Seleksi Taruna Akpol Kisruh, Mabes Diminta Copot Kapolda Jabar
A
A
A
JAKARTA - Mabes Polri diminta segera mengumumkan hasil investigasi kekacauan dalam penerimaan taruna Akademi Kepolisian (Akpol) di Polda Jabar.
Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane menilai Mabes Polri perlu melakukan empat langkah untuk menuntaskan persoalan tersebut. Pertama, segera mencopot Kapolda Jabar. Kedua, umumkan hasil kerja Tim Investigasi Mabes Polri.
Ketiga, mengumumkan calon taruna Akpol yang lulus seleksi versi Mabes Polri. Keempat, tindak tegas semua aparatur Polda Jabar yang telibat dalam kekisruhan yang memalukan itu.
"Boleh saja Kapolda Jabar mengatakan ingin bersih-bersih rekrut penerimaan anggota Polri di Jabar. Boleh saja Kapolda Jabar membantah bahwa dirinya tidak pernah mengeluarkan keputusan soal 51 persen putra daerah. Tapi Mabes Polri sudah mengatakan surat keputusan itu sudah menyebar, " tuturnya, Selasa (4/7/2017). (Baca juga: Ricuh Seleksi Calon Taruna Akpol, Kapolda Sebut Penilaian Sudah Obyektif )
Menurut dia, surat keputusan itu sudah membuat para orangtua calon taruna Akpol resah dan protes. "Surat keputusan itulah yang menjadi biang kerok hingga kasus ini mencuat dan mempermalukan institusi Polri," kata Neta.
Dia menilai aneh juga jika Kapolda Jabar membantah soal surat keputusan kontroversial itu. Apalagi kebijakan Kapolda Jabar itu tertuang dalam surat keputusan Kapolda Jabar Nomor Kep/702/VI/2017 tertanggal 23 Juni 2017.
Dalam keputusan Kapolda tersebut, diatur pedoman penerapan persentase kelulusan tingkat panitia daerah (panda) bagi putra-putri daerah dalam proses seleksi penerimaan anggota Polri secara terpadu (akpol, bintara, tamtama) TA 2017 Panda Polda Jabar.
Dalam keputusan Kapolda Jabar itu, hasil kelulusan sementara sebanyak 35 pria dan 4 wanita dengan kuota 13 putra daerah dan 22 orang non-putra daerah. Namun, setelah melewati tahap seleksi, hanya 12 putra daerah dan 11 orang non-putra daerah yang lulus.
"Jika kapolda membantah, lalu siapa yang mengeluarkan surat keputusan itu. Apakah ada kapolda bayangan? Apakah ada yang memalsukan surat keputusan kapolda itu," ungkapnya.
Untuk itu Tim Mabes Polri yg sudah mengambil alih kasus ini segera melakukan investigasi tentang apa yang terjadi sesungguhnya.
Polri juga diminta untuk mengumumkan secara transparan hasil investigasinya, terutama tentang siapa saja dan anak siapa saja ke 12 putra daerah yang lolos itu, agar diketahui kolerasi yang sesungguhnya. "Agar tim bisa bekerja maksimal dan tidak diintervensi, Mabes Polri harus segera mencopot Kapolda Jabar," tandas Netta.
Selama ini kata dia, sistem penerimaan Akpol sudah ditata Mabes Polri dengan baik. Di berbagai daerah, terutama di Polda Jabar pun tidak pernah ada masalah.
"Tapi kenapa di era Kapolda Anton Charlian timbul masalah yang sangat memalukan Polri. Kenapa keluar surat keputusan yang memberi prioritas bagi putra daerah. Padahal surat keputusan itu sangat rasialis, intolerasi, diskriminatif, dan antikebinekaan," ujarnya.
Menurut dia, kasus di Polda Jabar yang sarat nilai nilai rasialis, diskriminasi, intolerasi dan antikebinekaan itu tidak boleh terulang di lingkungan Polri.
Selain sangat memalukan, lanjut dia, kebijakan itu merupakan langkah mundur Polri. Sebab itu IPW mendukung penuh langkah Mabes Polri mengambil alih kasus ini.
