Memprihatinkan, 1.032 Rumah Sakit Belum Terakreditasi
A
A
A
JAKARTA - Ada 2.379 rumah sakit yang ada di Indonesia. Namun sedikit memprihatinkan, rumah sakit yang sudah terakreditasi baru 1.032 unit saja. Hampir setengah dari jumlahnya.
Ketua Eksekutif Komite Akreditasi Rumah Sakit (KARS) Sutoto mengatakan, dari 2.379 rumah sakit baik swasta dan negeri yang ada di Indonesia baru 1.032 rumah sakit yang terakreditasi. Status akreditasi tersebar dari level perdana, madya, utama dan paripurna.
Sutoto menjelaskan, penilaian akreditasi ini bukan dari besar kecilnya gedung rumah sakit. Melainkan pada kualitas layanan di rumah sakit. Bagaimana cara dokter dan perawat memberikan pelayanan dan tindakan yang menjadi titik berat penilaian.
"41% rumah sakit terakreditasi paripurna. Kalau rumah sakit kecil masih banyak yang level perdana," ujarnya kepada SINDO, Selasa (8/8/2017).
Dia menjelaskan, KARS bertugas mendorong rumah sakit untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan keselamatan pasien yang merujuk pada standar The International Society for Quality in Health Care (ISQua) yang dipakai di 99 negara. Sutoto menyebutkan akreditasi bertaraf internasional ISQua itu mencakup 338 standar dan 1.353 elemen penilaian.
"Standar internasional ini awalnya dikeluhkan oleh rumah sakit karena dinilai terlalu berat. Itu kondisi 2012 lalu. Sekarang rumah sakit malah semakin bagus pelayanannya sebab kami mencatat 41% rumah sakit mencapai akreditasi paripurna. Memang kebanyakan status paripurna ini berada di rumah sakit swasta," terangnya.
Sutoto melanjutkan, ada satu standar akreditasi baru yang akan diterapkan mulai Januari tahun depan. Rumah sakit diharuskan membuat aplikasi pendaftaran rawat jalan dan rawat inap online. Aplikasi ini dianggap penting sebab bisa memudahkan calon pasien untuk mencari kamar yang kosong.
Aplikasinya sendiri bisa disiapkan oleh Kemenkes secara gratis. Standar baru ini, kata dia, membutuhkan masa transisi 1-3 tahun. Namun, dia menyatakan sudah 150 rumah sakit yang sudah menjalankan sistem informasi tersebut.
Sekretaris Eksekutif KARS Djoti Atmodjo menjelaskan, rumah sakit yang belum terakreditasi ini bukannya sengaja tidak taat peraturan. Melainkan ada masalah internal saja. Misalnya saja kendala direktur rumah sakit yang belum memahami poin-poin akreditasi.
Mengenai sanksi, kata dia, KARS tidak berwenang memberikan sanksi. "Kami hanya mendorong mereka untuk maju," jelasnya.
Direktur PT Niaga Mutuprima Sejati Bernard Tjioe mengaku sependapat dengan akreditasi sistem informasi rawat jalan dan rawat inap tersebut. Sebab, dia selaku distributor matras pelindung bayi di rumah sakit membutuhkan data registrasi pasien yang bisa menggunakan produknya Safetosleep. Nama lengkap, tanggal lahir dan keluhan bayi yang ada di server rumah sakit nanti bisa menjadi pendukung data jika matras tersebut di perlukan di rumah pasien sendiri.
Dia menjelaskan, rumah sakit perlu waspada dengan pneumonia pada bayi yang berdasar data WHO ada 2-3 anak meninggal per jam karena pneumonia. Inovasi matrasnya sendiri mendukung rumah sakit untuk bisa mengontrol kondisi bayi melalui sistem yang terkomputerisasi.
"Pada pilot project ini kami akan berikan matras secara gratis ke tiga rumah sakit yakni RS Thamrin, RS Ibu dan Anak Tambak dan YPK Mandiri," katanya.
Project Manager PT Niaga Mutuprima Sejati Prabhanty Ayuthaya menjelaskan, salah satu cara mudah mendeteksi gejala pneumonia yakni dengan menghitung jumlah napas bayi di saat tidur. Matras yang bisa terhubung dengan smartphone ini pun mampu menghitung napas bayi dan memberi sinyal jika angka napas bayi cenderung di bawah normal.
