E-KTP Pengkritik Rezim Jokowi Tersebar, Mendagri Tolak Minta Maaf
A
A
A
TULUNGAGUNG - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo menegaskan tidak akan meminta maaf kepada Veronika, pendemo pro Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang mengkritik rezim pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) lebih parah dari rezim Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Tjahjo menganalogikan presiden sebagai orangtua. Sebagai anak, pembantu presiden serta bagian dari rezim Jokowi sudah sepantasnya dirinya tersinggung.
“Saya hanya mengklarifikasi. Apa perlunya minta maaf? Kalau orangtua Anda saya maki-maki, Anda marah nggak?“ ujarnya kepada wartawan usai menghadiri acara Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Persatuan Perangkat Desa Indonesia (PPDI) di Stadion Rejoagung Kabupaten Tulungagung Sabtu 13 Mei 2017.
Begitu tahu orasi Veronika menyerang rezim Pemerintahan Jokowi, Tjahjo langsung mengancam akan mengejar, sekaligus melacak aktifitas yang bersangkutan dan keluarganya. Menyusul ancaman itu data kependudukan (e-KTP) Veronika tersebar di salah satu grup Whatsapp.
Sebuah organisasi Gerakan Masyarakat Untuk Demokrasi (Gema Demokrasi) menuding Tjahjo telah melanggar konstitusi Undang-undang 1945 yang mengatur perlindungan hak pribadi serta UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan UU Nomor 11 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Gema Demokrasi menuntut, Tjahjo meminta maaf ke publik secara luas. Gema Demokrasi juga meminta Presiden Jokowi mencopot Tjahjo Kumolo dari jabatan Mendagri.
Tjahjo mengaku tidak sulit mendapatkan data kependudukan (e-KTP) Veronika. Untuk melacak itu semua, pihaknya hanya butuh waktu setengah jam. Namun, dia menegaskan tidak pernah menyebarkan ke grup Whatsapp.
Dia mengaku hanya memberikan data yang ditanyakan wartawan yang bertugas di Kantor Kementerian Dalam Negeri. “Data kami lengkap. Setengah jam langsung dapat. Namun saya tidak pernah menyebarkan. Saya hanya menjawab pertanyaan wartawan di Kemendagri, “paparnya.
Menurut Tjahjo, siapapun boleh menyampaikan kritik, bersimpati kepada orang lain, atau memperjuangkan kepentinganya. Namun, semua itu harus berlandaskan etika. Sebab siapapun akan marah bila tiba-tiba dihujat tanpa sebab yang jelas.
Sebagai pembantu presiden, dia menegaskan perlu tahu maksud Veronika yang mengkaitkan vonis hakim atas Ahok dengan rezim Pemerintah Jokowi. Sejauh ini, Tjahjo mengaku dirinya dan Veronika telah melakukan komunikasi melalui pesan singkat.
“Sebab pertangggungjawaban hakim itu kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Bukan kepada presiden. Terus apa konteksnya dikaitkan dengan rezim Pemerintahan Jokowi, “tandasnya.
Tjahjo menganalogikan presiden sebagai orangtua. Sebagai anak, pembantu presiden serta bagian dari rezim Jokowi sudah sepantasnya dirinya tersinggung.
“Saya hanya mengklarifikasi. Apa perlunya minta maaf? Kalau orangtua Anda saya maki-maki, Anda marah nggak?“ ujarnya kepada wartawan usai menghadiri acara Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Persatuan Perangkat Desa Indonesia (PPDI) di Stadion Rejoagung Kabupaten Tulungagung Sabtu 13 Mei 2017.
Begitu tahu orasi Veronika menyerang rezim Pemerintahan Jokowi, Tjahjo langsung mengancam akan mengejar, sekaligus melacak aktifitas yang bersangkutan dan keluarganya. Menyusul ancaman itu data kependudukan (e-KTP) Veronika tersebar di salah satu grup Whatsapp.
Sebuah organisasi Gerakan Masyarakat Untuk Demokrasi (Gema Demokrasi) menuding Tjahjo telah melanggar konstitusi Undang-undang 1945 yang mengatur perlindungan hak pribadi serta UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan UU Nomor 11 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Gema Demokrasi menuntut, Tjahjo meminta maaf ke publik secara luas. Gema Demokrasi juga meminta Presiden Jokowi mencopot Tjahjo Kumolo dari jabatan Mendagri.
Tjahjo mengaku tidak sulit mendapatkan data kependudukan (e-KTP) Veronika. Untuk melacak itu semua, pihaknya hanya butuh waktu setengah jam. Namun, dia menegaskan tidak pernah menyebarkan ke grup Whatsapp.
Dia mengaku hanya memberikan data yang ditanyakan wartawan yang bertugas di Kantor Kementerian Dalam Negeri. “Data kami lengkap. Setengah jam langsung dapat. Namun saya tidak pernah menyebarkan. Saya hanya menjawab pertanyaan wartawan di Kemendagri, “paparnya.
Menurut Tjahjo, siapapun boleh menyampaikan kritik, bersimpati kepada orang lain, atau memperjuangkan kepentinganya. Namun, semua itu harus berlandaskan etika. Sebab siapapun akan marah bila tiba-tiba dihujat tanpa sebab yang jelas.
Sebagai pembantu presiden, dia menegaskan perlu tahu maksud Veronika yang mengkaitkan vonis hakim atas Ahok dengan rezim Pemerintah Jokowi. Sejauh ini, Tjahjo mengaku dirinya dan Veronika telah melakukan komunikasi melalui pesan singkat.
“Sebab pertangggungjawaban hakim itu kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Bukan kepada presiden. Terus apa konteksnya dikaitkan dengan rezim Pemerintahan Jokowi, “tandasnya.
(kri)