Hampir Setahun Pembahasan RUU Minol Masih Tersandung Judul
A
A
A
JAKARTA - Hampir satu tahun sejak Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Larangan Minuman Beralkohol (Minol) dibahas antara pemerintah dan DPR pada 26 Mei 2016 lalu, tapi hingga kini pembahasan tak kunjung selesai.
"Ada dua penghambat pembahasan Pansus, pertama secara internal dalam pansus ada polarisasi judul dan konten," kata Anggota Pansus RUU Minol Ahmad Mustaqim di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (20/4/2017).
"Pertama PPP yang didukung dua fraksi lain dijudul 'larangan', beberapa fraksi setuju judul 'pengendalian dan pengawasan', kemudian ada yang setuju judul 'minuman beralkohol'," imbuhnya.
Selain itu sambung Mustaqim, kendala lainnya kerena seringnya pihak pemerintah tidak hadir dalam rapat pansus. Terlebih, sulitnya mencapai kesepakatan ketika akan mengambil sebuah keputusan dari pembahasan daftar inventaris masalah (DIM).
"Bahkan sampai dengan bagaimana misalnya, pemerintah tetap dengan judul pengendalian dan pengawasan tanpa adanya kata larangan. Namun kita meminta agar kata larangan tetap masuk dalam RUU sebagai bentuk perlindungan masyarakat dengan mayoritas umat Islam," ucapnya.
Karena deadlock itu lanjutnya, seringkali pemerintah tidak hadir dan akibatnya rapat sering tertunda. Padahal pansus sepakat bahwa pengambil keputusan harus dihadiri setingkat eselon I dengan leading sector Kementerian Perdagangan yakni Sekjen Kemendag, rapat sering batal dan tertunda karena tidak dihadiri pihak Sekjen Kemendag.
Lebih dari itu, politikus PPP itu menambahkan, batas waktu Pansus RUU Minol ini mendekati masa akhir yakni sesuai kesepakatan pada akhir masa sidang IV 2016-2017 yakni akhir April 2017.
Tetapi, belum bisa dilihat apakah pada Paripurna nanti bisa mendapatkan pengesahan perpanjangan waktu atau justru dihentikan. "Sangat disayangkan kalau kemudian ini di case close, karena sudah sedemikian banyak pengorbanan pansus ini," tuturnya.
"Dan kami juga memperjuangkan akan ada perpanjangan waktu, dan pemerintah pun komitmen ingin melanjutkan perdebatan pembahasan RUU ini," pungkasnya.
"Ada dua penghambat pembahasan Pansus, pertama secara internal dalam pansus ada polarisasi judul dan konten," kata Anggota Pansus RUU Minol Ahmad Mustaqim di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (20/4/2017).
"Pertama PPP yang didukung dua fraksi lain dijudul 'larangan', beberapa fraksi setuju judul 'pengendalian dan pengawasan', kemudian ada yang setuju judul 'minuman beralkohol'," imbuhnya.
Selain itu sambung Mustaqim, kendala lainnya kerena seringnya pihak pemerintah tidak hadir dalam rapat pansus. Terlebih, sulitnya mencapai kesepakatan ketika akan mengambil sebuah keputusan dari pembahasan daftar inventaris masalah (DIM).
"Bahkan sampai dengan bagaimana misalnya, pemerintah tetap dengan judul pengendalian dan pengawasan tanpa adanya kata larangan. Namun kita meminta agar kata larangan tetap masuk dalam RUU sebagai bentuk perlindungan masyarakat dengan mayoritas umat Islam," ucapnya.
Karena deadlock itu lanjutnya, seringkali pemerintah tidak hadir dan akibatnya rapat sering tertunda. Padahal pansus sepakat bahwa pengambil keputusan harus dihadiri setingkat eselon I dengan leading sector Kementerian Perdagangan yakni Sekjen Kemendag, rapat sering batal dan tertunda karena tidak dihadiri pihak Sekjen Kemendag.
Lebih dari itu, politikus PPP itu menambahkan, batas waktu Pansus RUU Minol ini mendekati masa akhir yakni sesuai kesepakatan pada akhir masa sidang IV 2016-2017 yakni akhir April 2017.
Tetapi, belum bisa dilihat apakah pada Paripurna nanti bisa mendapatkan pengesahan perpanjangan waktu atau justru dihentikan. "Sangat disayangkan kalau kemudian ini di case close, karena sudah sedemikian banyak pengorbanan pansus ini," tuturnya.
"Dan kami juga memperjuangkan akan ada perpanjangan waktu, dan pemerintah pun komitmen ingin melanjutkan perdebatan pembahasan RUU ini," pungkasnya.
(maf)