Ketua Eksekutif Komite Akreditasi Rumah Sakit (KARS) Sutoto mengatakan, dari 2.379 rumah sakit baik swasta dan negeri yang ada di Indonesia baru 1.032 rumah sakit yang terakreditasi. Status akreditasi tersebar dari level perdana, madya, utama dan paripurna.
Sutoto menjelaskan, penilaian akreditasi ini bukan dari besar kecilnya gedung rumah sakit. Melainkan pada kualitas layanan di rumah sakit. Bagaimana cara dokter dan perawat memberikan pelayanan dan tindakan yang menjadi titik berat penilaian.
"41% rumah sakit terakreditasi paripurna. Kalau rumah sakit kecil masih banyak yang level perdana," ujarnya kepada SINDO, Selasa (8/8/2017).
Dia menjelaskan, KARS bertugas mendorong rumah sakit untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan keselamatan pasien yang merujuk pada standar The International Society for Quality in Health Care (ISQua) yang dipakai di 99 negara. Sutoto menyebutkan akreditasi bertaraf internasional ISQua itu mencakup 338 standar dan 1.353 elemen penilaian.
"Standar internasional ini awalnya dikeluhkan oleh rumah sakit karena dinilai terlalu berat. Itu kondisi 2012 lalu. Sekarang rumah sakit malah semakin bagus pelayanannya sebab kami mencatat 41% rumah sakit mencapai akreditasi paripurna. Memang kebanyakan status paripurna ini berada di rumah sakit swasta," terangnya.
Sutoto melanjutkan, ada satu standar akreditasi baru yang akan diterapkan mulai Januari tahun depan. Rumah sakit diharuskan membuat aplikasi pendaftaran rawat jalan dan rawat inap online. Aplikasi ini dianggap penting sebab bisa memudahkan calon pasien untuk mencari kamar yang kosong.
Aplikasinya sendiri bisa disiapkan oleh Kemenkes secara gratis. Standar baru ini, kata dia, membutuhkan masa transisi 1-3 tahun. Namun, dia menyatakan sudah 150 rumah sakit yang sudah menjalankan sistem informasi tersebut.
Sekretaris Eksekutif KARS Djoti Atmodjo menjelaskan, rumah sakit yang belum terakreditasi ini bukannya sengaja tidak taat peraturan. Melainkan ada masalah internal saja. Misalnya saja kendala direktur rumah sakit yang belum memahami poin-poin akreditasi.
Mengenai sanksi, kata dia, KARS tidak berwenang memberikan sanksi. "Kami hanya mendorong mereka untuk maju," jelasnya.
Direktur PT Niaga Mutuprima Sejati Bernard Tjioe mengaku sependapat dengan akreditasi sistem informasi rawat jalan dan rawat inap tersebut. Sebab, dia selaku distributor matras pelindung bayi di rumah sakit membutuhkan data registrasi pasien yang bisa menggunakan produknya Safetosleep. Nama lengkap, tanggal lahir dan keluhan bayi yang ada di server rumah sakit nanti bisa menjadi pendukung data jika matras tersebut di perlukan di rumah pasien sendiri.
Dia menjelaskan, rumah sakit perlu waspada dengan pneumonia pada bayi yang berdasar data WHO ada 2-3 anak meninggal per jam karena pneumonia. Inovasi matrasnya sendiri mendukung rumah sakit untuk bisa mengontrol kondisi bayi melalui sistem yang terkomputerisasi.
"Pada pilot project ini kami akan berikan matras secara gratis ke tiga rumah sakit yakni RS Thamrin, RS Ibu dan Anak Tambak dan YPK Mandiri," katanya.
Project Manager PT Niaga Mutuprima Sejati Prabhanty Ayuthaya menjelaskan, salah satu cara mudah mendeteksi gejala pneumonia yakni dengan menghitung jumlah napas bayi di saat tidur. Matras yang bisa terhubung dengan smartphone ini pun mampu menghitung napas bayi dan memberi sinyal jika angka napas bayi cenderung di bawah normal.
(kri)