Nama Setnov di E-KTP Bikin Argo Negatif Golkar Mulai Berjalan
A
A
A
JAKARTA - Argo pencitraan negatif kepada Partai Golkar dinilai mulai berjalan setelah nama Ketua Umumnya, Setya Novanto ikut disebut dalam surat dakwaan Sugiharto dan Irman terkait perkara dugaan korupsi proyek pengadaan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP). Internal partai berlambang pohon beringin itu mulai goyang ketika nama Setya Novanto (Setnov) ikut disebut dalam kasus yang merugikan negara Rp2,3 Triliun itu.
"Begitu 9 Maret (2017) nama Novanto disebut di persidangan (e-KTP) itu mulai goyang. Di situlah argo pencitraan negatif Golkar mulai berjalan," ujar Koordinator Generasi Muda Partai Golkar (GMPG) Ahmad Doli Kurnia dalam diskusi bertajuk Refleksi Satu Tahun Partai Golkar Kepemimpinan Setya Novanto di Hotel Puri Denpasar, Jakarta Selatan, Minggu (21/5/2017).
Lebih lanjut, dia mengatakan, kepanikan Partai Golkar bertambah saat jagoannya, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)-Djarot Saiful Hidayat kalah di Pilgub DKI Jakarta 2017. Dia berpendapat, proses dukungan Partai Golkar kepada pasangan Ahok-Djarot itu terburu-buru dan kental kepentingan segelintir orang.
"Dukungan itu sangat bertentangan dengan karakteristik Golkar yang nasionalis dan religius," paparnya.
Kemudian, kata dia, Fraksi Partai Golkar di DPR sempat ingin meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) mencabut surat pencegahan ke luar negeri bagi Setya Novanto. Tak hanya itu, Partai Golkar pun sangat menginginkan revisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Selain itu, Partai Golkar pun menjadi salah satu pendorong hak angket terhadap KPK. Semua yang dilakukan Partai Golkar belakangan itu dianggap tak sesuai dengan hakekat bentuk dukungan kepada Joko Widodo (Jokowi).
"Apa yang dilakukan kepemimpinan Golkar sekarang bertentangan dengan gerakan pemberantasan korupsi yang jadi bagian kampanye Jokowi," imbuhnya.
Adapun dalam surat dakwaan Jaksa KPK terhadap Sugiharto dan Irman, Setya Novanto disebut diberi jatah Rp574 miliar dari total nilai pengadaan proyek e-KTP.
"Begitu 9 Maret (2017) nama Novanto disebut di persidangan (e-KTP) itu mulai goyang. Di situlah argo pencitraan negatif Golkar mulai berjalan," ujar Koordinator Generasi Muda Partai Golkar (GMPG) Ahmad Doli Kurnia dalam diskusi bertajuk Refleksi Satu Tahun Partai Golkar Kepemimpinan Setya Novanto di Hotel Puri Denpasar, Jakarta Selatan, Minggu (21/5/2017).
Lebih lanjut, dia mengatakan, kepanikan Partai Golkar bertambah saat jagoannya, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)-Djarot Saiful Hidayat kalah di Pilgub DKI Jakarta 2017. Dia berpendapat, proses dukungan Partai Golkar kepada pasangan Ahok-Djarot itu terburu-buru dan kental kepentingan segelintir orang.
"Dukungan itu sangat bertentangan dengan karakteristik Golkar yang nasionalis dan religius," paparnya.
Kemudian, kata dia, Fraksi Partai Golkar di DPR sempat ingin meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) mencabut surat pencegahan ke luar negeri bagi Setya Novanto. Tak hanya itu, Partai Golkar pun sangat menginginkan revisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Selain itu, Partai Golkar pun menjadi salah satu pendorong hak angket terhadap KPK. Semua yang dilakukan Partai Golkar belakangan itu dianggap tak sesuai dengan hakekat bentuk dukungan kepada Joko Widodo (Jokowi).
"Apa yang dilakukan kepemimpinan Golkar sekarang bertentangan dengan gerakan pemberantasan korupsi yang jadi bagian kampanye Jokowi," imbuhnya.
Adapun dalam surat dakwaan Jaksa KPK terhadap Sugiharto dan Irman, Setya Novanto disebut diberi jatah Rp574 miliar dari total nilai pengadaan proyek e-KTP.
(kri)