BKKBN: Besarkan Anak Bukan Hanya Tanggung Jawab Orang Tua
A
A
A
JAKARTA - Permasalahan kependudukan di Indonesia sangat kompleks dan memerlukan penanganan yang multi sektoral, dari aspek kualitas penduduk. Kondisinya pun masih memprihatinkan.
Meskipun angka kematian bayi (IMR) menunjukkan tren sedikit menurun di antara dua periode SDKI (antara 2007 dan 2012), serta angka rata-rata usia harapan hidup yang semakin meningkat, namun indiktor kesehatan ibu yang ditunjukkan melalui angka kematian maternal (MMR) masih memerlukan perhatian serius.
Data SDKI 2012 menunjukkan kenaikan MMR menjadi 359 per 100.000 kelahiran hidup secara signifikan dibandingkan SDKI 2007 lalu sehingga diperlukan upaya serius dari seluruh pihak untuk menurunkannya.
Data terkait kependudukan menunjukkan jumlah penduduk Indonesia tahun 2010 berlebih 3,5 juta jiwa dibanding angka proyeksinya, Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) tahun 2000-2010 yang juga naik melebihi angka proyeksinya (1,49% pertahun) dan stagnasi angka kelahiran total (TFR) sebesar 2,6 anak per wanita selama kurun 10 tahun.
Hal ini pun dipengaruhi oleh kurang meratanya persebaran penduduk yang masih terkonsentrasi di Pulau Jawa dimana luas pulau tersebut hanya 7 persen dari total luas wilayah Indonesia.
”Setelah kita memasuki era desentralisasi saat ini, seringkali kita mendengar bahwa program Kependudukan dan KB tidak menjadi prioritas daerah dan anggapan sebagian kalangan yang merasa sudah cukup mampu secara finansial dapat membiayai anaknya, beranggapan boleh memiliki anak banyak. Padahal, perlu diingat bahwa membesarkan anak, bukan hanya tanggung jawab individu orang tuanya semata. Namun juga terkait dengan tanggung jawab kolektif pada level masyarakat dan negara," tutur Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Surya Chandra Surapaty dalam sambutannya pada acara Seminar Nasional Peringatan Hari Kependudukan Dunia Tahun 2017 di Hotel Bidakara, Jakarta, Senin 31 Juli 2017.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, memperkokoh arah dan tujuan pengendalian penduduk dan penyelenggaraan keluarga berencana untuk mendukung pembangunan nasional yang berwawasan kependudukan dan keluarga kecil bahagia sejahtera.
Jajaran pemerintahan dalam semua tingkatan mempunyai kewenangan dan tanggung jawab untuk mewujudkan pertumbuhan penduduk yang seimbang dan keluarga berkualitas. Terkait dengan diberlakukannya UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, urusan kependudukan dan keluarga berencana perlu ditata ulang.
Secara terinci pembagian kewenangan tersebut tertuang dalam lampiran huruf (N) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 yang menetapkan adanya empat sub urusan yang menjadi kewenangan bersama, yaitu pengendalian penduduk, keluarga berencana (KB), keluarga sejahtera, dan standarisasi pelayanan KB dan sertifikasi tenaga penyuluh KB (PKB/PLKB).
Menurut Surya, tujuankegiatan tersebut adalah untuk meningkatkan kesadaran para pemangku kepentingan dan masyarakat tentang pentingnya isu-isu kependudukan dalam konteks pembangunan nasional, meningkatkan komitmen pemerintah, organisasi swadaya masyarakat dan swasta mengenai pentingnya menangani isu-isu kependudukan.
Tidak hanya itu, kegiatan tersebut untuk meningkatkan jejaring kemitraan antara pemangku kepentingan dan seluruh elemen bangsa dalam memantapkan pembangunan berkelanjutan.
Dia juga mengungkap perlunya advokasi kepada pemerintah kabupaten/kota dan DPRD mengenai pentingnya melakukan analisis dampak kependudukan terhadap berbagai aspek yang meliputi sosial, ekonomi, politik, pertahananan keamanan serta daya dukung dan daya tampung lingkungan sebagai dampak dari pembangunan yang dapat dilihat dari sisi positif dan negatifnya.
Hal tersebut diharapkannya dapat memberikan sumbangan pemikiran terhadap regulasi pengendalian kuantitas penduduk di kabupaten/kota. Pendidikan kependudukan juga penting untuk diberikan kepada masyarakat melalui jalur-jalur pendidikan yang ada, baik formal dan informal.
