan tersebut disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri, dan selanjutnya laporan ini akan dirangkum dan dilaporkan kepada Presiden seminggu sekali. "Tapi desk ini jangan bertindak seperti penyelenggara. Desk ini hanya membantu untuk menyukseskan pilkada," paparnya.
Selain pembentukan desk pilkada, Kemendagri pun berencana akan mengirimkan jajarannya ke 171 daerah peserta pilkada serentak 2018. Tim ini akan ditugasi melakukan pemantauan langsung saat hari pencoblosan. "Kami akan kirimkan di H-3 hari pencoblosan. Bukan hanya provinsi, tapi kabupaten/kota. Kami akan segera akan sampaikan nama satu bulan sebelumnya. Nanti kami melakukan teleconference untuk laporannya," ungkap Sumarsono.
Sebelumnya Kemendagri juga terus melakukan pemantauan dan deteksi dini jelang pilkada. Termasuk juga melakukan pemetaan kerawanan dengan beberapa indikator yaitu kontestasi, penyeleng gara, partisipasi, geografis, dan budaya/militansi. "Ini kami membuat (peta) kerawanan yang merupakan kombinasi antara kerawanan yang dibuat Bawaslu dan indeks parameter yang ada dalam pemantauan dari politik. (Peta) ini mulai dari geografis sampai budaya," kata Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum (Polpum) Kemendagri, Soedarmo.
Dia menjelaskan, budaya cukup berpengaruh pada pelaksanaan pilkada. Daerah yang memiliki budaya kekeluargaan yang erat biasanya akan menim bulkan militansi. Hal ini sedikit banyak akan menambah potensi kerawanan konflik saat pilkada. "Misalnya Sulawesi Selatan (masuk kerawanan tinggi) karena juga memiliki budaya militansi yang kuat," paparnya.
Untuk Papua, selain kontestasi, tingginya potensi kerawanan juga karena faktor budaya. Banyaknya suku yang ada di tanah Papua nyatanya memiliki dukungan berbeda-beda. "Jika suku A dukung B dan suku B dukung C, ini pendukungnya bisa tidak puas dengan hasil ini jika kalah. Makanya, Papua sering masuk daerah rawan," ungkapnya.
Menurut dia, desk pilkada juga berkewajiban memberikan laporan perkembangan pilkada setiap hari. Laporan tersebut disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri, dan selanjutnya laporan ini akan dirangkum dan dilaporkan kepada Presiden seminggu sekali. "Tapi desk ini jangan bertindak seperti penyelenggara. Desk ini hanya membantu untuk menyukseskan pilkada," paparnya.
Selain pembentukan desk pilkada, Kemendagri pun berencana akan mengirimkan jajarannya ke 171 daerah peserta pilkada serentak 2018. Tim ini akan ditugasi melakukan pemantauan langsung saat hari pencoblosan. "Kami akan kirimkan di H-3 hari pencoblosan. Bukan hanya provinsi, tapi kabupaten/kota. Kami akan segera akan sampaikan nama satu bulan sebelumnya. Nanti kami melakukan teleconference untuk laporannya," ungkap Sumarsono.
Sebelumnya Kemendagri juga terus melakukan pemantauan dan deteksi dini jelang pilkada. Termasuk juga melakukan pemetaan kerawanan dengan beberapa indikator yaitu kontestasi, penyeleng gara, partisipasi, geografis, dan budaya/militansi. "Ini kami membuat (peta) kerawanan yang merupakan kombinasi antara kerawanan yang dibuat Bawaslu dan indeks parameter yang ada dalam pemantauan dari politik. (Peta) ini mulai dari geografis sampai budaya," kata Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum (Polpum) Kemendagri, Soedarmo.
Dia menjelaskan, budaya cukup berpengaruh pada pelaksanaan pilkada. Daerah yang memiliki budaya kekeluargaan yang erat biasanya akan menim bulkan militansi. Hal ini sedikit banyak akan menambah potensi kerawanan konflik saat pilkada. "Misalnya Sulawesi Selatan (masuk kerawanan tinggi) karena juga memiliki budaya militansi yang kuat," paparnya.
Untuk Papua, selain kontestasi, tingginya potensi kerawanan juga karena faktor budaya. Banyaknya suku yang ada di tanah Papua nyatanya memiliki dukungan berbeda-beda. "Jika suku A dukung B dan suku B dukung C, ini pendukungnya bisa tidak puas dengan hasil ini jika kalah. Makanya, Papua sering masuk daerah rawan," ungkapnya.
(amm)