Mengenal Sosok dan Perjuangan Baginda Dahlan Abdullah
A
A
A
SIMPOSIUM nasional mengenai perjuangan Baginda Dahlan Abdullah akan digelar di Gedung Caraka Loka, Jakarta, Rabu 15 Maret mendatang.
Sejumlah peneliti, bahkan di antaranya berasal dari Leiden, Belanda akan memapakan pandangannya tentang sosok perintis kemerdekaan Republik Indonesia (RI) asal Pariaman, Sumatera Barat itu.
Lalu seperti apakah perjuangan Almarhum Baginda Dahlan Abdullah yang pernah menjabat Duta Besar RI di Irak, Suriah dan Trans-Jordania pada 12 Mei 1950 silam.
Peneliti dari Universitas Leiden, Belanda, Dr Suryadi pernah menulis buku tentang Baginda Dahlan Abdullah. (Baca Juga: Peneliti dari Belanda Akan Paparkan Perjuangan Baginda Dahlan Abdullah )
Dalam opininya yang diterima SINDOnews, Minggu (12/3/2017), Suryadi memaparkan Dahlan Abdullah dilahirkan di Pariaman, Sumatera Barat tahun 1895. Dikenal sebagai daerah yang banyak melahirkan guru, Dahlan juga diinginkan keluargannya untuk berprofesi tersebut.
Setelah tamat sekolah rendah di Padang, Dahlan melanjutkan pelajarannya di Sekolah Raja (Norma School) di Bukit Tinggi.
Di sekolah inilah Dahlan duduk sekelas dengan Tan Malaka. Berkat otaknya yang encer untuk belajar, setamat sekolah pada 1913 bersama dengan Tan Malaka dan seorang lagi diberi kesempatan untuk belajar terus di Nederland.
Pada tahun itu juga dia pergi ke Den Haag masuk kweek-school voor onderwijzers sampai tamat di tahun 1915. Belum puas juga dengan ini, kemudian Dahlan memasuki Universiteit Leiden.
Dia juga mempelajari ilmu bahasa-bahasa Timur sambil membantu Prof Van Ronkel sebagai dosen. Tetapi pelajaran ini, walaupun otaknya sebagai pelajar selalu encer, tidak pernah ditamatkan Dahlan.
Tidak lain sebabnya, sebagaimana juga kebanyakan mahasiswa Indonesia di masa itu, ketularan semangat pergerakan nasional. Dahlan Abdullah lebih mencurahkan otak dan tenaganya pada perjuangan Perhimpunan Indonesia, yang diketuainya beberapa lamanya.
Beberapa teman seperjuangannya di masa itu tercatat, Ir Surachman, Prof Surjomihardjo dan banyak lagi yang lain-lain, yang tergolong kaum radikal.
Sebagaimana juga yang lain-lain, lapangan perjuangan yang diambilnya tidak terbatas di Nederland saja. Sambil menambah ilmu dan pengalaman perjuangan, Dahlan Abdullah mengadakan pengembaraan.
Dia sampai ke Berlin, kemudian membantu Prof Demp Wolff di Hamburg lalu terus ke Perancis, dan di Paris membantu Prof Cabaton.
Suatu ketika diterimanya suatu studi dengan berangkat ke Makkah dan Kairo untuk mempelajari keadaan mukminin setelah Perang Dunia I dan keadaan para mahasiswa Indonesia di Mesir.
Gelora semangat perjuangannya ternyata melebihi keinginannya untuk memperoleh salah satu title akademis, maka akhirnya dia terpaksa kembali ke Indonesia. Titel yang dibawanya hanyalah Haji.
Tahun 1924 Dahlan ditempatkan sebagai guru di Tanjung Pinang. Setibanya di Indonesia, dia tidak dapat pula dipisahkan dari suasana perjuangan yang semakin meningkat ketika itu. Dahlan pun ke Jakarta. Dia masuk dalam lapangan perjuangan Muhammadiyah.
Dia kemudian menjadi guru kepala sekolah Muhammadiyah di Kemayoran.Tidak pula puas dengan perjuangannya, kemudian dia memasukkan diri dalam perjuangan partai.
Mula-mula dihidupkannya kembali Sumatranen Bond yang diketuainya sendiri dan kemudian dileburkannya dalam Parindra. Demikian pula pada Kongres Indonesia Raya di Solo oleh Permoefakatan Perhimpoenan-Perhimpoenan Politiek Kebangsaan Indonesia (PPKI).
