Teror Bom Kampung Melayu Diduga Terkait Darurat Militer di Filipina
A
A
A
JAKARTA - Teror bom bunuh diri di Terminal Kampung Melayu, Jakarta Timur, Rabu 24 Mei 2017 malam diduga berkorelasi dengan darurat militer yang ditetapkan Presiden Filipina Rodrigo Duterte di Pulau Mindanao.
Pasalnya, insiden berdarah di Terminal Kampung Melayu yang menewaskan tiga polisi terjadi satu hari setelah Presiden Filipina menyatakan darurat militer di Pulau Mindanao.
Wakil Ketua Komisi I DPR, Tubagus Hasanuddin mengatakan, pemberlakuan darurat militer di Pulau Mindanao oleh Presiden Duterte harus dicermati Pemerintah Indonesia. Karena, lanjut dia, kebijakan itu membuat ruang gerak pasukan Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) semakin terbatas.
"Khawatirnya, mereka akan masuk ke Indonesia, mengingat Filipina berbatasan langsung dengan Indonesia," ujar Hasanuddin dalam keterangan tertulisnya, Jumat (26/5/2017).
Selain itu, kata Hasanuddin, kelompok militan ISIS di Filipina memiliki korelasi yang kuat dengan kelompok militan di Indonesia. Dengan demikian, lanjut dia, akan sangat mudah mendapatkan akses untuk masuk ke Indonesia.
"Indikasi adanya korelasi kelompok ISIS di Filipina dengan kelompok militan di Indonesia bisa dilihat dari adanya tiga WNI terafiliasi ISIS yang tewas dalam bentrokan bersenjata melawan militer Filipina di Pulau Mindanao pada April 2017 silam," ungkapnya.
Untuk itu, politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini mengimbau pemerintah untuk menjalankan empat langkah dalam mengantisipasi aksi teror yang dilakuan kelompok ISIS.
Pertama, kata dia, pihak imigrasi meningkatkan pengawasan terhadap warga negara asing yang masuk wilayah Indonesia, dan juga warga negara Indonesia yang kembali ke Tanah Air.
Kedua, aparat intelijen harus aktif bekerja sama dengan pemerintah daerah untuk melakukan pengawasan wilayah, terutama lokasi yang patut dicurigai sebagai tempat persembunyian dan latihan perang para kombatan ISIS.
"Apabila ada indikasi-indikasi yang kuat, segera kordinasi dengan aparat keamanan untuk segera dilakukan tindakan," tutur mantan Sekretaris Militer ini.
Ketiga, kata Hasanuddin, aparat keamanan harus aktif melakukan razia bahan-bahan kimia yang berpotensi bisa dijadikan bom. Keempat, Presiden Joko Widodo (Jokowi) harus segera mengintruksikan semua unsur intelijen untuk melakukan operasi intelijen khusus untuk mengejar dan menangkap aktor-aktornya.
Diketahui, Presiden Filipina Rodrigo Duterte telah memberlakukan darurat militer di Pulau Mindanao, Filipina selatan, menyusul pertempuran antara pasukan militer dan kelompok ISIS di Kota Marawi, Lanao del Sur, Filipina pada Selasa 23 Mei 2017.
Dalam pertempuran itu, pemimpin Abu Sayyaf, Isnilon Hapilon tampak di antara 15 milisi pendukung ISIS saat baku tembak terjadi dengan pasukan militer Filipina.
Pada bentrokan bersenjata sebelumnya, tepatnya April 2017 silam, militer Filipina berhasil menewaskan puluhan simpatisan kelompok teroris Negara Islam di Irak dan Suriah (ISIS) tewas dalam serangan besar-besaran di Pulau Mindanao. Di antara para korban, terdapat tiga warga Negara Indonesia, dan seorang warga Malaysia.
Pasalnya, insiden berdarah di Terminal Kampung Melayu yang menewaskan tiga polisi terjadi satu hari setelah Presiden Filipina menyatakan darurat militer di Pulau Mindanao.
Wakil Ketua Komisi I DPR, Tubagus Hasanuddin mengatakan, pemberlakuan darurat militer di Pulau Mindanao oleh Presiden Duterte harus dicermati Pemerintah Indonesia. Karena, lanjut dia, kebijakan itu membuat ruang gerak pasukan Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) semakin terbatas.
"Khawatirnya, mereka akan masuk ke Indonesia, mengingat Filipina berbatasan langsung dengan Indonesia," ujar Hasanuddin dalam keterangan tertulisnya, Jumat (26/5/2017).
Selain itu, kata Hasanuddin, kelompok militan ISIS di Filipina memiliki korelasi yang kuat dengan kelompok militan di Indonesia. Dengan demikian, lanjut dia, akan sangat mudah mendapatkan akses untuk masuk ke Indonesia.
"Indikasi adanya korelasi kelompok ISIS di Filipina dengan kelompok militan di Indonesia bisa dilihat dari adanya tiga WNI terafiliasi ISIS yang tewas dalam bentrokan bersenjata melawan militer Filipina di Pulau Mindanao pada April 2017 silam," ungkapnya.
Untuk itu, politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini mengimbau pemerintah untuk menjalankan empat langkah dalam mengantisipasi aksi teror yang dilakuan kelompok ISIS.
Pertama, kata dia, pihak imigrasi meningkatkan pengawasan terhadap warga negara asing yang masuk wilayah Indonesia, dan juga warga negara Indonesia yang kembali ke Tanah Air.
Kedua, aparat intelijen harus aktif bekerja sama dengan pemerintah daerah untuk melakukan pengawasan wilayah, terutama lokasi yang patut dicurigai sebagai tempat persembunyian dan latihan perang para kombatan ISIS.
"Apabila ada indikasi-indikasi yang kuat, segera kordinasi dengan aparat keamanan untuk segera dilakukan tindakan," tutur mantan Sekretaris Militer ini.
Ketiga, kata Hasanuddin, aparat keamanan harus aktif melakukan razia bahan-bahan kimia yang berpotensi bisa dijadikan bom. Keempat, Presiden Joko Widodo (Jokowi) harus segera mengintruksikan semua unsur intelijen untuk melakukan operasi intelijen khusus untuk mengejar dan menangkap aktor-aktornya.
Diketahui, Presiden Filipina Rodrigo Duterte telah memberlakukan darurat militer di Pulau Mindanao, Filipina selatan, menyusul pertempuran antara pasukan militer dan kelompok ISIS di Kota Marawi, Lanao del Sur, Filipina pada Selasa 23 Mei 2017.
Dalam pertempuran itu, pemimpin Abu Sayyaf, Isnilon Hapilon tampak di antara 15 milisi pendukung ISIS saat baku tembak terjadi dengan pasukan militer Filipina.
Pada bentrokan bersenjata sebelumnya, tepatnya April 2017 silam, militer Filipina berhasil menewaskan puluhan simpatisan kelompok teroris Negara Islam di Irak dan Suriah (ISIS) tewas dalam serangan besar-besaran di Pulau Mindanao. Di antara para korban, terdapat tiga warga Negara Indonesia, dan seorang warga Malaysia.
(dam)