Mensos Khofifah Kampanye Indonesia Bebas Anak Jalanan
A
A
A
MALANG - Peringatan Hari Anak Internasional menjadi momentum bagi Kementerian Sosial untuk meluncurkan PP No 44/2017 tentang Pelaksanaan Pengasuhan Anak dan gerakan sosial menuju Indonesia bebas anak jalanan (Anjal). Gerakan sosial ini diluncurkan Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa di Alun-alun Merdeka Kota Malang, Jawa Timur, Senin (20/11/2017).
Ribuan anak turut hadir dalam acara ini. Mereka begitu bersemangat meskipun diguyur hujan lebat.
Khofifah mengatakan, lahirnya PP No 44/2017 merupakan amanat dari Undang-Undang Perlindungan Anak. “Pelaksanaan pengasuhan anak sangat penting, untuk memperkuat kesejahteraan dan perlindungan anak,” katanya.
Pengasuhan anak ini penting diatur dalam peraturan pemerintah karena masih banyak ditemukan kasus orang tua tidak cakap dalam mengasuh anaknya sendiri. Mereka yang tidak cakap bisa dicabut hak asuhnya melalui keputusan pengadilan atau hak asuhnya dialihkan sementara, dan bisa juga dicabut secara permanen.
Khusus untuk mekanisme pengangkatan anak asuh, PP ini mengatur secara tegas, bahwa orang tua yang akan mengangkat anak harus menjadi calon orang tua angkat selama 6 bulan dengan supervisi dari dinas sosial, atau Kementerian Sosial. Setelah itu baru bisa diputuskan melalui pengadilan sebagai orang tua angkat.
Untuk calon anak angkat dari Indonesia, dengan calon orang tua angkat warga negara Indonesia, pengurusan izinnya cukup sampai di dinas sosial provinsi. “Apabila salah satunya ada dari warga negara asing, maka pengurusannya harus ke Kementerian Sosial. Hal ini bertujuan memberikan jaminan hukum, perlindungan, dan pengasuhan anak,” ujarnya.
Orang tua juga diimbaunya untuk maksimalkan pengasuhan dan perlindungan anak. Seluruh warga juga diimbau ikut memberikan perlindungan terhadap anak.
“Kalau orang tua tidak cakap, maka hak asuhnya bisa dicabut atau dialihkan melalui keputusan pengadilan. PP ini menjadi payung hukum pengasuhan anak karena anak-anak wajib dilindungi hak hidupnya,” tegasnya.
Sasaran utama peraturan ini adalah anak-anak yang diasuh keluarga inti. Data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2016 menunjukkan, di Indonesia terdapat 11 juta anak yang tinggal di rumah tangga dengan kepala keluarga kakek nenek saja.
Sementara, data Direktorat Anak Kementerian Sosial, terdapat lebih dari 250.000 anak yang harus tinggal di lebih dari 5.000 Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA) di seluruh Indonesia.
Berdasarkan data dari Pusat Data dan Informasi Kesejahteraan Kementerian Sosial, jumlah anak jalanan di seluruh Indonesia, tahun 2006 mencapai sebanyak 232.894 anak. Sedangkan hingga Agustus 2017, polulasinya cenderung menurun menjadi 16.290 anak. Mereka tersebar di 21 provinsi.
Sekda Pemprov Jawa Timur Achmad Sukardi mengatakan, di Jawa Timur telah diterbitkan Peraturan Gubernur (Pergub) untuk penanganan anak jalanan agar tidak berada lagi di jalanan. “Kita lakukan pemantauan secara terus menerus, dan meminta pemerintah kabupaten (pemkab), serta pemerintah kota (pemkot) turut serta melakukan penanganan terhadap anjal,” katanya.
