OTT Kepala Daerah Turunkan Partisipasi Masyarakat di Pilkada
A
A
A
JAKARTA - Penangkapan sejumlah kepala daerah oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena terjerat kasus korupsi, dikhawatirkan menurunkan angka partisipasi masyarakat pada pemilihan kepala daerah (pilkada) 2018.
Kordinator Komite Pemilih Indonesia (TePi) Jeirry Sumampow mengatakan, kekhawatiran akan turunnya angka partisipasi cukup berdasar jika melihat kasus penangkapan dan operasi tangkap tangan (OTT) kepala daerah yang terjadi beruntun dalam beberapa bulan terakhir.
Menurutnya, kekecewaan masyarakat yang wajar ini bisa saja diungkapkan dengan keengganan memilih calon yang ditawarkan pada pemilihan selanjutnya.
"Saya kira memang kasus begini menimbulkan apatisme pemilih. Orang yang mereka pilih tidak bekerja baik. Lalu orang mulai ragu, mempertanyakan visi misi. Ini menimbulkan apatisme pemilih berpartisipasi," kata Jeirry saat berbincang dengan Koran SINDO, Selasa (26/9/2017).
(Baca juga: KPK Tetapkan Bupati Cantik Kutai Kertanegara sebagai Tersangka)
Menurut Jeirry, ketidakpercayaan masyarakat juga bisa diungkapkan dengan membandingkan pilihannya yang dulu dengan calon yang ada di pemilihan mendatang. katanya, visi dan misi bisa diabaikan karena menganggap tidak ada kesesuaian antara harapan dengan kenyataan.
"Artinya, masyarakat bisa berpikir kalau begini terus akan sia-sia mereka memilih karena produknya tidak jauh beda dengan dulu atau makin buruk sekarang. Dalam konteks seperti ini bisa membuat partisipasi menurun," ucap Jeirry.
(Baca juga: KPK Benarkan Wali Kota Cilegon Terjaring OTT)
Kondisi ini menurut dia, bisa saja tidak terjadi apabila hadir calon yang memiliki kepribadian berkebalikan dengan kepala daerah yang terjerat kasus korupsi. Meski hal ini tidak juga mudah dilakukan, mengingat perlu ada upaya khusus untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat.
"Calon muncul, yang mampu menarik simpati publik. Kalau seperti ini akan tertutup (kejelekan kepala daerah sebelumnya) oleh pesona calon (baru)," tutur Jeirry.
Cara lain yang bisa dilakukan menurut Jeirry adalah menyosialisasikan pelaksanaan pilkada berintegritas kepada masyarakat. Peran penyelenggara, tokoh masyarakat, partai politik dan calon sangat penting untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat yang hilang.
"Tapi kalau tidak ada calon atau figur yang punya karakter kuat untuk menarik simpati pemilih, bisa saja orang semakin apatis," tandasnya.
Kordinator Komite Pemilih Indonesia (TePi) Jeirry Sumampow mengatakan, kekhawatiran akan turunnya angka partisipasi cukup berdasar jika melihat kasus penangkapan dan operasi tangkap tangan (OTT) kepala daerah yang terjadi beruntun dalam beberapa bulan terakhir.
Menurutnya, kekecewaan masyarakat yang wajar ini bisa saja diungkapkan dengan keengganan memilih calon yang ditawarkan pada pemilihan selanjutnya.
"Saya kira memang kasus begini menimbulkan apatisme pemilih. Orang yang mereka pilih tidak bekerja baik. Lalu orang mulai ragu, mempertanyakan visi misi. Ini menimbulkan apatisme pemilih berpartisipasi," kata Jeirry saat berbincang dengan Koran SINDO, Selasa (26/9/2017).
(Baca juga: KPK Tetapkan Bupati Cantik Kutai Kertanegara sebagai Tersangka)
Menurut Jeirry, ketidakpercayaan masyarakat juga bisa diungkapkan dengan membandingkan pilihannya yang dulu dengan calon yang ada di pemilihan mendatang. katanya, visi dan misi bisa diabaikan karena menganggap tidak ada kesesuaian antara harapan dengan kenyataan.
"Artinya, masyarakat bisa berpikir kalau begini terus akan sia-sia mereka memilih karena produknya tidak jauh beda dengan dulu atau makin buruk sekarang. Dalam konteks seperti ini bisa membuat partisipasi menurun," ucap Jeirry.
(Baca juga: KPK Benarkan Wali Kota Cilegon Terjaring OTT)
Kondisi ini menurut dia, bisa saja tidak terjadi apabila hadir calon yang memiliki kepribadian berkebalikan dengan kepala daerah yang terjerat kasus korupsi. Meski hal ini tidak juga mudah dilakukan, mengingat perlu ada upaya khusus untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat.
"Calon muncul, yang mampu menarik simpati publik. Kalau seperti ini akan tertutup (kejelekan kepala daerah sebelumnya) oleh pesona calon (baru)," tutur Jeirry.
Cara lain yang bisa dilakukan menurut Jeirry adalah menyosialisasikan pelaksanaan pilkada berintegritas kepada masyarakat. Peran penyelenggara, tokoh masyarakat, partai politik dan calon sangat penting untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat yang hilang.
"Tapi kalau tidak ada calon atau figur yang punya karakter kuat untuk menarik simpati pemilih, bisa saja orang semakin apatis," tandasnya.
(maf)