GP Ansor Imbau Pemerintah Tak Terpancing Usir Dubes Myanmar

Jum'at, 08 September 2017 - 06:36 WIB
GP Ansor Imbau Pemerintah...
GP Ansor Imbau Pemerintah Tak Terpancing Usir Dubes Myanmar
A A A
JAKARTA - Konflik di Rakhine, Myanmar yang menyebabkan tragedi kemanusiaan berupa terbunuhnya ratusan etnis Rohingnya perlu disikapi secara jernih dan jujur. Jangan sampai masyarakat Indonesia menjadi korban komoditas politik oleh pihak-pihak yang memiliki kepentingan tertentu.

Desakan mengusir Duta Besar Myanmar sebagaimana desakan sebagian kalangan hingga demo di Candi Borobudur dinilai malah akan jadi bumerang dalam penyelesaian konflik.

“Jangan usir Dubes Myanmar. Itu malah akan membuat konflik semakin ruwet,” ujar Ketua Umum Gerakan Pemuda (GP) Ansor Yaqut Cholil Qaumas saat berdiskusi dengan jajaran redaksi KORAN SINDO di Jakarta, Kamis (7/9/2017).

Pria yang akrab disapa Gus Yaqut itu mengungkapkan, konflik yang menimpa etnis Rohingnya bukan hanya konflik agama, tetapi merupakan tragedi kemanusiaan. “Konflik agama itu sebenarnya hanya cover saja. Banyak kepentingan yang bermain di situ,” katanya.

Berdasarkan kajian GP Ansor dari data yang dikumpulkan dan cross check di lapangan, lanjut Gus Yaqut, kawasan Rakhine merupakan daerah yang kaya akan minyak dan gas (migas). Potensi blok migas mulai diketahui pada 2103 atau saat konflik pertama mencuat.

Kini, di daerah tersebut sudah terpasang pipa minyak sejauh 800 km hingga sampai China. Blok minyak di Rakhine di antaranya dikuasai perusahaan asal Amerika Serikat, Korea, Thailand, Malaysia dan India. “Cadangan minyak dan gas sangat besar, yakni sekitar 30 tahun. Jadi sejumlah negara sangat berkepentingan,” ungkapnya. Akhir 2017 ini kontrak blok minyak itu habis.

Menurut Gus Yaqut, ada dua kemungkinan yang melatarbelakangi konflik di Myanmar. Pertama, konflik sengaja diciptakan agar tidak ada investor lain yang masuk ke Rakhine karena kondisi yang tidak aman. Sehingga investor lama tetap yang menguasai.

Kedua, Myanmar sangat butuh penambahan investasi migas. Apalagi Myanmar mengalami defisit hingga 2019. Belum lagi ada 17 kelompok militan yang bertikai melawan pemerintah.

Karena itu pemerintah harus melakukan diplomasi multilateral. Langkah yang dilakukan Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi patut terus dilanjutkan, namun juga melakukan soft diplomasi dengan semua pihak yang berkepentingan di Myanmar.

“Kunci utama penyelesaian konflik ini adalah semua pihak bisa bersikap jujur,” lanjutnya.

Meski demikian, Gus Yaqut tidak yakin jika upaya pemerintah melibatkan PBB bisa menyelesaikan kemelut di Myanmar lantaran konfliknya yang sudah multidimensi. “Penyelesaiannya harus dengan extraordinary,” katanya.
(kri)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.6359 seconds (0.1#10.140)