Dalam organisasi itu Dahlan menjadi seorang terkemuka di samping Dr Soetomo, Thamrin, Ir Sukarno, Mr Sartono, Mr Ali Sastroamidjojo.
Demikianlah masa kejayaan perjuangan Parindra dengan Thamrin dan Soetomo. Setelah beberapa pemimpin lainnya seperti Sukarno ditangkap Belanda, Dahlan tetap kelihatan berdiri di samping pantolan-pantolan kebangsaan itu.
Walaupun dia bukan seorang yang suka berhadapan dengan khalayak ramai dan namanya tidak menjadi buah bibir orang.Tenaganya memang digunakan kalangan perjuangan.
Kalau Thamrin sebagai pantolan Parindra memasuki Volksraad atau Dewan Rakyat, maka Dahlan Abdullah memikul tugas memperjuangkan nasib rakyat di dalam Gemeenteraad (lembaga perwakilan rakyat kota) Jakarta oleh Parindra.
Dalam keadaan ini ternyata perjuangan Dahlan tidak kecil. Walaupun tidak begitu diketahui oleh umum, sifatnya yang tidak suka pidato gembar-gembor itulah yang menyebabkan hal itu.
Banyak juga usaha yang dijalankannya dengan berhasil dalam dewan ini. Tidak jarang pula pertentangan-pertentangan yang dihadapinya terhadap Belanda dalam sidang-sidang Dewan tersebut.
Dengan demikian banyak orang-orang Belanda yang menjadi lawan Dahlan, yang kemudian membawa akibat juga pada dirinya.
Salah seorang teman seperjuangannya dalan Dewan ini adalah Dr Kajadoe yang mati dibunuh Jepang. Akan tetapi sifatnya yang suka ketawa keras itu membuatnya banyak teman. Tetapi, sekali lagi, namanya tidak pernah menjadi populer di kalangan umum.
Tepat ketika Pemerintah Belanda bertekuk lutut terhadap Jepang, Dahlan Abdullah diangkat menjadi Wali Kota Jakarta. Akan tetapi di zaman Jepang ini, Dahlan Abdullah sukar juga untuk menyesuaikan diri. Salah satu sifatnya adalah dia tak dapat menentang untuk soal-soal Jakarta karena perlu diplomasi dengan opsir-opsir India dan tentara Inggris ketika itu.
Tetapi tak berapa lama kemudian dia tiba-tiba ditangkap oleh Belanda dan dipenjarakan selama enam bulan dengan tuduhan-tuduhan yang tak pernah dapat mereka buktikan.
Kiranya ini ada juga hubungannya dengan sikapnya dahulu di zaman Belanda. Apabila dia keluar dari penjara, Pemerintah Kota Jakarta sudah direbut oleh Belanda. Sejak dua tahun, Jakarta tidak berpemerintahan republik dan Dahlan Abdullah tetap menjadi non-kooperator.
Dalam perjalanan kariernya, Dahlan juga dikenal sebagai orang Masjumi kemudian diangkat menjadi Duta Republik Indonesia Serikat (RIS) untuk Negara Irak, Transjordania, Libanon dan Syria.
Sekadar informasi, Dahlan Abdullah yang dikenal orator ulung itu menyebut orang Indonesia dalam berbicara tentang kelompok orang Indonesia atau lebih jelasnya para penduduk Hindia Belanda dan mengemukakan pendapatnya bahwa orang Indonesia (wij, Indonesiers) jelas sekali merupakan penduduk Hindia dan punya hak...untuk mengambil bagian dalam pemerintahan negeri itu.’
Setelah pulang dari Belanda, Dahlan Abdullah terlibat banyak kegiatan politik. Dahlan Abdullah dalam Kongres Permoefakatan Perhimpoenan-Perhimpoenan Politiek Kebangsaan Indonesia (PPPKI) di Solo akhir Desember 1929, terlibat dalam pertemuan Boedi Oetomo, Serikat Sumatera (Sumatranen Bond), anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) bersama dengan Muhammad Yamin, BR Motik, dan aktivitas lainnya.
Kiprahnya dalam dunia pendidikan di Indonesia, antara lain menjadi salah seorang yang ikut mendirikan Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta melalui rapat Masyoemi tahun 1945.
Dahlan meninggal dunia saat mengemban misi sebagai Duta Besar RI di Irak, Suriah dan Trans-Jordania pada 12 Mei 1950. Dahlan Abdullah dimakamkan dengan upacara kebesaran di Mesjid Syekh Abdul Qadir Jailani di kota Baghdad, Irak.
