Hukuman Terdakwa Kasus E-KTP Diperberat, Begini Reaksi KPK

Rabu, 08 November 2017 - 21:06 WIB
Hukuman Terdakwa Kasus...
Hukuman Terdakwa Kasus E-KTP Diperberat, Begini Reaksi KPK
A A A
JAKARTA - Majelis hakim banding Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta menjatuhkan pidana tambahan berupa uang pengganti untuk Irman dan Sugiharto, dua terdakwa perkara korupsi proyek kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP).

Hal tersebut tertuang dalam putusan Nomor: 33/Pid.Sus-TPK/2017/PT.DKI atas nama Irman dan Sugiharto dalam laman Direktori Putusan Mahkamah Agung (MA) pada Rabu (8/11/2017) siang.

Putusan dijatuhkan Majelis Hakim Banding PT DKI yang diketuai Ester Siregar dengan anggota Elnawisah, I Nyoman Sutama, Hening Tyastanto, dan Rusydi pada Senin 30 Oktober 2017 dan dibacakan pada Kamis 2 November 2017.

Majelis hakim banding menyatakan ‎menerima sebagian memori banding yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK.‎

Majelis kemudian mengeluarkan delapan amar putusan. Lima di antaranya, pertama,‎ menyatakan Irman selaku Plt Dirjen Dukcapil dan Dirjen Dukcapil Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Sugiharto pejabat pembuat komitmen (PPK) pengadaan e-KTP yang juga Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan pada Ditjen Dukcapil Kemendagri‎, terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah menurut hukum melakukan tipikor dalam korupsi pembahasan hingga persetujuan anggaran dan proyek pengadaan pengadaan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) di Kemendagri tahun 2011-2012 hingga pembayaran adendum kesembilan tahun 2013.

Perbuatan Irman dan Sugiharto terbukti dilakukan secara bersama-sama sesuai dengan Pasal 3 junto Pasal 18 UU Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, sebagaiaman dalam dakwaan kedua.

Kedua dan ketiga, pidana penjara dan denda yang dijatuhkan untuk Irman dan Sugiharto sama seperti putusan Pengadilan Tipikor Jakarta. Irman dengan pidana 7 tahun dan denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan. Sugiharto dengan pidana penjara 5 tahun dan denda Rp400 juta subsider pidana kurungan 6 bulan.

"Keempat, menjatuhkan pidana tambahan ‎berupa pembayaran uang pengganti kepada terdakwa I Irman sebesar USD300.000, USD200.000, dan Rp1 miliar dikurangi dengan yang sudah dikembalikan kepada KPK sebesar USD300.000 selambat-lambatnya satu bulan setelah putusan memperoleh kekuatan hukum tetap," bunyi petikan putusan banding.

Jika dalam jangka waktu tersebut Irman tidak membayar uang pengganti, maka harta bendanya disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti. Apabila harta Irman tidak mencukupi maka diganti dengan pidana selama 2 tahun.

"Kelima, menjatuhkan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti kepada terdakwa II Sugiharto sebesar USD30.000, USD400.000, USD20.000, dan Rp460 juta dikurangi dengan yang sudah dikembalikan kepada KPK sebesar USD30.000, USD400.000, dan harta benda berupa 1 unit kendaraan roda empat Honda Jazz senilai Rp150 juta selambat-lambatnya satu bulan setelah putusan memperoleh kekuatan hukum tetap," demikian petikan putusan tingkat banding.

Apabila dalam batas waktu itu Sugiharto tidak membayar uang pengganti, maka harta bendanya disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti.

Jika harta Sugiharto tidak mencukupi maka diganti dengan pidana selama 1 tahun. Dalam pertimbangan putusan tingkat banding Irman dan Sugiharto, majelis menuturkan, uang pengganti tersebut tidak diputuskan oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta atau pengadilan tingkat pertama.

Penjatuhan pembayaran uang pengganti, menurut majelis hakim banding karena memang Irman dan Sugiharto terbukti memperkaya diri sendiri dan menikmati uang tersebut. Karenanya pidana uang pengganti senilai yang diterima dan dinikmati Irman dan Sugiharto layak dijatuhkan.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, pihaknya menyambut baik putusan banding atas nama Irman dan Sugiharto dari sisi pidana uang pengganti.

Di sisi lain, ada beberapa poin permohonan JPU dalam memori banding yang memang tidak dikabulkan majelis hakim banding PT DKI.

Dia menuturkan, pihaknya sejauh ini belum menerima salinan resmi putusan banding dari pengadilan. KPK baru membaca salinannya dari laman Direktori Putusan MA.

Menurut Febri, setelah salinan resmi dari pengadilan diterima maka KPK baru bisa menyimpulkan dan mengambil keputusan apakah akan melakukan upaya hukum berikutnya berupa kasasi atau tidak.

"Kita sudah baca di tahap awal putusan yang dipublikasikan di website Mahkamah Agung. Memang ada beberapa perubahan (dari putusan Pengadilan Tipikor Jakarta). Kami akan cermati apakah masih akan diperlukan proses hukum lebih lanjut. Karena memang beberapa argumentasi dan materi kami pada saat banding belum dipertimbangkan secara maksimal," ujar Febri di Gedung KPK, Jakarta, Rabu 8 November 2017.
(dam)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0584 seconds (0.1#10.140)