Geopark Berpotensi Jadi Ujung Tombak Wisata Indonesia
A
A
A
JAKARTA - Geopark Kaldera Batur dan Geopark Gunung Sewu selama lima tahun terakhir berhasil menggugah perhatian dunia tentang adanya keindahan alam yang tercipta akibat proses bumi selama miliaran tahun di Indonesia. Keindahan dan keajaiban alam kedua geopark pun diakui UNESCO sebagai Global Geopark Network (GGN). Dengan kian dikenal dan adanya pengakuan dari lembaga dunia, Geopark Kaldera Batur dan Geopark Gunung Sewu bisa menjadi ikon baru wisata Indonesia untuk menarik minat wisatawan asing.
Bagi masyarakat Indonesia, wisata geopark bisa disebut sebagai objek baru wisata karena baru dikenal sekitar tahun 2005 melalui pariwisata minat khusus. Pengenalan wisata geopark bermula dari mereka yang tertarik pada penelitian geologi. Namun seiring berkembangnya waktu dan tingginya minat masyarakat terhadap taman geologi, wisata geopark semakin menarik dan populer.
Indonesia sejatinya surga bagi pencinta wisata geopark. Sebab selain dua geopark yang telah ditetapkan UNESCO menjadi GGN, negeri ini masih memiliki 8 geopark lain yang menyandang status geopark nasional dan menunggu pengesahan UNESCO. Kedelapan geopark tersebut adalah Geopark Toba, Rinjani, Merangin, Cileteuh, Raja Ampat, Tambora, Maros-Pangkep, dan Bojonegoro.
Untuk mempercepat pengembangan seluruh geopark tersebut, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman telah menggandeng Bappenas, Badan Geologi Kementerian ESDM, LIPI, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Sekretariat Nasional UNESCO, dan Kementerian Pariwisata. Menurut Sekretaris Deputi Bidang SDM, Iptek dan Budaya Maritim Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman Elvi Wijayanti, koordinasi yang dilakukan Kemenko Kemaritiman merupakan upaya untuk mempercepat adanya pengakuan CGN.
"Awalnya koordinasi dilakukan di bawah Badan Geologi. Tapi dalam perkembangannya akan diarahkan ke sektor pariwisata dan meningkatkan pendapatan masyarakat. Karena itu pengembangannya harus lebih terintegrasi," tutur Elvi saat dihubungi.
Direktur Sumber Daya Energi, Mineral, dan Pertambangan, Kementerian PPN/Bappenas, Rizal Primana menuturkan, pada prinsipnya geopark merupakan konsep pengelolaan kawasan yang memiliki nilai kegeologian yang signifikan dengan keanekaragaman geologi (geodiversity), hayati (biodiversity), dan budaya (culture diversity). Ketiganya disinergikan dengan prinsip-prinsip perlindungan, pendidikan, penumbuhan ekonomi lokal melalui geowisata.
"Geopark juga harus terintegrasi dengan rencana tata ruang wilayah," tuturnya kepada KORAN SINDO.
Pembangunan dan pengembangan kawasan geopark bukan hanya tugas pemerintah, tetapi juga harus mendapat dukungan dari berbagai kalangan terkait, mulai dari pemerintah setempat, masyarakat hingga swasta, sesuai dengan tupoksi masing-masing. Untuk itu setiap geopark harus memiliki badan pengelola kawasan yang dibentuk pemerintah setempat yang bertanggung jawab mengelola kawasan, baik secara bottom-up maupun top-down, termasuk dalam koordinasi. Badan pengelola geopark seluruh Indonesia ini berjejaring dengan membentuk Jaringan Geopark Indonesia (JGI).
Seiring berkembangnya geopark sebagai lokasi wisata lokal yang menguntungkan, beberapa pemerintah daerah sedikit demi sedikit mulai berminat mengembangkan konsep geopark di wilayahnya. Pemda Jawa Barat misalnya telah memasukkan program pengembangan Geopark Cileutuh-Pelabuhan Ratu dalam program pembangunan jangka menengahnya. Namun secara umum belum ada perencanaan program yang holistis untuk pembangunan kawasan berbasis geopark dengan pendanaan yang memadai baik di tingkat pusat maupun daerah.