Kepala Dinas Sosial Kota Malang, Sri Wahyuningtyas mengaku, saat ini pihaknya belum memiliki aturan hukum terkait keberadaan anjal. “Kami sifatnya hanya memberikan imbauan agar tidak ada di jalanan. Mereka yang dari luar kota, akan kami kirimkan ke Dinas Sosial Jawa Timur. Sementara yang dari Kota Malang akan dibina dan dikembalikan ke orang tuanya,” ujarnya.
Ribuan anak turut hadir dalam acara ini. Mereka begitu bersemangat meskipun diguyur hujan lebat.
Khofifah mengatakan, lahirnya PP No 44/2017 merupakan amanat dari Undang-Undang Perlindungan Anak. “Pelaksanaan pengasuhan anak sangat penting, untuk memperkuat kesejahteraan dan perlindungan anak,” katanya.
Pengasuhan anak ini penting diatur dalam peraturan pemerintah karena masih banyak ditemukan kasus orang tua tidak cakap dalam mengasuh anaknya sendiri. Mereka yang tidak cakap bisa dicabut hak asuhnya melalui keputusan pengadilan atau hak asuhnya dialihkan sementara, dan bisa juga dicabut secara permanen.
Khusus untuk mekanisme pengangkatan anak asuh, PP ini mengatur secara tegas, bahwa orang tua yang akan mengangkat anak harus menjadi calon orang tua angkat selama 6 bulan dengan supervisi dari dinas sosial, atau Kementerian Sosial. Setelah itu baru bisa diputuskan melalui pengadilan sebagai orang tua angkat.
Untuk calon anak angkat dari Indonesia, dengan calon orang tua angkat warga negara Indonesia, pengurusan izinnya cukup sampai di dinas sosial provinsi. “Apabila salah satunya ada dari warga negara asing, maka pengurusannya harus ke Kementerian Sosial. Hal ini bertujuan memberikan jaminan hukum, perlindungan, dan pengasuhan anak,” ujarnya.
Orang tua juga diimbaunya untuk maksimalkan pengasuhan dan perlindungan anak. Seluruh warga juga diimbau ikut memberikan perlindungan terhadap anak.
“Kalau orang tua tidak cakap, maka hak asuhnya bisa dicabut atau dialihkan melalui keputusan pengadilan. PP ini menjadi payung hukum pengasuhan anak karena anak-anak wajib dilindungi hak hidupnya,” tegasnya.
Sasaran utama peraturan ini adalah anak-anak yang diasuh keluarga inti. Data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2016 menunjukkan, di Indonesia terdapat 11 juta anak yang tinggal di rumah tangga dengan kepala keluarga kakek nenek saja.
Sementara, data Direktorat Anak Kementerian Sosial, terdapat lebih dari 250.000 anak yang harus tinggal di lebih dari 5.000 Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA) di seluruh Indonesia.
Berdasarkan data dari Pusat Data dan Informasi Kesejahteraan Kementerian Sosial, jumlah anak jalanan di seluruh Indonesia, tahun 2006 mencapai sebanyak 232.894 anak. Sedangkan hingga Agustus 2017, polulasinya cenderung menurun menjadi 16.290 anak. Mereka tersebar di 21 provinsi.
Sekda Pemprov Jawa Timur Achmad Sukardi mengatakan, di Jawa Timur telah diterbitkan Peraturan Gubernur (Pergub) untuk penanganan anak jalanan agar tidak berada lagi di jalanan. “Kita lakukan pemantauan secara terus menerus, dan meminta pemerintah kabupaten (pemkab), serta pemerintah kota (pemkot) turut serta melakukan penanganan terhadap anjal,” katanya.
Kepala Dinas Sosial Kota Malang, Sri Wahyuningtyas mengaku, saat ini pihaknya belum memiliki aturan hukum terkait keberadaan anjal. “Kami sifatnya hanya memberikan imbauan agar tidak ada di jalanan. Mereka yang dari luar kota, akan kami kirimkan ke Dinas Sosial Jawa Timur. Sementara yang dari Kota Malang akan dibina dan dikembalikan ke orang tuanya,” ujarnya.
(poe)