Pakar Hukum UCY: Kasus Dua Pimpinan KPK Janggal
A
A
A
YOGYAKARTA - Kasus yang menjerat dua pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang dan Agus Raharjo mendapat perhatian dari pihak akademisi. Pakar hukum pidana Universitas Cokroaminoto Yogyakarta (UCY) Dr Muh Khambali menilai janggal keduanya melakukan tindak pidana sebagaimana dalam laporan ke polisi.
“Secara pribadi tidak ada untungnya Saut Situmorang dan Agus Rahardjo melakukan pemalsuan, dan tidak ada ruginya mereka jika tidak melakukan pemalsuan. Jadi menurut saya janggal. Apa yang dilakukan komisioner KPK pasti atas dasar hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” terangnya.
Seperti diketahui pada 7 November 2017 lalu Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri mengeluarkan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan dengan terlapor Saut Situmorang dan Agus Rahardjo dkk. Surat bernomor B/263/XI/2017/ Dit Tipidum ini ditandatangani oleh Direktur Tindak Pidana Umum Brigjen Herry Rudolf Nahak.
Dalam surat itu penyidik memberitahukan tentang dimulainya penyidikan terhadap dugaan tindak pidana membuat surat palsu dan atau penyalahgunaan wewenang sebagaimana dimaksud dalm pasal 263 KUHP jo pasal 55 ayat (1) ke satu KUHP dan atau pasal 421 KUHP yang diduga dilakukan oleh Saut Situmorang dan Agus Rhardjo.
“Terlepas dari motif dan tendensi pelaporan kepada Polisi atas diri komisioner KPK (Saut Situmorang dan Agus Raharjo), kita wait and see dengan harapan Polisi bisa bersikap profesional dan proporsional, jangan sampai ada emosional,” terangnya.
Pada kesempatan itu, Khambali menegaskan pihaknya tetap mendukung gerakan operasi tangkap tangan (OTT) dan kinerja KPK dalam memberantas korupsi di negeri ini, meskipun selalu akan berusaha dilemahkan oleh pihak-pihak tertentu yang merasa terganggu oleh kinerja KPK.
“Penyidikan asal katanya sidik, yang berakar dari bahasa Arab yang berarti benar. Penyidikan berarti mencari kebenaran. Sekali lagi mencari kebenaran, dengan kata lain bukan mencari kesalahan. Biarlah Polisi bekerja untuk mencari kebenaran atas laporan pelapor. Jika laporan tidak benar, maka pelapor harus menanggung akibatnya karena telah memfitnah,” tegasnya.
“Secara pribadi tidak ada untungnya Saut Situmorang dan Agus Rahardjo melakukan pemalsuan, dan tidak ada ruginya mereka jika tidak melakukan pemalsuan. Jadi menurut saya janggal. Apa yang dilakukan komisioner KPK pasti atas dasar hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” terangnya.
Seperti diketahui pada 7 November 2017 lalu Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri mengeluarkan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan dengan terlapor Saut Situmorang dan Agus Rahardjo dkk. Surat bernomor B/263/XI/2017/ Dit Tipidum ini ditandatangani oleh Direktur Tindak Pidana Umum Brigjen Herry Rudolf Nahak.
Dalam surat itu penyidik memberitahukan tentang dimulainya penyidikan terhadap dugaan tindak pidana membuat surat palsu dan atau penyalahgunaan wewenang sebagaimana dimaksud dalm pasal 263 KUHP jo pasal 55 ayat (1) ke satu KUHP dan atau pasal 421 KUHP yang diduga dilakukan oleh Saut Situmorang dan Agus Rhardjo.
“Terlepas dari motif dan tendensi pelaporan kepada Polisi atas diri komisioner KPK (Saut Situmorang dan Agus Raharjo), kita wait and see dengan harapan Polisi bisa bersikap profesional dan proporsional, jangan sampai ada emosional,” terangnya.
Pada kesempatan itu, Khambali menegaskan pihaknya tetap mendukung gerakan operasi tangkap tangan (OTT) dan kinerja KPK dalam memberantas korupsi di negeri ini, meskipun selalu akan berusaha dilemahkan oleh pihak-pihak tertentu yang merasa terganggu oleh kinerja KPK.
“Penyidikan asal katanya sidik, yang berakar dari bahasa Arab yang berarti benar. Penyidikan berarti mencari kebenaran. Sekali lagi mencari kebenaran, dengan kata lain bukan mencari kesalahan. Biarlah Polisi bekerja untuk mencari kebenaran atas laporan pelapor. Jika laporan tidak benar, maka pelapor harus menanggung akibatnya karena telah memfitnah,” tegasnya.
(rhs)