Sementara itu Geopark Gunung Sewu yang mencakup wilayah tiga kabupaten dan tiga provinsi, yakni Gunungkidul (DI Yogyakarta), Pacitan (Jawa Timur), dan Wonogiri (Jawa Tengah), memiliki potensi sumber daya yang luar biasa untuk dimanfaatkan secara lestari. Anggota DPRD Jateng Hadi Santoso mengatakan, penetapan kawasan Gunung Sewu sebagai bagian dari taman bumi global bisa berdampak positif terhadap perkembangan sektor pariwisata daerah setempat. Menurutnya, penetapan Taman Nasional Gunung Sewu ke dalam jaringan taman bumi global akan sangat berpengaruh terhadap kemajuan pariwisata, baik di Wonogiri, Gunung Kidul maupun Pacitan.
Dia menjelaskan, sejumlah bidang yang terkait dalam geopark tersebut menyangkut unsur manusia, geologi, dan budaya serta lingkungan. "Ada beberapa implikasi langsung sebagai konsekuensi penetapan Gunung Sewu sebagai taman dunia yang diakui UNESCO. Selain dampak untuk masyarakat, tentu juga bisa memiliki dampak lainnya, yakni dukungan anggaran dari pemerintah pusat maupun daerah dalam upaya pelestarian maupun perlindungan kawasan karst yang telah ditetapkan sebagai geo-site oleh UNESCO," papar Hadi.
Pihaknya pun berharap, dengan penetapan Taman Nasional Gunung Sewu sebagai GGN ini, masyarakat sekitar menjadi lebih sejahtera, tentunya dengan berbagai manfaat yang dapat diambil dari keberadaan Taman Nasional Gunung Sewu.
Ketua Asosiasi Pelaku Pariwisata (ASPPI) DPD Jateng Robert Wahyu Nofri ikut mendukung segala upaya dalam pengembangan geopark di Jateng. Sebagai pelaku pariwisata, pihaknya berharap dinas terkait memperhatikan peningkatan sarana-prasarana dalam menunjang wisata geopark yang berada di Wonogiri seperti kondisi tempat yang bersih, petugas yang ramah, guide lokal, kuliner dan suvenir yang menonjolkan ciri khas.
"Sehingga kami para pelaku wisata di Jateng dengan mudah menjual wisata Geopark Wonogiri kepada wisatawan domestik maupun mancanegara, tentu dengan nilai atau keunggulan positifnya," ujar Robert.
Magnet Wisatawan
General Manager Geopark Gunung Sewu Budi Martono mengatakan, beberapa geo-site yang ada di Geopark Gunung Sewu memang saat ini menjadi tren dan banyak dikunjungi wisatawan. Meski demikian bukan berarti hal tersebut menjadi salah satu syarat karena masih banyak geo-site lain yang juga harus mengimbangi demi pemerataan kunjungan dan menjaga kelestarian geo-site.
Dia kemudian mencontohkan geo-site kawasan Gua Pindul dan Gunung Api Purba Nglanggeran. Dua geo-site ini menurutnya benar-benar menjadi magnet bagi wisatawan untuk berkunjung. Untuk itu, pembelajaran masyarakat guna pelestarian sangat penting dilakukan agar geo-site ini tetap lestari. "Jadi prinsipnya adalah geo-site lestari, ada edukasi untuk masyarakat, dan bisa menyejahterakan masyarakat," urainya.
Sementara itu Ketua Taskforce Geopark Indonesia Yunus Kusumabrata mengungkapkan, dua GGN di Indonesia akan terus dievaluasi agar tetap memenuhi persyaratan yang telah ditentukan UNESCO. Selain itu pihaknya optimistis ada dua lokasi lagi yang bisa naik kelas menjadi GGN, yakni Geopark Ciletuh-Pelabuhan Ratu dan Geopark Rinjani Lombok. Untuk menambah jumlah Geopark Global beberapa waktu lalu pemerintah telah mendaftarkan Geopark Kaldera Toba ke UNESCO.