IPW berharap Mabes Polri harus bekerja cepat untuk memberhentikan Kapolda Jabar dan umumkan hasil tim investigasi, serta mengumumkan hasil seleksi penerimaan Akpol dan tindak semua aparatur Polda Jabar yang menjadi penyebab kekisruhan,
Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane menilai Mabes Polri perlu melakukan empat langkah untuk menuntaskan persoalan tersebut. Pertama, segera mencopot Kapolda Jabar. Kedua, umumkan hasil kerja Tim Investigasi Mabes Polri.
Ketiga, mengumumkan calon taruna Akpol yang lulus seleksi versi Mabes Polri. Keempat, tindak tegas semua aparatur Polda Jabar yang telibat dalam kekisruhan yang memalukan itu.
"Boleh saja Kapolda Jabar mengatakan ingin bersih-bersih rekrut penerimaan anggota Polri di Jabar. Boleh saja Kapolda Jabar membantah bahwa dirinya tidak pernah mengeluarkan keputusan soal 51 persen putra daerah. Tapi Mabes Polri sudah mengatakan surat keputusan itu sudah menyebar, " tuturnya, Selasa (4/7/2017). (Baca juga: Ricuh Seleksi Calon Taruna Akpol, Kapolda Sebut Penilaian Sudah Obyektif )
Menurut dia, surat keputusan itu sudah membuat para orangtua calon taruna Akpol resah dan protes. "Surat keputusan itulah yang menjadi biang kerok hingga kasus ini mencuat dan mempermalukan institusi Polri," kata Neta.
Dia menilai aneh juga jika Kapolda Jabar membantah soal surat keputusan kontroversial itu. Apalagi kebijakan Kapolda Jabar itu tertuang dalam surat keputusan Kapolda Jabar Nomor Kep/702/VI/2017 tertanggal 23 Juni 2017.
Dalam keputusan Kapolda tersebut, diatur pedoman penerapan persentase kelulusan tingkat panitia daerah (panda) bagi putra-putri daerah dalam proses seleksi penerimaan anggota Polri secara terpadu (akpol, bintara, tamtama) TA 2017 Panda Polda Jabar.
Dalam keputusan Kapolda Jabar itu, hasil kelulusan sementara sebanyak 35 pria dan 4 wanita dengan kuota 13 putra daerah dan 22 orang non-putra daerah. Namun, setelah melewati tahap seleksi, hanya 12 putra daerah dan 11 orang non-putra daerah yang lulus.
"Jika kapolda membantah, lalu siapa yang mengeluarkan surat keputusan itu. Apakah ada kapolda bayangan? Apakah ada yang memalsukan surat keputusan kapolda itu," ungkapnya.
Untuk itu Tim Mabes Polri yg sudah mengambil alih kasus ini segera melakukan investigasi tentang apa yang terjadi sesungguhnya.
Polri juga diminta untuk mengumumkan secara transparan hasil investigasinya, terutama tentang siapa saja dan anak siapa saja ke 12 putra daerah yang lolos itu, agar diketahui kolerasi yang sesungguhnya. "Agar tim bisa bekerja maksimal dan tidak diintervensi, Mabes Polri harus segera mencopot Kapolda Jabar," tandas Netta.
Selama ini kata dia, sistem penerimaan Akpol sudah ditata Mabes Polri dengan baik. Di berbagai daerah, terutama di Polda Jabar pun tidak pernah ada masalah.
"Tapi kenapa di era Kapolda Anton Charlian timbul masalah yang sangat memalukan Polri. Kenapa keluar surat keputusan yang memberi prioritas bagi putra daerah. Padahal surat keputusan itu sangat rasialis, intolerasi, diskriminatif, dan antikebinekaan," ujarnya.
Menurut dia, kasus di Polda Jabar yang sarat nilai nilai rasialis, diskriminasi, intolerasi dan antikebinekaan itu tidak boleh terulang di lingkungan Polri.
Selain sangat memalukan, lanjut dia, kebijakan itu merupakan langkah mundur Polri. Sebab itu IPW mendukung penuh langkah Mabes Polri mengambil alih kasus ini.
IPW berharap Mabes Polri harus bekerja cepat untuk memberhentikan Kapolda Jabar dan umumkan hasil tim investigasi, serta mengumumkan hasil seleksi penerimaan Akpol dan tindak semua aparatur Polda Jabar yang menjadi penyebab kekisruhan,
(dam)