Kualitas Pengatur Lalu Lintas Udara Perlu Terus Ditingkatkan
A
A
A
JAKARTA - Salah satu faktor penunjang keselamatan penerbangan adalah kualitas petugas pengatur lalu lintas udara atau Air Traffic Control (ATC).
Mereka yang mengatur lalu lintas udara agar tidak terjadi tabrakan pesawat baik saat mendarat (landing) maupun ketika melakukan penerbangan (take off).
”Bicara traffic control adalah bicara keselamatan penerbangan, dan itu tidak bisa main-main. Ini soal nyawa manusia. Karena itu, petugas yang mengatur lalu lintas udara pun harus punya skill dan kualitas bagus,” ujar Pengamat Penerbangan Yaddy Supriyadi saat simulasi ATC di Sekolah Aviasi Indonesia (IAS) di Wisma Aldiron, Pancoran, Jakarta, Selasa 12 Juli 2017.
Menurut Yaddy, yang juga salah satu Wakil Ketua Masyarakat Hukum Udara itu, di luar soal teknis pesawat, kondisi geografis, dan cuaca, petugas ATC tentu berperanan besar dalam menjaga keselamatan penerbangan. Karena tu, dibutuhkan skill untuk bisa mengatur lalu lintas udara.
Apalagi, lanjut dia, faktanya cukup banyak insiden pesawat yang terjadi di Indonesia. Contohnya, pesawat Garuda Indonesia dan Sriwijaya Air nyaris bertabrakan di landas pacu (runway) Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, April lalu.
Akibat kejadian itu, personel on duty (supervisor dan controller) dibebastugaskan untuk sementara untuk proses investigasi lebih lanjut. Untuk menghindari insiden seperti itu diperlukan petugas yang berkualitas dan menjalankan standart operational procedure (SOP) penerbangan.
”Jadi, pelatihan dan pendidikan khusus bagi petugas-petugas ATC itu sangat penting bagi keselamatan penerbangan. IAS yang mengembangkan program pendidikan dan pelatihan ATC selama 10 bulan itu dibangun untuk membantu meningkatkan kualitas sumber daya manusia ATC,” ujar Yaddy yang juga Executive Director of Education and Training IAS.
Yaddy menambahkan, petugas ATC harus memiliki kemampuan lebih dalam menjalankan tugas-tugasnya. Bahkan, selain skill mengatur lalu lintas udara, pihaknya juga menambahkan kurikulum bahasa Inggris dan soft skill untuk membina para calon petugas ATC itu, yakni kemampuan berorganisasi, berkomunikasi, dan berkoordinasi.
Presiden Direktur IAS Zulkoflie Abbas menjelaskan lembaga pendidikan yang dipimpinnya diberi kewenangan oleh Kementerian Perhubungan untuk menerbitkan Lisensi Junior ATC dan ICAO, yakni sertifikat English Language Proficiency Training.
”Lembaga pendidikan ini dibangun untuk mempersiapkan personel penerbangan yang kompetitif dan profesional yang mampu memberikan kontribusi positif terhadap industri penerbangan. Karena itu, kami menyiapkan kurikulum aerodrome control tower yang plus untuk para siswa,” ujar Zulkoflie yang menyebutkan bahwa seluruh siswa IAS angkatan pertama sudah bergabung dengan AirNav Indonesia.
Lulusan terbaik IAS angkatan pertama, Elfa Dwi Herawati, mengaku merasa beruntung bisa menjalani pendidikan aviasi di IAS. Sebagai Sarjana Matematika Universitas Negeri Malang, dia mendapatkan tambahan keahlian di dunia penerbangan.
“Saya bisa bergabung dengan AirNav Indonesia setelah menjalani pendidikan dan pelatihan di IAS. Tanpa tambahan skill seperti itu, tidak mudah bisa bergabung dengan AirNav,” ujar Elfa yang kini bertugas sebagai ATC di Bandara Matak, Kabupaten Kepulauan Anambas, Kepulauan Riau.
Sementara itu, pimpinan Aldiron Group yang menaungi IAS, E Tando, berharap pihaknya bisa mengembangkan bidang pendidikan itu ke skala lebih besar seperti membangun akademi atau universitas khusus penerbangan.
