TGPF Kasus Novel Baswedan Dinilai Tamparan untuk Polri
A
A
A
JAKARTA - Pembentukan tim gabungan pencari fakta (TGPF) untuk kasus penyerangan penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan, dinilai sebuah tamparan bagi Polri.
Adapun TPGF itu dibentuk Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dengan menggandeng Pengamat Kepolisian Bambang Widodo Umar serta dua mantan pemimpin KPK Bambang Widjojanto dan Busyro Muqoddas.
"Pembentukan tim tersebut sebenarnya merupakan tamparan untuk Polri. Artinya kerja-kerja penyidikannya tidak dipercaya banyak pihak dalam kasus Novel Baswedan ini," kata Anggota Komisi III DPR Arsul Sani di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (21/6/2017).
Dirinya meyakini, banyak pihak yang membandingkan kerja cepat Polri dalam membongkar kasus seperti perampokan dengan penanganan kasus Novel Baswedan.
Kendati demikian menurut dia, kedudukan hukum TGPF kasus Novel Baswedan itu hanya semacam tim asistensi untuk penyidik Polri, bukan penyidik independen yang berdiri sendiri.
Karena lanjut dia, untuk pidana umum, Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) hanya mengenal penyidik Polri dan penyidik pegawai negeri sipil (PPNS). "Enggak dikenal penyidik adhoc yang dibentuk semacam tim itu," kata sekretaris jenderal Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini.
Dia menambahkan, TGPF kasus Novel Baswedan itu hanya sebatas memberikan masukan atau menyampaikan temuan untuk ditindaklanjuti oleh penyidik. "Tapi tidak menjadi penyidik baru," ucapnya.
Adapun maksud pembentukan TGPF itu sebagai upaya agar kasus penyerangan terhadap Novel Baswedan menjadi terang, karena sudah dua bulan lebih pelaku penyerangan belum juga terungkap.
Adapun TPGF itu dibentuk Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dengan menggandeng Pengamat Kepolisian Bambang Widodo Umar serta dua mantan pemimpin KPK Bambang Widjojanto dan Busyro Muqoddas.
"Pembentukan tim tersebut sebenarnya merupakan tamparan untuk Polri. Artinya kerja-kerja penyidikannya tidak dipercaya banyak pihak dalam kasus Novel Baswedan ini," kata Anggota Komisi III DPR Arsul Sani di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (21/6/2017).
Dirinya meyakini, banyak pihak yang membandingkan kerja cepat Polri dalam membongkar kasus seperti perampokan dengan penanganan kasus Novel Baswedan.
Kendati demikian menurut dia, kedudukan hukum TGPF kasus Novel Baswedan itu hanya semacam tim asistensi untuk penyidik Polri, bukan penyidik independen yang berdiri sendiri.
Karena lanjut dia, untuk pidana umum, Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) hanya mengenal penyidik Polri dan penyidik pegawai negeri sipil (PPNS). "Enggak dikenal penyidik adhoc yang dibentuk semacam tim itu," kata sekretaris jenderal Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini.
Dia menambahkan, TGPF kasus Novel Baswedan itu hanya sebatas memberikan masukan atau menyampaikan temuan untuk ditindaklanjuti oleh penyidik. "Tapi tidak menjadi penyidik baru," ucapnya.
Adapun maksud pembentukan TGPF itu sebagai upaya agar kasus penyerangan terhadap Novel Baswedan menjadi terang, karena sudah dua bulan lebih pelaku penyerangan belum juga terungkap.
(maf)