Makam Dahlan Abdullah menjadi simbol tali persahabatan antara Indonesia dan Irak sebagaimana pernah disampaikan Agus Salim.
Sejumlah peneliti, bahkan di antaranya berasal dari Leiden, Belanda akan memapakan pandangannya tentang sosok perintis kemerdekaan Republik Indonesia (RI) asal Pariaman, Sumatera Barat itu.
Lalu seperti apakah perjuangan Almarhum Baginda Dahlan Abdullah yang pernah menjabat Duta Besar RI di Irak, Suriah dan Trans-Jordania pada 12 Mei 1950 silam.
Peneliti dari Universitas Leiden, Belanda, Dr Suryadi pernah menulis buku tentang Baginda Dahlan Abdullah. (Baca Juga: Peneliti dari Belanda Akan Paparkan Perjuangan Baginda Dahlan Abdullah )
Dalam opininya yang diterima SINDOnews, Minggu (12/3/2017), Suryadi memaparkan Dahlan Abdullah dilahirkan di Pariaman, Sumatera Barat tahun 1895. Dikenal sebagai daerah yang banyak melahirkan guru, Dahlan juga diinginkan keluargannya untuk berprofesi tersebut.
Setelah tamat sekolah rendah di Padang, Dahlan melanjutkan pelajarannya di Sekolah Raja (Norma School) di Bukit Tinggi.
Di sekolah inilah Dahlan duduk sekelas dengan Tan Malaka. Berkat otaknya yang encer untuk belajar, setamat sekolah pada 1913 bersama dengan Tan Malaka dan seorang lagi diberi kesempatan untuk belajar terus di Nederland.
Pada tahun itu juga dia pergi ke Den Haag masuk kweek-school voor onderwijzers sampai tamat di tahun 1915. Belum puas juga dengan ini, kemudian Dahlan memasuki Universiteit Leiden.
Dia juga mempelajari ilmu bahasa-bahasa Timur sambil membantu Prof Van Ronkel sebagai dosen. Tetapi pelajaran ini, walaupun otaknya sebagai pelajar selalu encer, tidak pernah ditamatkan Dahlan.
Tidak lain sebabnya, sebagaimana juga kebanyakan mahasiswa Indonesia di masa itu, ketularan semangat pergerakan nasional. Dahlan Abdullah lebih mencurahkan otak dan tenaganya pada perjuangan Perhimpunan Indonesia, yang diketuainya beberapa lamanya.
Beberapa teman seperjuangannya di masa itu tercatat, Ir Surachman, Prof Surjomihardjo dan banyak lagi yang lain-lain, yang tergolong kaum radikal.
Sebagaimana juga yang lain-lain, lapangan perjuangan yang diambilnya tidak terbatas di Nederland saja. Sambil menambah ilmu dan pengalaman perjuangan, Dahlan Abdullah mengadakan pengembaraan.
Dia sampai ke Berlin, kemudian membantu Prof Demp Wolff di Hamburg lalu terus ke Perancis, dan di Paris membantu Prof Cabaton.
Suatu ketika diterimanya suatu studi dengan berangkat ke Makkah dan Kairo untuk mempelajari keadaan mukminin setelah Perang Dunia I dan keadaan para mahasiswa Indonesia di Mesir.
Gelora semangat perjuangannya ternyata melebihi keinginannya untuk memperoleh salah satu title akademis, maka akhirnya dia terpaksa kembali ke Indonesia. Titel yang dibawanya hanyalah Haji.
Tahun 1924 Dahlan ditempatkan sebagai guru di Tanjung Pinang. Setibanya di Indonesia, dia tidak dapat pula dipisahkan dari suasana perjuangan yang semakin meningkat ketika itu. Dahlan pun ke Jakarta. Dia masuk dalam lapangan perjuangan Muhammadiyah.
Dia kemudian menjadi guru kepala sekolah Muhammadiyah di Kemayoran.Tidak pula puas dengan perjuangannya, kemudian dia memasukkan diri dalam perjuangan partai.
Mula-mula dihidupkannya kembali Sumatranen Bond yang diketuainya sendiri dan kemudian dileburkannya dalam Parindra. Demikian pula pada Kongres Indonesia Raya di Solo oleh Permoefakatan Perhimpoenan-Perhimpoenan Politiek Kebangsaan Indonesia (PPKI).
Dalam organisasi itu Dahlan menjadi seorang terkemuka di samping Dr Soetomo, Thamrin, Ir Sukarno, Mr Sartono, Mr Ali Sastroamidjojo.
