Pakar Hukum: Naif jika SMS Ketum Perindo Jadi Dasar Tindakan Hukum

Selasa, 04 Juli 2017 - 13:25 WIB
Pakar Hukum: Naif jika SMS Ketum Perindo Jadi Dasar Tindakan Hukum
Pakar Hukum: Naif jika SMS Ketum Perindo Jadi Dasar Tindakan Hukum
A A A
BANDUNG - Pakar hukum Universitas Katolik Parahyangan (Unpar) Bandung, Asep Warlan Yusuf, memandang jaksa Yulianto naif dalam menyikapi SMS atau pesan singkat yang dikirim Ketua Umum Partai Persatuan Indonesa (Perindo), Hary Tanoesoedibjo (HT).

Menurutnya, SMS yang dikirim HT sama sekali tidak bernilai ancaman. Sehingga SMS itu tidak layak untuk dijadikan dasar dan dibawa ke ranah hukum.

"Hukum itu punya kriteria. Masak yang begitu saja dianggap sebagai sebuah pelanggaran hukum UU ITE (Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik). Naiflah hemat saya kalau ini dijadikan dasar untuk tindakan hukum yang bersangkutan," kata Asep, Selasa (4/7/2017).

Ada empat alasan yang membuat kasus itu tidak layak diproses secara hukum. Dari segi motif, tidak ada motif yang tegas mengancam dalam SMS tersebut. Subyek yang diancam pun tidak jelas apakah menyangkut pribadi atau institusi kejaksaan.

(Baca juga: Nada Ancaman Jokowi dan Ketum Perindo Dinilai Tak Bisa Dipidana)


Dalam SMS itu juga tidak ada substansi ancaman, misalnya mengancam membeberkan kebobrokan jaksa Yulianto atau melaporkannya pada atasannya. Selain itu, jika SMS itu diabaikan, tidak ada risiko yang ditekankan HT pada Yulianto.

"Jadi di mana unsur ancamannya? Ancaman itu memberi efek takut, cemas, khawatir. Apakah itu sudah terjadi tidak pada diri Yulianto, rasa kecemasan, ketakutan pada kalimat itu?" jelas Asep.

Dia pun menegaskan, jika penetapan status tersangka pada HT sangat dipaksakan. Sehingga hal itu tidak seharusnya diproses hukum, apalagi HT ditetapkan sebagai tersangka.

"Kalau betul tersangka, menurut saya penyidiknya agak spekulatif, enggak tahu dari mana pokoknya harus tersangka. Unsurnya enggak jelas," tegas Asep.

Saat disinggung kembali apakah ada unsur yang bisa dipaksakkan dinilai sebagai ancaman dalam SMS itu, ia menyatakan tidak ada sama sekali. "Kalau kita bicara kalimat itu, enggak ada. Dipaksakan," tandas Asep.
(maf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.7320 seconds (0.1#10.140)