KPU Larang Jajarannya Jabat Kepengurusan Ormas
A
A
A
JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) melarang jajarannya hingga tingkat daerah terlibat dalam kepengurusan organisasi kemasyarakatan (ormas). Berdasarkan surat Nomor 666/SDM.12-SD/05/KPU/XI/2017, bagi penyelenggara yang masih aktif dalam kepengurusan ormas diminta untuk segera menanggalkan keterlibatannya tersebut, dibuktikan dengan surat pernyataan.
Dalam surat bertandatangan Ketua KPU Arief Budiman dijelaskan, bahwa kewajiban untuk mengundurkan diri bagi penyelenggara pemilu merupakan amanat dari Pasal 21 Ayat 1 huruf (k) yang mensyaratkan anggota KPU bebas dari kepengurusan ormas berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum. Dalam poin yang lain dijelaskan bahwa surat pernyataan mundur dari ormas harus diserahkan kepada KPU paling lambat 30 hari sejak 29 Desember 2017.
Komisioner KPU Hasyim menjelaskan bahwa aturan mundur dari kepengurusan ormas bagi anggota KPU adalah konsekuensi yang harus ditempuh ketika seseorang terjun sebagai penyelenggara pemilu. Menurut dia, posisi sebagai penyelenggara pemilu memang menuntut kerja penuh waktu dan tidak dibenarkan menjadikannya sebagai pekerjaan sambilan.
“Seperti saya dosen PNS, karena mendaftarkan menjadi anggota KPU maka kegiatan sebagai dosen harus berhenti, fokus bekerja sepenuh waktu di sini. Maka di tempat asal harus dihentiikan, tidak menjalankan fungsi sebagai pengajar,” ujar Hasyim saat ditemui di Jakarta, Kamis (9/11/2017).
Aturan ini, menurut Hasyim juga baik untuk menghindari konflik kepentingan dalam diri penyelenggara pemilu. Selama bertugas, lanjut dia, akan ada keadaan dimana seseorang bisa saja berhadapan dengan kepentingan tertentu.
Dalam surat bertandatangan Ketua KPU Arief Budiman dijelaskan, bahwa kewajiban untuk mengundurkan diri bagi penyelenggara pemilu merupakan amanat dari Pasal 21 Ayat 1 huruf (k) yang mensyaratkan anggota KPU bebas dari kepengurusan ormas berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum. Dalam poin yang lain dijelaskan bahwa surat pernyataan mundur dari ormas harus diserahkan kepada KPU paling lambat 30 hari sejak 29 Desember 2017.
Komisioner KPU Hasyim menjelaskan bahwa aturan mundur dari kepengurusan ormas bagi anggota KPU adalah konsekuensi yang harus ditempuh ketika seseorang terjun sebagai penyelenggara pemilu. Menurut dia, posisi sebagai penyelenggara pemilu memang menuntut kerja penuh waktu dan tidak dibenarkan menjadikannya sebagai pekerjaan sambilan.
“Seperti saya dosen PNS, karena mendaftarkan menjadi anggota KPU maka kegiatan sebagai dosen harus berhenti, fokus bekerja sepenuh waktu di sini. Maka di tempat asal harus dihentiikan, tidak menjalankan fungsi sebagai pengajar,” ujar Hasyim saat ditemui di Jakarta, Kamis (9/11/2017).
Aturan ini, menurut Hasyim juga baik untuk menghindari konflik kepentingan dalam diri penyelenggara pemilu. Selama bertugas, lanjut dia, akan ada keadaan dimana seseorang bisa saja berhadapan dengan kepentingan tertentu.
(kri)