Pemerhati Pemilu Kritisi Sipol KPU
A
A
A
JAKARTA - Kewajiban untuk mengisi data partai pada Sistem Informasi Partai Politik ( Sipol) Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai syarat untuk bisa mendaftar sebagai calon peserta Pemilu 2019, dinilai memiliki kelemahan hukum.
Hal itu dikatakan Kornas Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Sunanto. Menurutnya, kewajiban penerapan Sipol tersebut diatur dalam Peraturan KPU (PKPU) Nomor 11/2017.
"Legitimasi atas penggunaan Sipol masih dipertanyakan/diragukan. Karena Sipol tidak diatur/dimuat dalam Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017. Faktanya KPU menjadikan Sipol sebagai syarat wajib," kata Sunanto di Jakarta, Rabu (11/10/2017).
Sipol adalah proses pengumpulan data administrasi partai politik (parpol) yang dibutuhkan untuk bahan verifikasi sebagai peserta pemilu. Langkah KPU dalam memunculkan Sipol sebagai upaya untuk menertibkan sistem administrasi parpol.
Selain itu Sipol dapat mendeteksi kegandaan dalam parpol dan antar parpol dan pengurus partai yang tidak memenuhi syarat (TNI, Polri, ASN, di bawah 17 Tahun dan belum menikah).
Tahapan verifikasi menerapkan Sipol sebagai instrumen verifikasi bukan sesuatu yang baru. Pada pemilu 2014 sudah diberlakukan namun tidak bersifat wajib.
Lebih jauh Sunanto menegaskan, penerapan KPU tersebut bisa saja dinilai sebagai langkah berkemajuan. Namun perlu diingat bahwa KPU harus bekerja sesuai dengan perintah UU. Sipol yang diterapkan KPU jelas berpotensi menyalahi aturan perundang-undangan.
"Sistem yang berupaya mempermudah dalam melakukan verifikasi tidak boleh menerobos sistem yang berlaku dan memberatkan peserta pemilu dalam melakukan pendaftaran sebagai peserta pemilu," tuturnya.
"Selain sistem Sipol tidak ada payung hukumnya, juga tidak dapat diakses publik sehingga melemahkan partisipasi publik dalam verifikasi parpol yang berpotensi adanya kongkalikong antara calon peserta pemilu dan peyelenggara," tegasnya.
Sementara Bawaslu sendiri kata Sunanto, sampai saat ini belum memiliki Perbawaslu yang mengatur bagaimana cara mengawasi verifikasi parpol. Hal ini menunjukkan Bawaslu lalai dalam hal pengawasan terkait terbitnya PKPU tentang Sipol.
"Selain itu Bawaslu dinilai tidak menjalankan tugas utama sebagai lembaga pengawas pemilu. Tahapan sudah berjalan namun Bawaslu belum mempunyai pedoman pengawasan dalam hal ini Perbawaslu yang mengatur tentang tahapan pendaftaran, verifikasi, dan penetapan partai politik peserta pemilu," ungkapnya.
"Tentu kita sebagai masyarakat sipil berhak bertanya, bagaimana mungkin sebuah lembaga pengawas pemilu bisa menjalankan tugas pengawasan kalau peraturan bawaslu belum ditetapkan," tandasnya.
Hal itu dikatakan Kornas Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Sunanto. Menurutnya, kewajiban penerapan Sipol tersebut diatur dalam Peraturan KPU (PKPU) Nomor 11/2017.
"Legitimasi atas penggunaan Sipol masih dipertanyakan/diragukan. Karena Sipol tidak diatur/dimuat dalam Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017. Faktanya KPU menjadikan Sipol sebagai syarat wajib," kata Sunanto di Jakarta, Rabu (11/10/2017).
Sipol adalah proses pengumpulan data administrasi partai politik (parpol) yang dibutuhkan untuk bahan verifikasi sebagai peserta pemilu. Langkah KPU dalam memunculkan Sipol sebagai upaya untuk menertibkan sistem administrasi parpol.
Selain itu Sipol dapat mendeteksi kegandaan dalam parpol dan antar parpol dan pengurus partai yang tidak memenuhi syarat (TNI, Polri, ASN, di bawah 17 Tahun dan belum menikah).
Tahapan verifikasi menerapkan Sipol sebagai instrumen verifikasi bukan sesuatu yang baru. Pada pemilu 2014 sudah diberlakukan namun tidak bersifat wajib.
Lebih jauh Sunanto menegaskan, penerapan KPU tersebut bisa saja dinilai sebagai langkah berkemajuan. Namun perlu diingat bahwa KPU harus bekerja sesuai dengan perintah UU. Sipol yang diterapkan KPU jelas berpotensi menyalahi aturan perundang-undangan.
"Sistem yang berupaya mempermudah dalam melakukan verifikasi tidak boleh menerobos sistem yang berlaku dan memberatkan peserta pemilu dalam melakukan pendaftaran sebagai peserta pemilu," tuturnya.
"Selain sistem Sipol tidak ada payung hukumnya, juga tidak dapat diakses publik sehingga melemahkan partisipasi publik dalam verifikasi parpol yang berpotensi adanya kongkalikong antara calon peserta pemilu dan peyelenggara," tegasnya.
Sementara Bawaslu sendiri kata Sunanto, sampai saat ini belum memiliki Perbawaslu yang mengatur bagaimana cara mengawasi verifikasi parpol. Hal ini menunjukkan Bawaslu lalai dalam hal pengawasan terkait terbitnya PKPU tentang Sipol.
"Selain itu Bawaslu dinilai tidak menjalankan tugas utama sebagai lembaga pengawas pemilu. Tahapan sudah berjalan namun Bawaslu belum mempunyai pedoman pengawasan dalam hal ini Perbawaslu yang mengatur tentang tahapan pendaftaran, verifikasi, dan penetapan partai politik peserta pemilu," ungkapnya.
"Tentu kita sebagai masyarakat sipil berhak bertanya, bagaimana mungkin sebuah lembaga pengawas pemilu bisa menjalankan tugas pengawasan kalau peraturan bawaslu belum ditetapkan," tandasnya.
(maf)