Respons PDIP Soal Penyataan Jokowi Libatkan TNI di Kasus Terorisme
A
A
A
JAKARTA - Pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menginginkan TNI diberi kewenangan dalam memberantas terorisme dinilai banyak disalahartikan.
Anggota Komisi I DPR Charles Honoris berpendapat, Presiden Jokowi ingin TNI dilibatkan secara terbatas dalam memberantas teroris.
"Karena sebagai Panglima tertinggi, saya yakin Presiden memahami aturan undang-undang terkait dengan tugas, pokok dan fungsi TNI. Jadi menurut saya, statement Jokowi tentang pelibatan TNI lebih banyak disalahartikan," kata Charles, Kamis (1/6/2017).
Dia menjelaskan, tidak ada yang melarang atau menghalangi TNI ikut memberantas terorisme asalkan ada keputusan politik negaraā€ˇ, sebagaimana ketentuan Undang-Undang (UU) Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI.
"Kedepannya praktiknya, bisa saja asalkan ada permintaan dari penegak hukum kepolisian. Maka TNI bisa saja terlibat pemberantasan terorisme," tuturnya.
Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini menilai, pelibatan TNI dalam upaya pemberantasan tindak pidana terorisme merupakan bentuk pengkhianatan terhadap cita-cita reformasi.
Charles menambahkan, reformasi telah melahirkan banyak institusi baru termasuk melahirkan Undang-undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dengan model penegakan hukum.
"Kalau kita melenceng, kita bergeser dari penegakan hukum, maka kita mengkhianati amanat reformasi itu sendiri," paparnya.
(Baca juga: 4 Poin Pandangan Jokowi Terkait Terorisme di Dunia)
Dia mengaku bukan antiterhadap pelibatan TNI memberantas terorisme. Namun, pendapat demikian dilontarkannya hanya ingin mendudukkan institusi pada porsinya.
"Anggota TNI itu dilatih dan dididik untuk perang serta untuk pertahanan negara. Sedangkan untuk penegakan hukum dilakukan pihak kepolisian, Densus 88 oleh pihak penegakan hukum," tuturnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, agak lucu jika misalkan prajurit TNI dijadikan penyidik, kemudian melakukan penangkapan, dan melakukan penyidikan terhadap terduga teroris. "Karena ini akan menjadi suatu kecacatan hukum ya," ucapnya.
Anggota Komisi I DPR Charles Honoris berpendapat, Presiden Jokowi ingin TNI dilibatkan secara terbatas dalam memberantas teroris.
"Karena sebagai Panglima tertinggi, saya yakin Presiden memahami aturan undang-undang terkait dengan tugas, pokok dan fungsi TNI. Jadi menurut saya, statement Jokowi tentang pelibatan TNI lebih banyak disalahartikan," kata Charles, Kamis (1/6/2017).
Dia menjelaskan, tidak ada yang melarang atau menghalangi TNI ikut memberantas terorisme asalkan ada keputusan politik negaraā€ˇ, sebagaimana ketentuan Undang-Undang (UU) Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI.
"Kedepannya praktiknya, bisa saja asalkan ada permintaan dari penegak hukum kepolisian. Maka TNI bisa saja terlibat pemberantasan terorisme," tuturnya.
Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini menilai, pelibatan TNI dalam upaya pemberantasan tindak pidana terorisme merupakan bentuk pengkhianatan terhadap cita-cita reformasi.
Charles menambahkan, reformasi telah melahirkan banyak institusi baru termasuk melahirkan Undang-undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dengan model penegakan hukum.
"Kalau kita melenceng, kita bergeser dari penegakan hukum, maka kita mengkhianati amanat reformasi itu sendiri," paparnya.
(Baca juga: 4 Poin Pandangan Jokowi Terkait Terorisme di Dunia)
Dia mengaku bukan antiterhadap pelibatan TNI memberantas terorisme. Namun, pendapat demikian dilontarkannya hanya ingin mendudukkan institusi pada porsinya.
"Anggota TNI itu dilatih dan dididik untuk perang serta untuk pertahanan negara. Sedangkan untuk penegakan hukum dilakukan pihak kepolisian, Densus 88 oleh pihak penegakan hukum," tuturnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, agak lucu jika misalkan prajurit TNI dijadikan penyidik, kemudian melakukan penangkapan, dan melakukan penyidikan terhadap terduga teroris. "Karena ini akan menjadi suatu kecacatan hukum ya," ucapnya.
(maf)