Antisipasi Korea, Indonesia Pasang 126 Pemantau Radiasi Nuklir
A
A
A
MENINGKATNYA intensitas uji coba senjata seiring ketegangan di Semenanjung Korea membuat Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) Republik Indonesia waspada. Sedikitnya 126 stasiun pemantau radiasi nuklir disiapkan untuk memantau indikasi radiasi gas berbahaya di ruang angkasa Indonesia.
Ketegangan di Semenanjung Korea ditandai dengan berbagai uji coba senjata kelas berat. Bahkan Korea Utara mengklaim berhasil menggunakan bom hidrogen dengan kekuatan melebihi bom atom di Hirosima dan Nagasaki Jepang pada Perang Dunia II.
Korea Utara juga mengklaim memiliki hulu ledak nuklir yang bisa diluncurkan dengan rudal antarbenua jika perang Korea benar-benar terjadi. Jika kondisi tersebut benar-benar terjadi, tak menutup kemungkinan dampak radiasi akan memapar kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia.
“Kami akan memasang 126 RDMS (radiation data monitoring system ) atau pemantau radiasi nuklir di sejumlah titik di Indonesia,” kata Kepala Bapaten Jazi Eko Istiyanto saat berkunjung ke Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, Kamis (12/10/2017).
Dia menjelaskan, 126 pemantau radiasi nuklir tersebut akan dipasang di stasiun-stasiun Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) di seluruh Indonesia. Hal itu sengaja dilakukan karena Bapeten belum dimungkinkan membangun saluran tersendiri. “Apalagi BMKG juga sudah punya sistem yang dapat mendeteksi gempa dari percobaan nuklir Korea Utara,” ungkapnya.
Pembangunan pemantau radiasi nuklir tersebut memang dianggap penting. Karena saat ini Korea Utara melakukan uji coba bom hidrogen. Bahkan sebelumnya masyarakat internasional, termasuk Dewan Keamanan PBB, diminta menahan aksi Korut tersebut. Memang terakhir Cina yang berdekatan dengan negara tersebut tidak mendeteksi adanya radiasi nuklir.
Hadirnya Badan Tenaga Nuklir (Batan) di Makassar adalah untuk melanjutkan tradisi berkolaborasi dengan perguruan tinggi.
Tahun 2017 ini Batan dan Universitas Hasanudin (Unhas) bekerja sama mengadakan Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir (Senten) yang keempat dan 2nd International Conference on Nuclear Energy Technologies and Sciences (ICoNETS-2017) bersama- sama dengan 4th International Symposium on Smart Material and Mechatronics (ISSMM) & Robotic Contest.
“Sebagaimana negara-negara maju, teknologi nuklir seharusnya diberi kesempatan untuk berkontribusi terhadap pasokan listrik yang berujung pada terjaminnya kemandirian dan keberlanjutan pembangunan nasional,” kata Rektor Unhas Dwia Aries Tina Palubuhu.
Ketegangan di Semenanjung Korea ditandai dengan berbagai uji coba senjata kelas berat. Bahkan Korea Utara mengklaim berhasil menggunakan bom hidrogen dengan kekuatan melebihi bom atom di Hirosima dan Nagasaki Jepang pada Perang Dunia II.
Korea Utara juga mengklaim memiliki hulu ledak nuklir yang bisa diluncurkan dengan rudal antarbenua jika perang Korea benar-benar terjadi. Jika kondisi tersebut benar-benar terjadi, tak menutup kemungkinan dampak radiasi akan memapar kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia.
“Kami akan memasang 126 RDMS (radiation data monitoring system ) atau pemantau radiasi nuklir di sejumlah titik di Indonesia,” kata Kepala Bapaten Jazi Eko Istiyanto saat berkunjung ke Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, Kamis (12/10/2017).
Dia menjelaskan, 126 pemantau radiasi nuklir tersebut akan dipasang di stasiun-stasiun Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) di seluruh Indonesia. Hal itu sengaja dilakukan karena Bapeten belum dimungkinkan membangun saluran tersendiri. “Apalagi BMKG juga sudah punya sistem yang dapat mendeteksi gempa dari percobaan nuklir Korea Utara,” ungkapnya.
Pembangunan pemantau radiasi nuklir tersebut memang dianggap penting. Karena saat ini Korea Utara melakukan uji coba bom hidrogen. Bahkan sebelumnya masyarakat internasional, termasuk Dewan Keamanan PBB, diminta menahan aksi Korut tersebut. Memang terakhir Cina yang berdekatan dengan negara tersebut tidak mendeteksi adanya radiasi nuklir.
Hadirnya Badan Tenaga Nuklir (Batan) di Makassar adalah untuk melanjutkan tradisi berkolaborasi dengan perguruan tinggi.
Tahun 2017 ini Batan dan Universitas Hasanudin (Unhas) bekerja sama mengadakan Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir (Senten) yang keempat dan 2nd International Conference on Nuclear Energy Technologies and Sciences (ICoNETS-2017) bersama- sama dengan 4th International Symposium on Smart Material and Mechatronics (ISSMM) & Robotic Contest.
“Sebagaimana negara-negara maju, teknologi nuklir seharusnya diberi kesempatan untuk berkontribusi terhadap pasokan listrik yang berujung pada terjaminnya kemandirian dan keberlanjutan pembangunan nasional,” kata Rektor Unhas Dwia Aries Tina Palubuhu.
(amm)