Pandangan Muhammadiyah Terkait Pemutaran Film G30S PKI
A
A
A
YOGYAKARTA - Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir mempersilahkan masyarakat yang ingin menonton pemutaran film G30S PKI. Pihaknya tidak melarang atau menganjurkan menonton film itu.
Menonton film itu sudah menjadi hak masyarakat, bukan sesuatu yang wajib ditonton. Begitu juga dengan rencana pemutaran film tersebut untuk memperingati HUT TNI ke 72.
"Ada yang mau nonton, silahkan. Ada yang tidak ya tidak perlu menonton film G30S PKI itu," katanya usai peletakan batu pertama pembangunan Masjid KH Sudja' di kompleks RS PKU Muhammadiyah Gamping, Sleman, Kamis (21/9/2017).
Menurutnya, film G30S PKI itu merupakan bagian dari sejarah perjalanan bangsa. "Film itu satu dari sebagian banyak instrumen sejarah yang bisa kita jadikan alat untuk membaca sejarah," katanya.
Ada banyak instrumen sejarah yang bisa dijadikan cermin untuk melihat sejarah selain film. Dia memberi gambaran tentang patung pahlawan serta buku yang juga menjadi salah satu cermin melihat sejarah.
"Ada buku sejarah, tutur-tutur sejarah lewat lisan, ada juga sejarah fisik yang jadi simbol, kalau kita lihat patung Jenderal Soedirman, patung Pangeran Diponegoro. Kalau kita lihat, mengingatkan kita pada peristiwa sejarah," jelasnya.
Jadi, kata dia, tidak harus boikot gara-gara film ini. Begitu juga sikap Muhammadiyah netral, tidak terjebak pada pro kontra terkait rencana pemutaran film tersebut.
"Tontonlah film G30S PKI yang mau nonton, bagi yang tidak, ya tidak usah nonton," tandasnya.
Ada banyak pihak yang meminta agar film tersebut direvisi. Termasuk, Presiden Joko Widodo yang menginginkan revisi agar film itu bisa diterima dengan baik oleh generasi milenia saat ini.
"Setiap buku, setiap film, penulisan sejarah, bahkan yang ilmiah pun selalu direvisi, silahkan saja direvisi," katanya.
Haedar mempersilahkan film itu didaur ulang sesuai jaman kekinian. Hanya saja, peristiwa sejarah masa lalu yang suram tidak boleh dihilangkan dalam revisi pembuatan film versi baru.
"Tapi, objektivitas peristiwa tidak boleh dihapus, itu saja. Poin pentingnya bahwa PKI pernah mengkudeta dalam banyak peristiwa dan terjadilah G30S PKI, tidak boleh dihapus," katanya.
Haedar mengajak masyarakat, khususnya generasi muda maupun pemimpin-pemimpin negeri ini untuk lebih memperkuat rasa nasionalisme. Penghayatan akan Idiologi Pancasila harus benar-benar dilakukan oleh segenap elemen masyarakat agar tercipta kedamaian, kesejahteran, seperti yang menjadi cita-cita bangsa.
"Kalau bangsa kita Indonesia sudah memiliki idiologi Pancasila, maka idiologi lain seperti komunisme sekulerisme dan lainnya, tidak punya hak di Indonesia," tandasnya.
Menonton film itu sudah menjadi hak masyarakat, bukan sesuatu yang wajib ditonton. Begitu juga dengan rencana pemutaran film tersebut untuk memperingati HUT TNI ke 72.
"Ada yang mau nonton, silahkan. Ada yang tidak ya tidak perlu menonton film G30S PKI itu," katanya usai peletakan batu pertama pembangunan Masjid KH Sudja' di kompleks RS PKU Muhammadiyah Gamping, Sleman, Kamis (21/9/2017).
Menurutnya, film G30S PKI itu merupakan bagian dari sejarah perjalanan bangsa. "Film itu satu dari sebagian banyak instrumen sejarah yang bisa kita jadikan alat untuk membaca sejarah," katanya.
Ada banyak instrumen sejarah yang bisa dijadikan cermin untuk melihat sejarah selain film. Dia memberi gambaran tentang patung pahlawan serta buku yang juga menjadi salah satu cermin melihat sejarah.
"Ada buku sejarah, tutur-tutur sejarah lewat lisan, ada juga sejarah fisik yang jadi simbol, kalau kita lihat patung Jenderal Soedirman, patung Pangeran Diponegoro. Kalau kita lihat, mengingatkan kita pada peristiwa sejarah," jelasnya.
Jadi, kata dia, tidak harus boikot gara-gara film ini. Begitu juga sikap Muhammadiyah netral, tidak terjebak pada pro kontra terkait rencana pemutaran film tersebut.
"Tontonlah film G30S PKI yang mau nonton, bagi yang tidak, ya tidak usah nonton," tandasnya.
Ada banyak pihak yang meminta agar film tersebut direvisi. Termasuk, Presiden Joko Widodo yang menginginkan revisi agar film itu bisa diterima dengan baik oleh generasi milenia saat ini.
"Setiap buku, setiap film, penulisan sejarah, bahkan yang ilmiah pun selalu direvisi, silahkan saja direvisi," katanya.
Haedar mempersilahkan film itu didaur ulang sesuai jaman kekinian. Hanya saja, peristiwa sejarah masa lalu yang suram tidak boleh dihilangkan dalam revisi pembuatan film versi baru.
"Tapi, objektivitas peristiwa tidak boleh dihapus, itu saja. Poin pentingnya bahwa PKI pernah mengkudeta dalam banyak peristiwa dan terjadilah G30S PKI, tidak boleh dihapus," katanya.
Haedar mengajak masyarakat, khususnya generasi muda maupun pemimpin-pemimpin negeri ini untuk lebih memperkuat rasa nasionalisme. Penghayatan akan Idiologi Pancasila harus benar-benar dilakukan oleh segenap elemen masyarakat agar tercipta kedamaian, kesejahteran, seperti yang menjadi cita-cita bangsa.
"Kalau bangsa kita Indonesia sudah memiliki idiologi Pancasila, maka idiologi lain seperti komunisme sekulerisme dan lainnya, tidak punya hak di Indonesia," tandasnya.
(pur)