”Kami tentu sangat ingin mengembangkan sekolah aviasi seperti ini. Kami ingin berkontribusi kepada negara lewat peningkatan SDM,” katanya. *m ridwan
Mereka yang mengatur lalu lintas udara agar tidak terjadi tabrakan pesawat baik saat mendarat (landing) maupun ketika melakukan penerbangan (take off).
”Bicara traffic control adalah bicara keselamatan penerbangan, dan itu tidak bisa main-main. Ini soal nyawa manusia. Karena itu, petugas yang mengatur lalu lintas udara pun harus punya skill dan kualitas bagus,” ujar Pengamat Penerbangan Yaddy Supriyadi saat simulasi ATC di Sekolah Aviasi Indonesia (IAS) di Wisma Aldiron, Pancoran, Jakarta, Selasa 12 Juli 2017.
Menurut Yaddy, yang juga salah satu Wakil Ketua Masyarakat Hukum Udara itu, di luar soal teknis pesawat, kondisi geografis, dan cuaca, petugas ATC tentu berperanan besar dalam menjaga keselamatan penerbangan. Karena tu, dibutuhkan skill untuk bisa mengatur lalu lintas udara.
Apalagi, lanjut dia, faktanya cukup banyak insiden pesawat yang terjadi di Indonesia. Contohnya, pesawat Garuda Indonesia dan Sriwijaya Air nyaris bertabrakan di landas pacu (runway) Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, April lalu.
Akibat kejadian itu, personel on duty (supervisor dan controller) dibebastugaskan untuk sementara untuk proses investigasi lebih lanjut. Untuk menghindari insiden seperti itu diperlukan petugas yang berkualitas dan menjalankan standart operational procedure (SOP) penerbangan.
”Jadi, pelatihan dan pendidikan khusus bagi petugas-petugas ATC itu sangat penting bagi keselamatan penerbangan. IAS yang mengembangkan program pendidikan dan pelatihan ATC selama 10 bulan itu dibangun untuk membantu meningkatkan kualitas sumber daya manusia ATC,” ujar Yaddy yang juga Executive Director of Education and Training IAS.
Yaddy menambahkan, petugas ATC harus memiliki kemampuan lebih dalam menjalankan tugas-tugasnya. Bahkan, selain skill mengatur lalu lintas udara, pihaknya juga menambahkan kurikulum bahasa Inggris dan soft skill untuk membina para calon petugas ATC itu, yakni kemampuan berorganisasi, berkomunikasi, dan berkoordinasi.
Presiden Direktur IAS Zulkoflie Abbas menjelaskan lembaga pendidikan yang dipimpinnya diberi kewenangan oleh Kementerian Perhubungan untuk menerbitkan Lisensi Junior ATC dan ICAO, yakni sertifikat English Language Proficiency Training.
”Lembaga pendidikan ini dibangun untuk mempersiapkan personel penerbangan yang kompetitif dan profesional yang mampu memberikan kontribusi positif terhadap industri penerbangan. Karena itu, kami menyiapkan kurikulum aerodrome control tower yang plus untuk para siswa,” ujar Zulkoflie yang menyebutkan bahwa seluruh siswa IAS angkatan pertama sudah bergabung dengan AirNav Indonesia.
Lulusan terbaik IAS angkatan pertama, Elfa Dwi Herawati, mengaku merasa beruntung bisa menjalani pendidikan aviasi di IAS. Sebagai Sarjana Matematika Universitas Negeri Malang, dia mendapatkan tambahan keahlian di dunia penerbangan.
“Saya bisa bergabung dengan AirNav Indonesia setelah menjalani pendidikan dan pelatihan di IAS. Tanpa tambahan skill seperti itu, tidak mudah bisa bergabung dengan AirNav,” ujar Elfa yang kini bertugas sebagai ATC di Bandara Matak, Kabupaten Kepulauan Anambas, Kepulauan Riau.
Sementara itu, pimpinan Aldiron Group yang menaungi IAS, E Tando, berharap pihaknya bisa mengembangkan bidang pendidikan itu ke skala lebih besar seperti membangun akademi atau universitas khusus penerbangan.
”Kami tentu sangat ingin mengembangkan sekolah aviasi seperti ini. Kami ingin berkontribusi kepada negara lewat peningkatan SDM,” katanya. *m ridwan
(dam)