"Advokasi pendidikan kependudukan kepada masyarakat akan semakin menginternalisasikan program KKBPK dari tingkat mikro ke level makro," kata Surya.
Meskipun angka kematian bayi (IMR) menunjukkan tren sedikit menurun di antara dua periode SDKI (antara 2007 dan 2012), serta angka rata-rata usia harapan hidup yang semakin meningkat, namun indiktor kesehatan ibu yang ditunjukkan melalui angka kematian maternal (MMR) masih memerlukan perhatian serius.
Data SDKI 2012 menunjukkan kenaikan MMR menjadi 359 per 100.000 kelahiran hidup secara signifikan dibandingkan SDKI 2007 lalu sehingga diperlukan upaya serius dari seluruh pihak untuk menurunkannya.
Data terkait kependudukan menunjukkan jumlah penduduk Indonesia tahun 2010 berlebih 3,5 juta jiwa dibanding angka proyeksinya, Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) tahun 2000-2010 yang juga naik melebihi angka proyeksinya (1,49% pertahun) dan stagnasi angka kelahiran total (TFR) sebesar 2,6 anak per wanita selama kurun 10 tahun.
Hal ini pun dipengaruhi oleh kurang meratanya persebaran penduduk yang masih terkonsentrasi di Pulau Jawa dimana luas pulau tersebut hanya 7 persen dari total luas wilayah Indonesia.
”Setelah kita memasuki era desentralisasi saat ini, seringkali kita mendengar bahwa program Kependudukan dan KB tidak menjadi prioritas daerah dan anggapan sebagian kalangan yang merasa sudah cukup mampu secara finansial dapat membiayai anaknya, beranggapan boleh memiliki anak banyak. Padahal, perlu diingat bahwa membesarkan anak, bukan hanya tanggung jawab individu orang tuanya semata. Namun juga terkait dengan tanggung jawab kolektif pada level masyarakat dan negara," tutur Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Surya Chandra Surapaty dalam sambutannya pada acara Seminar Nasional Peringatan Hari Kependudukan Dunia Tahun 2017 di Hotel Bidakara, Jakarta, Senin 31 Juli 2017.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, memperkokoh arah dan tujuan pengendalian penduduk dan penyelenggaraan keluarga berencana untuk mendukung pembangunan nasional yang berwawasan kependudukan dan keluarga kecil bahagia sejahtera.
Jajaran pemerintahan dalam semua tingkatan mempunyai kewenangan dan tanggung jawab untuk mewujudkan pertumbuhan penduduk yang seimbang dan keluarga berkualitas. Terkait dengan diberlakukannya UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, urusan kependudukan dan keluarga berencana perlu ditata ulang.
Secara terinci pembagian kewenangan tersebut tertuang dalam lampiran huruf (N) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 yang menetapkan adanya empat sub urusan yang menjadi kewenangan bersama, yaitu pengendalian penduduk, keluarga berencana (KB), keluarga sejahtera, dan standarisasi pelayanan KB dan sertifikasi tenaga penyuluh KB (PKB/PLKB).
Menurut Surya, tujuankegiatan tersebut adalah untuk meningkatkan kesadaran para pemangku kepentingan dan masyarakat tentang pentingnya isu-isu kependudukan dalam konteks pembangunan nasional, meningkatkan komitmen pemerintah, organisasi swadaya masyarakat dan swasta mengenai pentingnya menangani isu-isu kependudukan.
Tidak hanya itu, kegiatan tersebut untuk meningkatkan jejaring kemitraan antara pemangku kepentingan dan seluruh elemen bangsa dalam memantapkan pembangunan berkelanjutan.
Dia juga mengungkap perlunya advokasi kepada pemerintah kabupaten/kota dan DPRD mengenai pentingnya melakukan analisis dampak kependudukan terhadap berbagai aspek yang meliputi sosial, ekonomi, politik, pertahananan keamanan serta daya dukung dan daya tampung lingkungan sebagai dampak dari pembangunan yang dapat dilihat dari sisi positif dan negatifnya.
Hal tersebut diharapkannya dapat memberikan sumbangan pemikiran terhadap regulasi pengendalian kuantitas penduduk di kabupaten/kota. Pendidikan kependudukan juga penting untuk diberikan kepada masyarakat melalui jalur-jalur pendidikan yang ada, baik formal dan informal.
"Advokasi pendidikan kependudukan kepada masyarakat akan semakin menginternalisasikan program KKBPK dari tingkat mikro ke level makro," kata Surya.
(dam)