"Setidaknya ada 66 kawasan yang teridentifikasi sebagai geopark oleh Badan Geologi," ujar Yunus.
Bagi masyarakat Indonesia, wisata geopark bisa disebut sebagai objek baru wisata karena baru dikenal sekitar tahun 2005 melalui pariwisata minat khusus. Pengenalan wisata geopark bermula dari mereka yang tertarik pada penelitian geologi. Namun seiring berkembangnya waktu dan tingginya minat masyarakat terhadap taman geologi, wisata geopark semakin menarik dan populer.
Indonesia sejatinya surga bagi pencinta wisata geopark. Sebab selain dua geopark yang telah ditetapkan UNESCO menjadi GGN, negeri ini masih memiliki 8 geopark lain yang menyandang status geopark nasional dan menunggu pengesahan UNESCO. Kedelapan geopark tersebut adalah Geopark Toba, Rinjani, Merangin, Cileteuh, Raja Ampat, Tambora, Maros-Pangkep, dan Bojonegoro.
Untuk mempercepat pengembangan seluruh geopark tersebut, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman telah menggandeng Bappenas, Badan Geologi Kementerian ESDM, LIPI, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Sekretariat Nasional UNESCO, dan Kementerian Pariwisata. Menurut Sekretaris Deputi Bidang SDM, Iptek dan Budaya Maritim Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman Elvi Wijayanti, koordinasi yang dilakukan Kemenko Kemaritiman merupakan upaya untuk mempercepat adanya pengakuan CGN.
"Awalnya koordinasi dilakukan di bawah Badan Geologi. Tapi dalam perkembangannya akan diarahkan ke sektor pariwisata dan meningkatkan pendapatan masyarakat. Karena itu pengembangannya harus lebih terintegrasi," tutur Elvi saat dihubungi.
Direktur Sumber Daya Energi, Mineral, dan Pertambangan, Kementerian PPN/Bappenas, Rizal Primana menuturkan, pada prinsipnya geopark merupakan konsep pengelolaan kawasan yang memiliki nilai kegeologian yang signifikan dengan keanekaragaman geologi (geodiversity), hayati (biodiversity), dan budaya (culture diversity). Ketiganya disinergikan dengan prinsip-prinsip perlindungan, pendidikan, penumbuhan ekonomi lokal melalui geowisata.
"Geopark juga harus terintegrasi dengan rencana tata ruang wilayah," tuturnya kepada KORAN SINDO.
Pembangunan dan pengembangan kawasan geopark bukan hanya tugas pemerintah, tetapi juga harus mendapat dukungan dari berbagai kalangan terkait, mulai dari pemerintah setempat, masyarakat hingga swasta, sesuai dengan tupoksi masing-masing. Untuk itu setiap geopark harus memiliki badan pengelola kawasan yang dibentuk pemerintah setempat yang bertanggung jawab mengelola kawasan, baik secara bottom-up maupun top-down, termasuk dalam koordinasi. Badan pengelola geopark seluruh Indonesia ini berjejaring dengan membentuk Jaringan Geopark Indonesia (JGI).
Seiring berkembangnya geopark sebagai lokasi wisata lokal yang menguntungkan, beberapa pemerintah daerah sedikit demi sedikit mulai berminat mengembangkan konsep geopark di wilayahnya. Pemda Jawa Barat misalnya telah memasukkan program pengembangan Geopark Cileutuh-Pelabuhan Ratu dalam program pembangunan jangka menengahnya. Namun secara umum belum ada perencanaan program yang holistis untuk pembangunan kawasan berbasis geopark dengan pendanaan yang memadai baik di tingkat pusat maupun daerah.
