Pergantian Panglima TNI Dinilai Mendadak dan Politis
A
A
A
JAKARTA - Ketua Progres 98 Faizal Assegaf mengatakan, pergantian Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo dinilai mendadak dan tidak tepat waktu.
Menurut Faizal, apa yang dilakukan Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta DPR mempercepat proses pergantian Jenderal Gatot sangat tidak elok.
"Istana terlihat memanfaatkan kekosongan Ketua DPR yang bersatus tersangka serta konflik internal Golkar mempermulus proses politik di parlemen," kata Faizal Assegaf dalam keterangan tertulis, Rabu (6/12/2017).
Pergantian yang tidak tepat waktu ini dinilai aneh, karena menurut Faizal tidak ada situasi kegentingan. Namun Presiden begitu cepat mencopot Jenderal Gatot Nurmantyo, padahal masa jabatannya berakhir bulan Maret 2018.
"Langkah yang ditempuh Jokowi memberikan gambaran bahwa pencopotan Gatot lebih pada kalkulasi kepentingan politik jelang Pilpres 2019," bebernya.
Faizal mencontohkan TNI ibarat partai Golkar dan PPP yang dibuat tersandera. Sementara, manuver Istana itu sangat tidak tidak elegan seolah memposisikan institusi TNI menjadi tersandera.
"Institusi TNI adalah salah satu lembaga strategis negara, tidak boleh diobok-obok lantaran terkesan Jokowi disinyalir tidak memiliki hubungan yang harmonis dengan Jenderal Gatot," tegasnya.
"Jokowi harus sadar, mengganti panglima TNI tidak sama dengan menundukkan partai politik untuk manut pada kepentingan kekuasaan Presiden," imbuhnya.
Menurutnya, jika keputusan Presiden dipengaruhi tekanan dan hasutan kelompok yang ingin Jenderal Gatot segera dicopot, tentu hal itu sangat fatal.
"Sebaiknya pergantian Panglima TNI dilakukan sebulan sebelum masa pensiuan Jenderal Gatot. Selain itu menunggu terpilihnya Ketua DPR yang baru, sehingga suksesi panglima TNI tidak dicemari dinamika politik yang tidak sehat," tutup Faizal.
Menurut Faizal, apa yang dilakukan Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta DPR mempercepat proses pergantian Jenderal Gatot sangat tidak elok.
"Istana terlihat memanfaatkan kekosongan Ketua DPR yang bersatus tersangka serta konflik internal Golkar mempermulus proses politik di parlemen," kata Faizal Assegaf dalam keterangan tertulis, Rabu (6/12/2017).
Pergantian yang tidak tepat waktu ini dinilai aneh, karena menurut Faizal tidak ada situasi kegentingan. Namun Presiden begitu cepat mencopot Jenderal Gatot Nurmantyo, padahal masa jabatannya berakhir bulan Maret 2018.
"Langkah yang ditempuh Jokowi memberikan gambaran bahwa pencopotan Gatot lebih pada kalkulasi kepentingan politik jelang Pilpres 2019," bebernya.
Faizal mencontohkan TNI ibarat partai Golkar dan PPP yang dibuat tersandera. Sementara, manuver Istana itu sangat tidak tidak elegan seolah memposisikan institusi TNI menjadi tersandera.
"Institusi TNI adalah salah satu lembaga strategis negara, tidak boleh diobok-obok lantaran terkesan Jokowi disinyalir tidak memiliki hubungan yang harmonis dengan Jenderal Gatot," tegasnya.
"Jokowi harus sadar, mengganti panglima TNI tidak sama dengan menundukkan partai politik untuk manut pada kepentingan kekuasaan Presiden," imbuhnya.
Menurutnya, jika keputusan Presiden dipengaruhi tekanan dan hasutan kelompok yang ingin Jenderal Gatot segera dicopot, tentu hal itu sangat fatal.
"Sebaiknya pergantian Panglima TNI dilakukan sebulan sebelum masa pensiuan Jenderal Gatot. Selain itu menunggu terpilihnya Ketua DPR yang baru, sehingga suksesi panglima TNI tidak dicemari dinamika politik yang tidak sehat," tutup Faizal.
(maf)