Demikianlah masa kejayaan perjuangan Parindra dengan Thamrin dan Soetomo. Setelah beberapa pemimpin lainnya seperti Sukarno ditangkap Belanda, Dahlan tetap kelihatan berdiri di samping pantolan-pantolan kebangsaan itu.
Walaupun dia bukan seorang yang suka berhadapan dengan khalayak ramai dan namanya tidak menjadi buah bibir orang.Tenaganya memang digunakan kalangan perjuangan.
Kalau Thamrin sebagai pantolan Parindra memasuki Volksraad atau Dewan Rakyat, maka Dahlan Abdullah memikul tugas memperjuangkan nasib rakyat di dalam Gemeenteraad (lembaga perwakilan rakyat kota) Jakarta oleh Parindra.
Dalam keadaan ini ternyata perjuangan Dahlan tidak kecil. Walaupun tidak begitu diketahui oleh umum, sifatnya yang tidak suka pidato gembar-gembor itulah yang menyebabkan hal itu.
Banyak juga usaha yang dijalankannya dengan berhasil dalam dewan ini. Tidak jarang pula pertentangan-pertentangan yang dihadapinya terhadap Belanda dalam sidang-sidang Dewan tersebut.
Dengan demikian banyak orang-orang Belanda yang menjadi lawan Dahlan, yang kemudian membawa akibat juga pada dirinya.
Salah seorang teman seperjuangannya dalan Dewan ini adalah Dr Kajadoe yang mati dibunuh Jepang. Akan tetapi sifatnya yang suka ketawa keras itu membuatnya banyak teman. Tetapi, sekali lagi, namanya tidak pernah menjadi populer di kalangan umum.
Tepat ketika Pemerintah Belanda bertekuk lutut terhadap Jepang, Dahlan Abdullah diangkat menjadi Wali Kota Jakarta. Akan tetapi di zaman Jepang ini, Dahlan Abdullah sukar juga untuk menyesuaikan diri. Salah satu sifatnya adalah dia tak dapat menentang untuk soal-soal Jakarta karena perlu diplomasi dengan opsir-opsir India dan tentara Inggris ketika itu.
Tetapi tak berapa lama kemudian dia tiba-tiba ditangkap oleh Belanda dan dipenjarakan selama enam bulan dengan tuduhan-tuduhan yang tak pernah dapat mereka buktikan.
Kiranya ini ada juga hubungannya dengan sikapnya dahulu di zaman Belanda. Apabila dia keluar dari penjara, Pemerintah Kota Jakarta sudah direbut oleh Belanda. Sejak dua tahun, Jakarta tidak berpemerintahan republik dan Dahlan Abdullah tetap menjadi non-kooperator.
Dalam perjalanan kariernya, Dahlan juga dikenal sebagai orang Masjumi kemudian diangkat menjadi Duta Republik Indonesia Serikat (RIS) untuk Negara Irak, Transjordania, Libanon dan Syria.
Sekadar informasi, Dahlan Abdullah yang dikenal orator ulung itu menyebut orang Indonesia dalam berbicara tentang kelompok orang Indonesia atau lebih jelasnya para penduduk Hindia Belanda dan mengemukakan pendapatnya bahwa orang Indonesia (wij, Indonesiers) jelas sekali merupakan penduduk Hindia dan punya hak...untuk mengambil bagian dalam pemerintahan negeri itu.’
Setelah pulang dari Belanda, Dahlan Abdullah terlibat banyak kegiatan politik. Dahlan Abdullah dalam Kongres Permoefakatan Perhimpoenan-Perhimpoenan Politiek Kebangsaan Indonesia (PPPKI) di Solo akhir Desember 1929, terlibat dalam pertemuan Boedi Oetomo, Serikat Sumatera (Sumatranen Bond), anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) bersama dengan Muhammad Yamin, BR Motik, dan aktivitas lainnya.
Kiprahnya dalam dunia pendidikan di Indonesia, antara lain menjadi salah seorang yang ikut mendirikan Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta melalui rapat Masyoemi tahun 1945.
Dahlan meninggal dunia saat mengemban misi sebagai Duta Besar RI di Irak, Suriah dan Trans-Jordania pada 12 Mei 1950. Dahlan Abdullah dimakamkan dengan upacara kebesaran di Mesjid Syekh Abdul Qadir Jailani di kota Baghdad, Irak.
Makam Dahlan Abdullah menjadi simbol tali persahabatan antara Indonesia dan Irak sebagaimana pernah disampaikan Agus Salim.
(dam)