Sementara itu Geopark Gunung Sewu yang mencakup wilayah tiga kabupaten dan tiga provinsi, yakni Gunungkidul (DI Yogyakarta), Pacitan (Jawa Timur), dan Wonogiri (Jawa Tengah), memiliki potensi sumber daya yang luar biasa untuk dimanfaatkan secara lestari. Anggota DPRD Jateng Hadi Santoso mengatakan, penetapan kawasan Gunung Sewu sebagai bagian dari taman bumi global bisa berdampak positif terhadap perkembangan sektor pariwisata daerah setempat. Menurutnya, penetapan Taman Nasional Gunung Sewu ke dalam jaringan taman bumi global akan sangat berpengaruh terhadap kemajuan pariwisata, baik di Wonogiri, Gunung Kidul maupun Pacitan.
Dia menjelaskan, sejumlah bidang yang terkait dalam geopark tersebut menyangkut unsur manusia, geologi, dan budaya serta lingkungan. "Ada beberapa implikasi langsung sebagai konsekuensi penetapan Gunung Sewu sebagai taman dunia yang diakui UNESCO. Selain dampak untuk masyarakat, tentu juga bisa memiliki dampak lainnya, yakni dukungan anggaran dari pemerintah pusat maupun daerah dalam upaya pelestarian maupun perlindungan kawasan karst yang telah ditetapkan sebagai geo-site oleh UNESCO," papar Hadi.
Pihaknya pun berharap, dengan penetapan Taman Nasional Gunung Sewu sebagai GGN ini, masyarakat sekitar menjadi lebih sejahtera, tentunya dengan berbagai manfaat yang dapat diambil dari keberadaan Taman Nasional Gunung Sewu.
Ketua Asosiasi Pelaku Pariwisata (ASPPI) DPD Jateng Robert Wahyu Nofri ikut mendukung segala upaya dalam pengembangan geopark di Jateng. Sebagai pelaku pariwisata, pihaknya berharap dinas terkait memperhatikan peningkatan sarana-prasarana dalam menunjang wisata geopark yang berada di Wonogiri seperti kondisi tempat yang bersih, petugas yang ramah, guide lokal, kuliner dan suvenir yang menonjolkan ciri khas.
"Sehingga kami para pelaku wisata di Jateng dengan mudah menjual wisata Geopark Wonogiri kepada wisatawan domestik maupun mancanegara, tentu dengan nilai atau keunggulan positifnya," ujar Robert.
Magnet Wisatawan
General Manager Geopark Gunung Sewu Budi Martono mengatakan, beberapa geo-site yang ada di Geopark Gunung Sewu memang saat ini menjadi tren dan banyak dikunjungi wisatawan. Meski demikian bukan berarti hal tersebut menjadi salah satu syarat karena masih banyak geo-site lain yang juga harus mengimbangi demi pemerataan kunjungan dan menjaga kelestarian geo-site.
Dia kemudian mencontohkan geo-site kawasan Gua Pindul dan Gunung Api Purba Nglanggeran. Dua geo-site ini menurutnya benar-benar menjadi magnet bagi wisatawan untuk berkunjung. Untuk itu, pembelajaran masyarakat guna pelestarian sangat penting dilakukan agar geo-site ini tetap lestari. "Jadi prinsipnya adalah geo-site lestari, ada edukasi untuk masyarakat, dan bisa menyejahterakan masyarakat," urainya.
Sementara itu Ketua Taskforce Geopark Indonesia Yunus Kusumabrata mengungkapkan, dua GGN di Indonesia akan terus dievaluasi agar tetap memenuhi persyaratan yang telah ditentukan UNESCO. Selain itu pihaknya optimistis ada dua lokasi lagi yang bisa naik kelas menjadi GGN, yakni Geopark Ciletuh-Pelabuhan Ratu dan Geopark Rinjani Lombok. Untuk menambah jumlah Geopark Global beberapa waktu lalu pemerintah telah mendaftarkan Geopark Kaldera Toba ke UNESCO.
"Setidaknya ada 66 kawasan yang teridentifikasi sebagai geopark oleh Badan Geologi," ujar Yunus.
(amm)